1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Obama Longgarkan Sanksi Bagi Myanmar

Dyan Andriana Kostermans11 Juli 2012

Presiden AS Obama Rabu (11/07) melonggarkan sanksi terhadap Myanmar, yang mengijinkan perusahaan Amerika Serikat melakukan investasi di Myanmar.

https://p.dw.com/p/15VbU
FILE - In this June 4, 2012 file photo, President Barack Obama speaks in New York. (Foto:Carolyn Kaster, File/AP/dapd)
Barack ObamaFoto: AP

"Hari ini Amerika Serikat melonggarkan restriksi, yang mengijinkan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat untuk melakukan bisnis secara bertanggung jawab di Birma“. Demikian pernyataan yang disampaikan Presiden AS Barack Obama Rabu (11/07). Hal ini disebutnya sebagai „isyarat kuat“ dalam mendukung reformasi politik yang sedang merebak di negara tersebut.

Tapi Obama mengatakan, Washington tetap merasa khawatir mengenai kurangnya transparansi dalam hal investasi maupun peran militer dalam ekonomi Myanmar. Presiden AS itu menegaskan, perusahaan Amerika Serikat akan diminta untuk menjabarkan secara rinci dengan siapa tender yang dibuat di Myanmar.

Myanmar pro-democracy leader Aung San Suu Kyi (C) attends a parliamentary meeting at the Lower House of Parliament in Naypyitaw July 9, 2012. REUTERS/Soe Zeya Tun (MYANMAR - Tags: POLITICS)
Aung San Suu Kyi hadiri sidang parlemen di NaypyitawFoto: Reuters

"Reformasi Belum Selesai"

Beberapa bulan lalu Amerika Serikat juga sudah melonggarkan sejumlah sanksi keuangan bagi Myanmar. Meski demikian, kala itu pemerintah di Washington masih menilai pelonggaran sanksi hukum bagi Myanmar terlalu dini. Presiden Obama tanggal 17 Mei lalu mengatakan, kerangka sanksi hukum terhadap Myanmar masih akan berlaku setidaknya satu tahun lagi. Myanmar memang sudah melakukan „kemajuan“ dalam melepaskan tahanan politik dan menyikapi gerakan demokrasi. Tapi reformasi masih berada di fase dini. Demikian dikatakan Barack Obama (17/05).

Rabu (11/07) Presiden Amerika Serikat itu memang menilai reformasi di Myanmar mulai berkembang, namun memperingatkan dalam sebuah pernyataan bahwa reformasi politik dan ekonomi tetap belum selesai.

DK/afp/rtr