1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Obama Ingatkan Bencana Iklim

23 September 2009

Dengan pernyataan dramatis Presiden AS Barack Obama mewanti-wanti dunia terhadap dampak perubahan iklim. Jika masyarakat internasional tidak bertindak cepat, generasi mendatang terancam bencana dahsyat tak terkira.

https://p.dw.com/p/Jmsw
Sekjen PBB Ban Ki-moon berjabat tangan dengan Presiden Barack Obama seusai berpidato dalam Konferensi Iklim Dunia di New York, Selasa (22/09).Foto: AP

Betapa perubahan paradigma sebuah administrasi bisa berubah secara drastis. Tahun lalu bekas Presiden George W. Bush masih kesulitan mengakui eksistensi perubahan iklim dan dampaknya.

Kini Presiden Barack Obama meramalkan sebuah masa depan yang terancam, jika dunia internasional tidak cepat bertindak mengatasinya. Menurut dia tidak satu negarapun, baik besar atau kecil, kaya atau miskin yang terhindar dari dampak perubahan iklim.

Sekitar 100 kepala negara dan pemerintahan dan delegasi dari lebih 50 negara hadir di markas besar PBB di New York untuk membahas langkah bersama mengatasi perubahan iklim. Presiden Obama dalam pidatonya menekankan, adalah generasi mendatang yang akan menanggung beban jika masyarakat dunia enggan bertindak.

Ia juga mengakui, negara-negara industri maju di satu sisi harus memang memegang tanggung jawab untuk memimpin kampanye menyelamatkan iklim bumi, namun menurutnya di sisi lain negara-negara ambang industri harus ikut serta memberikan sumbangan.

"Waktu bagi kita untuk menghadang banjir akan segera habis. Tapi saat ini kita bisa memulai untuk menanggulanginya. John F. Kennedy pernah berkata bahwa masalah yang kita hadapi dibuat oleh manusia, sebab itu harus diselesaikan pula oleh manusia", kata Obama.

Salah satu negara yang paling disorot adalah raksasa industri Cina. Saat ini Cina dan Amerika Serikat bertanggungjawab atas lebih dari 40 persen kadar karbondioksida di udara.

Perdana Menteri Hu Jintao sendiri menegaskan, negaranya akan bertindak lebih serius menanggulangi kadar Co2 di negaranya. Cina misalnya bertekad akan menutupi 15 persen kebutuhan akan energi dari energi terbarukan hingga tahun 2020.

Namun demikian Hu menekankan pihaknya tidak akan mengukur keberhasilan penurunan kadar Co2 di udara cuma dengan angka-angka saja, melainkan berbanding dengan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Sekretaris PBB urusan Iklim Yvo de Boer, pertanyaan terbesar kini bukanlah Cina melainkan peran Amerika Serikat.

"Cina dan India telah mengumumkan sebuah kebijakan iklim nasional yang sangat ambisius. Dalam kasus Cina bahkan bisa menjadi pionir dalam perang melawan perubahan iklim. Pekan lalu investor besar bertemu dengan 181 perusahaan investasi yang mewakili sekitar 13 trilyun dana investasi, menyerukan kompromi yang bersih dan ambisius dalam KTT di Kopenhagen. Jadi saya kira, mereka berjalan ke arah yan benar. Pertanyaan terbesar kini justru Amerika Serikat", kata de Boer.

Presiden AS, Obama kini berkutat dengan masalah kepercayaan terhadap negaranya dalam perang melawan perubahan iklim. Ia memang pernah berjanji akan memprioritaskan tema ini, namun rancangan Undang-Undang yang menargetkan pengurangan kadar CO2 hingga 83 persen di pertengahan abad kini mentok di Kongres. Bukan rahasia lagi, desakan agar Washington segera mendifinisikan sasaran iklimnya terus meningkat.

Menteri Lingkungan Hidup, Steven Chu beberapa hari lalu mengatakan, negaranya akan menetapkan sasaran ambisius pada pertemuan puncak iklim di Kopenhagen Desember mendatang. Sasaran yang ambisius itu diungkapkan secara sederhana oleh Presiden Obama.

"Jika kita cukup fleksibel dan pragmatis, jika kita bisa bekerja tanpa lelah demi kepentingan umum maka kita akan mencapai cita-cita bersama, yakni dunia yang lebih aman, bersih dan lebih sehat ketimbang yang kita diami saat ini, serta sebuah masa depan yang pantas buat anak-anak kita. Terima kasih", kata Chu.

Rizki Nugraha

Editor : Anggatira Gollmer