1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nobel untuk Bidan Perdamaian Aceh

Ging Ginanjar10 Oktober 2008

Juru damai dari Finlandia, Martti Ahtisaari, akhirnya memperoleh anugerah Nobel Perdamaian. Sebuah penghargaan buat usaha tak kenal lelah, yang sepantasnya diberikan tiga tahun lalu.

https://p.dw.com/p/FXjW
Martti AhtisaariFoto: AP

Namanya masih membekas di ingatan warga Aceh, Martti Ahtisaari, bekas Presiden Finnlandia yang beberapa tahun terakhir berkeliling dunia menjajakan perdamaian, akhirnya mendapatkan anugerah nobel perdamaian tahun ini.

Mantan diplomat yang kini berusia 71 tahun itu sejak awal merupakan kandidat favorit, lantaran “Usahanya yang tak kenal lelah” dan “keterlibatannya selama tiga dekade mengakhiri konflik internasional yang terjadi di beberapa benua”, imbuh ketua komite Nobel, Ole Danbolt Mjoes, jumat pagi (10/10) di Oslo.

Di Luar Dugaan

Terpilihnya Martti Ahtisaari kali ini di luar dugaan. Beberapa hari ini nama-nama yang paling banyak disebut sebagai calon kuat adalah para aktivis Hak Asasi dari dua negara represid, Cina dan Rusia.

Cina bahkan sudah sejak awal memperingatkan panitia Hadiah Nobel untuk tidak memberikan hadiah kepada para pembangkan negeri itu. Sementara Martti Ahtisaari, tahun ini tak banyak disebut. Justru dua tahun lalu bekas presiden Norwegia berusia 71 tahun ini lebih dijagokan. Seperti dikatakan Martti Ahtisaari sendiri:

Indonesien beendet Truppenabzug aus Aceh
Kesuksesan terbesarnya adalah meyakinkan Indonesia menarik pasukan dari AcehFoto: AP

"Tentu saya luar biasa gembira. Sebab dalam beberapa kesempatan tahun-tahun sebelumnya kami menyaksikan pengumuman di televisi dan bukan saya yang disebut."

Kali ini Martti Ahtisaari yang terpilih. karena menurut Ketua Komite Nobel Ole Danbolt Mjoes, Marti Ahtisaari adalah seorang juru damai yang luar biasa. Ia menunjukan bagaimana seharusnya peran yang bisa diambil dalam menyelesaikan konflik.

Ia memperlihatkan kepada dunia bagaimana upaya-upaya itu harus dijalankan dengan berbagai pendekatan yang berbeda sesuai dengan kenyataan konfliknya. panitia Nobel berharap, menurut Ole Danbolt Mjoes,dunia memperoleh inspirasi dari seluruh upaya dan pencapaian Martti Ahtisaari.

Karya dan jasa Artisaari dalam mendamaikan para pihak yang bertikai memang terentang di berbagai penjuru dunia. Sebagian secara langsung, sebagian tidak. Meliputi berbagai negara Afrika, Asia tengah, kawasan Balkan, Irlandia. Dan banyak tempat lain, juga Indonesia, khususnya Aceh.

Dalam wawancara dengan radio NRK Norwegia, sesaat setelah pengumuman, Martti Ahtisaari menyatakan :

"Kalau harus mengevaluasi, tentu saja Namibia adalah pencapaian yang terpenting dalam hidup saya. Karena prosesnya memakan waktu begitu lama. Bahkan sejak saya mulai jadi utusan khusus.".

Dari Namibia hingga ke Kosovo

Dilahirkan 23 Juni 1937 di Viipuri atau Vyborg dengan nama lengkap Martti Oiva Kalevi Ahtisaari, di masa kecilnya ia dan keluarganya sempat mengungsi karena tempat lahirnya dianeksasi Uni Soviet. Dalam usia begitu muda, 37 tahun, ia ditunjuk sebagai duta besar di Tanzania. Empat tahun kemudian, tahun 1977, ia diangkat sebagai utusan khusus PBB di Namibia.

Upayanya menyelesaikan masalah Namibia begitu lama, dan baru berbuah tahun 1990, dengan kemerdekaan Namibia. Tahun 1994 Ahtisaari menjadi presiden pertama dalam sejarah Finlandia yang dipilih secara langsung.

Marti Ahtisaari juga memegang peran penting, langsung atau tidak langsung dalam penyelesaian konflik di Irlandia, Balkan, khususnya Bosnia dan Kosovo. Bahkan juga ia menyelenggarakan perundingan damai rahasia antara kaum Sunni dan Shiah Irak. Kendati perdamaian antara kedua pihak yang berseteru itu tak pernah benar-benar terwujud. Sesuatu yang mengecewakannya, sebagaimana upayanya di Kosovo, yang tak membuahkan hasil maksimal.

Untuk orang Indonesia, Martti Ahtisaari juga sama sekali bukan nama yang asing. Dialah bidan Kesepakatan Helsinki Agustus 2005, yang mengakhiri konflik Aceh yang sudah berlangsung pulahan tahun dengan korban belasan ribu jiwa.

Kosovo Unabhängigkeit Jubel in Pristina
Perdamaian di Kosovo berujung pada kemerdekaan wilayah tersebut dari SerbiaFoto: AP

Penghargaan Nobel Ahtisaari juga tentu disambut di Indonesia.

Bagi Artisaari sendiri, Anugerah Nobel membukakan pintu bagi generasi baru juru damai dunia, serta babak baru bagi hidup pribadinya:

"Saya sayangat bersyukur. Karena dengan hadiah Nobel ini saya harap selain bisa memfasilitasi upaya saya selanjutnya, juga bisa menyediakan dasar bagi kawan-kawan di lembaga saya, CMI untuk lebih bekerja sendiri, tanpa saya. Dengan saya dalam posisi lain untuk membantu mereka. Karena saya harus mulai menyadari bahwa saya sudah berusia 71 tahun dan bisa jadi tak lagi mampu bepergian 200 harti setiap tahunnya ke luar negeri. Saya juga ingin lebih menggunakan sisawa umur saya di Finlandia bersama isteri saya." (gg)