1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Neraca Program "Dekade Anti Malaria" PBB

25 April 2010

Tahun 2001 negara anggota PBB diwajibkan mengurangi jumlah pasien malaria dan kasus kematian akibat malaria separuhnya, hingga 2010. Aksi program PBB yang disebut "Dekade Anti Malaria" tsb. tahun ini akan berakhir.

https://p.dw.com/p/N3yv
Seorang anak yang bermain di balik kelambu anti nyamuk di NairobiFoto: picture-alliance/ dpa

Perlindungan paling efektif untuk mencegah penularan malaria masih tetap kelambu anti nyamuk. Kelambu anti nyamuk ini diharapkan dibagikan di kawasan-kawasan malaria agar orang dapat tidur dengan aman di balik kelambu ini. Dengan cara itu Badan Kesehatan Dunia WHO ingin mencegah malaria di dunia. Karena kelambu anti nyamuk harganya tidak mahal, tapi sangat efektif. Awa Marie Coll-Seck dari program anti malaria WHO

„Kelambu-kelambu ini dikembangkan secara khusus dan dapat bertahan tiga sampai lima tahun. Dengan kelambu ini dapat dicegah 25 persen kasus kematian pada balita dan lebih dari 50 persen kasus-kasus berat penyakit malaria. Misalnya dalam dua tahun 20 juta kelambu anti nyamuk dibagikan di Ethiopia. Hasilnya adalah turunnya penyakit malaria lebih dari 50 persen."

Sampai tahun 2008 untuk Afrika saja, WHO dan petugasnya memasok sekitar 140 juta kelambu anti nyamuk. Sebagai bagian dari program aksi yang disebut "Dekade untuk Menumpas Malaria". Di Republik Guinea Khatulistiwa atau di Pulau Zanzibar, lebih dari separuh rumah tangga memiliki kelambu anti nyamuk. Jumlah penyakit malaria di sana juga menurun.

Tapi secara keseluruhan neraca menjelang berakhirnya Dekade Anti Malaria, tidak begitu bagus. Di 108 negara di dunia masih terancam malaria. Paling buruk di Afrika. Hanya di 9 negara di Afrika jumlah pasien malaria dan kasus meninggal akibat malaria dapat diturunkan.

Sulitnya memerangi malaria di benua tersebut disebabkan berbagai faktor. Salah satunya adalah kurangnya pengetahuan tentang malaria, juga antara lain bagaimana menggunakan kelambu anti nyamuk dengan benar. Dipaparkan Awa Marie Coll-Seck pada Badan Kesehatan Dunia WHO di Jenewa

„Banyak cerita bahwa kelambu-kelambu itu dipergunakan untuk menangkap ikan. Hal ini terjadi beberapa tahun lalu di negara-negara yang penduduknya tidak tahu, apa yang harus mereka lakukan dengan kelambu tersebut. Mereka tidak biasa menggunakan kelambu anti nyamuk. Oleh sebab itu kami tidak hanya harus membagikan kelambu anti nyamuk melainkan juga harus mengembangkan strategi di tingkat komunal. Agar dapat mempengaruhi perubahan kebiasaan dan memungkinkan komunikasi dengan penduduk setempat."

Juga dalam perawatan pasien dengan obat-obat malaria neracanya tidak seragam. Memang kini semakin banyak pasien yang mendapat obat-obat malaria dibanding tahun 2006. Namun seperti sebelumnya, sebagian besar penduduk hampir tidak memperolehnya atau sangat sulit untuk mendapat obat-obat malaria.

Di 11 dari 13 negara Afrika tempat dilakukannya penelitian, anak-anak di bawah usia lima tahun yang memperoleh obat malaria, kurang dari 15 persen. Sasaran WHO adalah 80 persen. Awa Marie Coll-Seck

„Kini orang-orang menangani malaria dengan ACT. Yakni obat baru malaria yang mengandung Artemisinin berdasarkan terapi kombinasi. Artemisinin ini berasal dari salah satu tanaman di Cina. Agar dapat merawatnya, orang-orang memerlukan sistem kesehatan yang baik.“

Tapi terutama di Afrika masih kurang sistem kesehatan yang

berfungsi. Banyak negara tidak punya cukup uang untuk membiayai rumah sakit, dokter atau bahkan obat-obatan. Di Sudan Selatan misalnya, satu dokter harus melayani 100 ribu penduduk dan di Kongo Timur hampir tidak ada jalan raya, sehingga transportasi untuk membawa obat-obat malaria ke rumah sakit, demikian sulit.

Oleh karena itu sejumlah organisasi non pemerintah mendesak adanya strategi baru. Warga setempat sebaiknya ikut dilibatkan. Organisasi bantuan Jerman Medeor misalnya, mengajarkan warga desa di Togo bagaimana cara mengatasi malaria. Antara lain dengan mengeringkan rawa-rawa atau membuang wadah atau botol dari plastik. Sebab di situlah tempat strategis bertelurnya nyamuk malaria. Susanne Schmitz dari Medeor

„Mitra-mitra kami menyadari bahwa aktivitas-aktivitas berkala tidak cukup, karena tidak adanya kesinambungan atau tidak ada pengawasan. Maksudnya pengamatan jangka panjang, apakah orang-orang juga benar-benar menerapkan apa yang dikatakan dalam aktivitas berkala, yang mungkin penyelenggaraannya dilakukan satu kali setahun. Oleh sebab itu mitra-mitra kami mengambil keputusan bahwa masyarakat desa, penduduk desa, harus dibina untuk aktif menggerakkan aksi melawan malaria."

Meskipun adanya segala upaya, dana tetap menjadi masalah. Menurut keterangan Badan Kesehatan Dunia WHO setiap tahunnya diperlukan lima milyar dollar untuk memerangi malaria. Dalam kurun 10 tahun ini WHO seluruhnya hanya memperoleh 2,7 milyar dollar. Hal itu disebagkan banyak negara tidak menepati janjinya, terutama negara-negara industri kaya, karena di sana malaria tidak lagi menjadi masalah.

Asumpta Lattus/Dyan Kostermans

Editor: Christa Saloh