1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mullah Pangkas Hak Perempuan Afghanistan

7 Maret 2012

Hak perempuan Afghanistan akan semakin dibatasi. Ini keinginan anggota dewan agama negara itu. Mereka sudah mengajukan usulannya kepada Presiden Karzai.

https://p.dw.com/p/14GRn
Foto: AP

"Perempuan adalah produk sampingan ciptaan alam", demikian pernyataan dewan agama di Afghanistan. Mereka menuntut agar kaum perempuan menerima peran pria sebagai pemimpin di semua tatanan kehidupan. Mereka mengatakan, berdasarkan hukum Islam, perempuan tidak boleh berbicara dengan pria asing, baik itu merupakan masalah pribadi maupun pekerjaan. Dewan agama Afghanistan dengan 3000 anggotanya, bukanlah badan konstitusi dan secara resmi hanya berfungsi sebagai dewan penasihat. Namun, mereka tetap memiliki pengaruh besar dalam pelaksaan peraturan di negara tersebut.

Dalam dokumen yang diserahkan kepada Presiden Hamid Karzai Sabtu lalu (3/3), juga tertera "Perempuan harus menghormati hak pria untuk berpoligami. Perempuan juga tidak boleh bepergian tanpa didampingi pria yang memiliki hubungan saudara dekat." Presiden Karsai membela tuntutan dewan agama. Menurutnya, "Ini bukan pembatasan hak perempuan. Dewan agama kerap memperjuangkan hak perempuan. Dewan hanya menuntut hak Islam bagi kami semua yang beragama Islam."

"Usulan Bertentangan dengan Konstitusi"

Sikap sang Presiden memicu kemarahan aktivis perempuan dan pihak demokratis liberal di negara itu. Mereka merasa kembali ke masa kekuasaan Taliban, dimana kaum perempuan tidak dilibatkan dalam semua kegiatan publik. Anggota parlemen Aryan Yun menolak usulan dewan agama dan menyebutnya sebagai tidak sesuai dengan undang-undang. "Dalam konstitusi jelas-jelas tertera, bahwa hak perempuan dan pria sama di mata hukum. Saya tidak mengerti mengapa dewan tertinggi agama menganjurkan sesuatu yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di negara kami."

Straße in Kabul mit Karsai Bild
Foto: AP

Yun menuntut Karzai untuk melindungi hak warga yang sesuai dengan peraturan yang sah. Ia khawatir, jika dewan agama memaksakan tuntutannya, maka perempuan akan menjadi tahanan di dalam rumahnya sendiri. "Saat ini perempuan dan laki-laki masih bekerja sama di perkantoran. Jika pemerintah mematuhi keinginan dewan agama, maka para perempuan harus meninggalkan pekerjaan mereka." Yun menduga, langkah ini bermotif politik. "Hak perempuan dikorbankan bagi kegunaan politik."

Kepentingan Politik

Penulis dan dosen universitas Zia Rafaht menuduh pemerintah Afghanistan berusaha melakukan segala cara untuk membenahi hubungan dengan Taliban dan kelompok radikal Islam Hezbe-e Islami, yang mendukung Gulbuddin Hekmatyar. Presiden Karzai sudah menempati banyak posisi kunci di pemerintahannya dengan bekas orang kepercayaan Hekmatyar. Contohnya, Karim Khoram yang menjabat sebagai menteri budaya dan informasi. Ia mengupayakan pembatasan bagi kebebasan pers.

Afghanistan Loya Jirga in Kabul Erster Tag
Foto: DW

Usulan dewan agama memang masih bukan merupakan hukum yang mengikat. Namun, melalui pengaruh mereka di parlemen, situasi bisa berubah secara cepat. Demikian menurut Rafaht. Banyak warga Afghanistan yang memandang strategi baru ini sebagai usaha Presiden Karzai untuk mencari sekutu baru bagi masa setelah 2014, di saat pasukan asing meninggalkan negaranya. Rafaht menambahkan, harga yang harus dibayar bagi strategi baru ini adalah meninggalkan konstitusi yang demokratis. Namun, sepertinya ini tidak dipedulikan oleh Karzai.

Kelompok Taliban hingga kini menolak semua tawaran perundingan dari Kabul. Tujuan mereka tetaplah mendirikan negara Islam. Apakah usaha pemerintah di Kabul ini akan mengubah sikap Taliban akan segera terlihat. Ini pendapat para pakar. Belum ada reaksi dari jajaran Taliban maupun Hezbe-e Islami.

Ratbil Shamel / Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Hendra Pasuhuk