1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Montazeri, Pemimpin Gerakan Hijau Iran

22 Desember 2009

Ayatullah Besar Hossein Ali Montazeri adalah kritikus pemberani pemerintah Iran. Ahad dini hari (20/12), Ayatullah Montazeri wafat pada usia 87 tahun. Hari Senin (21/12), pemuka agama Islam Syiah ini dimakamkan di Qom.

https://p.dw.com/p/LAcG
Ayatullah Besar Hossein Ali Montazeri
Ayatullah Besar Hossein Ali MontazeriFoto: AP

Ayatullah Besar Hossein Ali Montazeri dianggap sebagai figur pemimpin spiritual apa yang disebut “Gerakan Hijau”, yang hingga hari ini menentang hasil pemilihan presiden Iran bulan Juni lalu.

Pasca pemilihan presiden yang kontroversial tersebut, Montazeri tampil sebagai kritikus paling keras terhadap system di Iran. Dia juga mengritik pemimpin spiritual tertinggi Iran, Ali Khamenei. Dalam suatu fatwa, Montazeri menuduh Khamenei melanggar kewajiban dunia dan agama, serta telah menyalahgunakan kepercayaan rakyat.

Montazeri menjunjung tinggi pendapat rakyat. Pakar ilmu politik dan dosen Universitas Mofid di Qom, Ali Mir-Mousavi, mengatakan, "Dia selalu berpendapat, jika orang dinyatakan melanggar hukum, maka terhadap orang itu tidak boleh diberlakukan kekerasan. Hukum, menurut pendapatnya, baru sah ketika mendapatkan persetujuan dari rakyat dan menyatakan desakannya."

Montazeri, yang dilahirkan dalam keluarga petani di desa Najafabad pada tahun 1922, menyelesaikan studi ilmu teologi, dan kemudian menjadi dosen bidang studi Ilmu dan Filsafat Islam di kota Qom. Kota suci tersebut merupakan pusat pengajaran Ilmu Syiah di Iran. Sejak dasawarsa 60-an, Montazeri merupakan pejuang terdekat pemimpin revolusi Iran Ayatullah Khomeini dan setelah pecahnya Revolusi Iran 1979, Montazeri termasuk dalam jajaran pemimpin baru.

Namun Montazeri menjaga jarak dengan Ayatullah Khomeini dan politiknya, sepuluh tahun setelah runtuhnya rezim Shah Iran. Pada bulan Februari 1989, Montazeri menarik neraca Revolusi Iran dan memperingatkan pemerintah untuk tidak melakukan monopoli kekuasaan. Dalam kesempatan yang sama Montazeri menuntut ditegakkannya keadilan dan perlindungan efisien hak warga.

Para pelayat berada di sisi jenazah Ayatullah Hossein Ali Montazeri.
Para pelayat berada di sisi jenazah Ayatullah Hossein Ali Montazeri.Foto: AP

Khomeini yang saat itu bergulat dengan penyakit kankernya bereaksi terhadap kritik tersebut dan mencabut kepercayaannya terhadap Montazeri. Sepeninggal Khomeini, Montazeri tidak terpilih sebagai pemimpin spiritual tertinggi Iran, sesuai keinginan awal Khomeini.

Di tengah sikap kritisnya terhadap pemerintah, Montazeri tidak pernah mempertanyakan prinsip dasar Islam, seperti yang diungkapkan pakar ilmu politik Mir-Mousavi.

"Menurut Montazeri, hukum dan peraturan dibuat dan disahkan berdasarkan hukum Islam, Syariah. Dalam kaitan ini, dia juga meyakini bahwa pemimpin agama yang menentukan semua dalam masyarakat Islam. Montazeri juga berpendapat, pemimpin agama juga harus dipilih dari rakyat," katanya.

Setelah Khomeini wafat pada bulan Juni 1989, Ali Khamenei menjadi Presiden Iran. Pada tahun 1997, Montazeri mengritik Khamenei tidak memenuhi kualifikasi sebagai pemimpin negara. Lalu sekelompok pria tak dikenal menghancurkan kantornya. Montazeri berhasil lolos tanpa cedera. Akibat kritiknya, Montazeri menjadi tahanan rumah di Qom dan diisolasi hingga tahun 2003.

Pada tahun 2009, Ayatullah Besar Hossein Ali Montazeri kembali melontarkan kritik terhadap penguasa Iran. Beberapa bulan yang lalu, Montazeri berulang kali menuding, Presiden Mahmud Ahmadinejad ingin menciptakan diktator atas nama Islam. Bagi gerakan reformasi, meninggalnya Ayatullah Besar Montazeri merupakan suatu kehilangan besar. Karena Montazeri selalu mendukung para reformis.

Fahimeh Farsaie/Luky Setyarini

Editor: Hendra Pasuhuk