1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Molis, Modern dan Ramah Lingkungan

9 Maret 2011

Di Jakarta, jumlah sepeda motor listrik masih sedikit. Meski banyak kelebihan, kendaraan ramah lingkungan belum jadi perhatian pemerintah.

https://p.dw.com/p/10SBA
Salah satu bentuk molisFoto: dpa

Mereka memilih motor listrik sebagai upaya berdamai dengan tingkat polusi yang makin parah di Jakarta. Selain tak menyumbang polusi, sepeda motor listrik juga tak berisik. Terlebih lagi, pengguna sudah tak perlu lagi merogoh kantong untuk membeli bahan bakar. Inilah kisah komunitas pecinta motor listrik, molis yang terus berjuang untuk menularkan kepedulian lingkungan lewat motor setrum.

Kisah Para Pengguna Molis

Catur Adi Nugroho, Anggota Komunitas Motor Listrik bercerita bangga selalu lolos dari razia polisi di jalanan: "Jadi pernah dulu, waktu saya antar isteri kerja di daerah Sudirman, Jakarta Pusat. Saya biasa lewat setelah dari Sudirman, putar di Casablanca, ke daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Di situ ada polisi. Dari spion itu, saya lihat, polisi sudah mulai mengamati. Karena tidak ada plat nomor kendaraan. Dia menyalip, terus memberhentikan saya. Terus dia tanya, mas motor apa itu? Motor listrik, Pak. Terus dia bingung, sambil nengok, ketawa, terus jalan lagi. Jadi tak ditangkap."

Flash-Galerie Elektro-Fahrrad
Bergaya dengan molisFoto: picture-alliance/dpa

Aman Digunakan

Pasalnya, aturan kementrian perhubungan menunjukkan, kategori motor listrik sama seperti sepeda genjot. Maksimal kecepatan tak lebih dari 40 kilometer perjam, lebih aman digunakan. Tak perlu repot pasang plat nomor atau pun bayar pajak Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, STNK. Ia melanjutkan ;  "Ada kelebihannya, kalau kita parkir di kantor atau di Mal. Sebenarnya, yang tak pakai plat nomor dan STNK juga bisa parkir. Karena saya sudah coba di kalibata mal. Saya masuk terus ditanya sama petugas, ini motor listrik nomornya mana? Saya bilang, memang nggak ada STNK-nya. Terus dikonfirmasi ke atasan petugas parkir itu. Terus dibilang, tinggalkan KTP. Jadi penjaminnya itu cuma KTP. Karena jaminannya cuma KTP, jadi bayar parkirnya itu seikhlasnya."

Sayang, sejak kemarin, Catur tak bisa menggunakan sepeda motor listrik kesayangannya untuk beraktivitas. Ban belakang bocor terkena paku. Tapi dia begitu bersemangat saat diminta untuk menghidupkan motor listriknya. Sesaat mesin hidup, lampu berwarna berkelap-kelip di tiap sen. Mirip seperti gemerlap lampu di pohon Natal.

Irit dan Tak Berpolusi

Kelebihan lain menggunakan motor listrik, kata Catur, lebih irit dari sepeda motor berbahan bakar minyak. Jarak tempuh sekitar 50 kilometer ke Bogor, pengisian listrik diperkirakan cukup 2 ribu rupiah. Berjalan mulus, tanpa mencemari udara dengan asap.

Meski banyak kelebihan, kendaraan ramah lingkungan, ini belum jadi perhatian pemerintah. Tak seperti di Shanghai, Cina. Pemerintah setempat membuat aturan lokasi-lokasi tertentu yang tak boleh dilalui kendaraan berbahan bakar minyak. Aturan itu memaksa warganya untuk beralih menggunakan motor listrik. Begitu pun Singapura, yang menyediakan pom pengisian listrik khusus pengguna motor listrik.

Pengguna Motor Listrik, Fransisca Artha:  "Kalau sekarang, yang saya lihat di Jakarta itu lebih banyak motor daripada mobil. Ekonomis, murah. Sepeda motor juga bisa diambil dengan cara kredit. Kalau pemerintah mau, bisa digalakkan motor listrik. Karena, sekarang ibu-ibu mengantar anaknya pakai motor berbahan bakar minyak. Itu nambah polusi juga. Orang pergi ke kantor dekat-jauh pakai motor berbahan bakar minyak. Jadi kalau pemerintah mau, ya harus mendukung motor listrik dengan pom pengisian listriknya. Karena udara di Jakarta udah buruk."

Kini Komunitas Motor Listrik di Indonesia, masih berjuang mengenalkan keunggulan motor listrik ramah lingkungan lewat internet. Mereka menghimpun para pengguna motor listrik di Indonesia, untuk saling menyediakan pom pengisian listrik. Bila seorang pengguna sepeda kehabisan listrik di tengah jalan, maka bisa mengisi ulang di rumah pengguna motor listrik terdekat.

Pengguna Molis Bertambah Terus

Sementara itu, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta terus meningkat tiap tahun. LSM Pemerhati Lingkungan Walhi Jakarta mencatat, tiap hari pemesanan kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 800 unit. Kebijakan dari pemerintah untuk menyumbat permintaan kendaraan bermotor belum ada. Itu sebabnya, Direktur Walhi Jakarta, Ubaidilah tak heran Jakarta pernah menduduki kota dengan pencemaran udara terburuk ketiga di dunia. Penyumbang terbesar polusi udara atau sekitar 70 persen berasal dari kendaraan bermotor:  "Meski pun bahan bakar sekarang banyak dikonversi, juga dikurangi kadar bahayanya. Tapi, ini tak menjamin, kualitas di Jakarta jadi lebih baik. Karena, jumlah kendaraan terus meningkat dan tumbuh. Kalau diperhatikan, angka kendaraan bermotor tahun 2010 sudah 11 juta. Sudah melebihi jumlah penduduk Jakarta yaitu 9,6 juta. Artinya, sekarang ini, sudah bisa mencapai 12 juta unit kendaraan bermotor."

Elektrofahrrad
MolisFoto: dpa

Direktur Walhi Jakarta, Ubaidilah pun menyesalkan solusi kemacetan dengan pembangunan jalan yang terus meluas, serta mengorbankan taman kota. Seperti yang saat ini terjadi di Jalan Antasari, Jakarta Selatan. Pertumbuhan kendaraan bermotor yang tak terkendali dan penyempitan taman kota memperburuk kualitas udara di Jakarta.

Kepala Bidang Penegakan Hukum Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, Ridwan Panjaitan mengklaim, pemerintah sudah mengurangi pencemaran udara. Kata dia, proyek transjakarta sudah mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Selain itu, kata dia, proyek transportasi massal lainnya seperti monorail, segera dirancang:  "Kalau soal kemacetan, itu kan ada pola transportasi makro, yang saya sebutkan. Ada busway untuk program jangka menengah, kemudian ada MRT (jalan bawah tanah) dan monorail untuk jangka panjang. Itu yang akan dikembangkan untuk mengurangi kemacetan, bisa di bawah tanah. Kemudian di atasnya nanti ada monorail."

Molis Solusi Tepat

Namun, kondisi proyek transportasi massal yang sudah berjalan, seperti Transjakarta masih semraut. Mengantri puluhan meter dan jadwal keberangkatan sering molor. Ini membuat tak nyaman warga Jakarta. Pengguna Motor Listrik seperti Fransisca Artha pun memilih tetap menggunakan kendaraan pribadinya yang ramah lingkungan: "Orang-orang sekarang enggan menggunakan kendaraan umum. Intinya sih, saya usul kalau pemerintah buat saja dulu satu fasilitas pengguna motor listrik atau setidaknya gencar mengenalkan kalau ada kendaraan ramah lingkungan seperti motor listrik. Bisa jadi orang tak memilih sepeda motor listrik, karena mereka tak pernah tahu kalau motor listrik itu ada."

M.Irham

Editor : Ayu Purwaningsih