1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Islam-Phobie USA

9 Desember 2009

Jajak pendapat di berbagai negara Eropa menunjukkan, bahwa mayoritas warga Eropa juga ingin diberlakukan pelarangan pembangunan menara mesjid seperti di Swiss. Di Amerika Serikat, kaum Muslimnya lebih terintegrasi

https://p.dw.com/p/KyLd
Pusat budaya Islam di New YorkFoto: Omar Khalidi

Setelah sholat, mereka membantu sesama manusia. Setiap malam para pengusaha dan dokter Muslim di kota kecil Virginia membagi-bagikan kalkun panggang kepada orang Kristen yang tidak mampu membelinya. Kalkun panggang adalah makanan favorit pada masa sebelum Natal.

Bagi Khalid Iqbal, pengusaha asal Yemen, satu hal jelas, semua orang yang tinggal di negara ini adalah orang Amerika. Bagi laki-laki berusia 50 tahun, yang kondisi ekonominya baik ini, sudah wajar kalau ia memberikan sesuatu ke tetangga-tetangganya pada masa sebelum Natal dan ia tidak memandang agama mereka. “Islam mengajarkan kepada kami, untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan," ujar Iqbal

Khalid Iqbal bukanlah satu-satunya orang Muslim yang melakukan hal seperti ini. Banyak pendatang dan warga Muslim yang lahir di Amerika Serika jauh lebih maju secara ekonomi dibandingkan banyak warga non-Muslim

Kebanyakan orang Muslim di Amerika Serikat hidupnya cukup baik dan beintegrasi dalam masyarakat. Demikian dikatakan Reza Aslan, ahli agama dan sosiologi lulusan universitas elit Harvard. Memang kenyataannya, bukan saja 60 persen warga Muslim mempunyai pendapatan lebih tinggi dari rata-rata orang Amerika, namun tingkat pendidikan kebanyakan warga Muslim juga melampaui rata-rata. Ada satu fakta lagi, tambah Reza Aslan: “Sekitar 60 persen orang Amerika mengatakan, mereka belum pernah bertemu satu orang Muslim pun secara pribadi.“

Menurut Aslan, ini hampir tidak mungkin. Kemungkinan besar, mereka pernah bertemu orang Muslim waktu pergi ke dokter, karena banyak dokter di Amerika Serikat beragama Islam. Tingkat pendidikan dan pendapatan kaum Muslim di Amerika berbeda dengan kaum Muslim di Timur Tengah. Dan terutama berbeda dengan Eropa, demikian ditekankan Reza Aslan. Di negara-negara seperti Jerman, Swiss atau Perancis masyarakatnya masih mempunyai prasangka buruk terhadap komunitas-komunitas Muslimnya dan masih banyak yang takut terhadap Islam.

Memang sejak serangan 11 September, orang Islam di Amerika sering harus mengikuti proses interogasi berbelit-belit di bandar udara, berbeda dengan warga non-Muslim. Tetapi menurut hasil jajak pendapat Harian Washington Post, citra negatif komunitas Muslim Amerika Serikat tidak berubah selama delapan tahun terakhir. Sekitar 50 persen orang Amerika menganggap Islam sebagai seruan untuk berperang dan mereka melihat orang Muslim sebagai teroris. Masalah terbesarnya adalah ketidaktahuan dan ketidakpedulian. Misalnya, kebanyakan orang Amerika tidak tahu, bahwa ada mesjid di semua negara bagian dan ini terbuka bagi siapa saja. Farah Pandith, pendatang asal India, mengaku sering ditanya, apa sebenarnya arti menjadi Muslimah di Amerika.

Menurut Pandith, kaum Muslim di Amerika hidup jauh lebih bebas daripada di negara-negara lain. Menjadi orang Muslim dan orang Amerika secara bersamaan, tidak mempunyai potensi konflik, lanjut Pandith. Dan ini bukan hanya sejak presiden Barack Obama, yang bapaknya beragama Islam, mengundang warga Amerika dari berbagai agama ke gedung putih dalam perayaan lebaran lalu.

Ralph Sina/Anggatira Rinaldi
Editor: Hendra Pasuhuk