1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

220110 Afghanistan Friedensethik

22 Januari 2010

Di Jerman, perdebatan tentang tujuan dan fungsi penugasan militer Jerman Bundeswehr di Hindukush masih berlangsung sejak pernyataan Ketua Dewan Gereja Protestan Margot Käßmann, mengenai situasi buruk di negara itu.

https://p.dw.com/p/LdyU
Gambar simbol, pasukan Jerman Bundeswehr di Afghanistan

Menunjuk kepada etika dan moralitas agama, Käßman mengatakan, senjata tidak menciptakan perdamaian. Tapi bagaimana pandangan tentara Jerman sendiri, dan apa yang diharapkannya dari para tokoh, politisi dan sesama warganya.

Pastor Jonathan Göllner baru kembali dari Afghanistan. Selama empat setengah bulan, pembina rohani militer itu mendampingi tentara Jerman di Kundus. Ia menceritakan, "Setiap hari para tentara itu berada dalam situasi berbahaya. Di pihak lain mereka melihat kemiskinan rakyat, sebuah negara yang setelah penugasan pertama mereka masih belum bisa mandiri. Mereka mengalami, bagaimana upaya mereka kadang tak berguna, karena disabotase oleh serangan teror atau tindakan korup sejumlah politisi.“

Bila mereka mendengar bahwa penugasan mereka dipertanyakan, para tentara ini merasa dilukai secara pribadi. Membangun perdamaian tanpa senjata? Menurut Pastor Jonathan Göllner, di Afghanistan hal itu tidak realistis.

"Tentu saja program pembangunan kembali merupakan tujuan utama. Namun terbukti, bahwa pembangunan kembali tanpa perlindungan militer itu tidak mungkin. Hal itu sudah berulang kali dialami para tentara. Karena itu, baik program sipil untuk dengan lebih baik dan dukungan dari masyarakat lebih besar," dijelaskan Pastor Jonathan Göllner.

Hal serupa dikatakan juga oleh Achim Wohlgethan, mantan tentara yang membukukan pengalamannya dan lewat internet masih berhubungan langsung dengan para tentara di lapangan. "Secara umum para tentara itu tak mengerti kenapa di Jerman berlangsung perdebatan antara pihak-pihak yang sebenarnya tak mengerti situasinya. Seperti, anggota parlemen, tokoh berbagai lembaga yang bahkan tak pernah ke lapangan. Mereka bilang, datanglah ke mari, pakai helm dan ikut patroli bersama kami.“

Menurut Wohlgetan, yang biasanya terjadi dalam acara-acara kunjungan, para politisi dan tokoh mengunjungi kamp-kamp tentara, berbicara sekedarnya dengan tentara yang mungkin sudah mendapat petunjuk khusus dari petugas hubungan publik dan media. Pandangan mereka akan terbentuk dari informasi yang disediakan, tapi tidak akan mengalami situasi bahaya seperti yang dihadapi tentara.

Meski begitu, Wohlgethan menilai positif perdebatan yang berlangsung di Jerman kini, karena sudah mengarah ke hal yang setiap hari dipertanyakan oleh tentara di lapangan, yakni, untuk apa dan apa yang ingin dicapai dengan penugasan pasukan Jerman di Afghanistan. Apakah tak ada penjadwalan mengenai apa yang akan dicapai. Sementara, pihak gerejapun mengakui bahwa yang digulirkan adalah pertanyaan mengenai moralitas perang dan bukan upaya mengatur kebijakan politik.

Brigitte Lehnhoff / Edith Koesoemawiria
Editor: Ayu Purwaningsih