1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Militer Mesir Siap Mati

3 Juli 2013

Komandan Angkatan Bersenjata Mesir, Rabu (3/7) mengatakan militer siap mati untuk membela rakyat melawan para “teroris“ dan ekstrimis, setelah presiden Mohamed Mursi menolak ultimatum dan tekanan untuk mundur.

https://p.dw.com/p/191Az
Foto: dapd

Komandan Angkatan Bersenjata Mesir, hari Rabu (3/7) mengatakan militer siap mati untuk membela rakyat melawan para “teroris“ dan ekstrimis, setelah presiden Mohamed Mursi menolak ultimatum tentara dan tekanan publik yang meminta dia untuk mundur.

Pernyataan itu diposting pada halaman Facebook yang terkait dengan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata yang dikepalai Komandan Angkatan Bersenjata Abdel Fattah al-Sisi.

“Komandan jenderal angkatan bersenjata mengatakan bahwa lebih terhormat bagi kami untuk mati daripada melihat rakyat Mesir diteror atau diancam,“ kata pernyataan yang diberi judul “Jam-jam Terakhir“.

“Kami bersumpah kepada Tuhan bahwa kami akan mengorbankan darah kami untuk Mesir dan rakyatnya melawan semua teroris, ekstrimis dan kebodohan,“ isi pernyataan itu mengutip Komandan Militer.

Pernyataan itu dikeluarkan hanya beberapa jam setelah Mursi menolak ultimatum militer yang menyerukan kepada dia untuk mencari jalan keluar dari krisis politik yang sedang terjadi hingga hari Rabu ini, atau dia akan berhadapan dengan peta jalan untuk keluar dari krisis sebagaimana yang telah disusun kelompok militer.

Tekanan Sekutu Dekat

Sementara itu kelompok Islamis garis keras al-Gamaa al-Islamiya yang merupakan sekutu dekat rezim, menginginkan agar Mursi menyerukan pemilihan presiden yang dipercepat untuk menghindari pertumpahan darah dan kudeta militer. Demikian pernyataan anggota senior kelompok itu Tarek al-Zumar.

Gamaa Islamiya, yang merupakan salah satu kelompok bersenjata sekutu Mursi yang tersisa, telah menyarankan Kepala Negara untuk mempercepat pemilu presiden. Pernyataan itu mereka sampaikan dua hari setelah militer mengeluarkan batas waktu bagi penyelesaian politik untuk menyelesaikan konflik.

“Perpindahan(kekuasaan-red) secara konstitusional dan damai akan mengurangi pertumpahan darah,“ kata Zumar sambil menambahkan bahwa langkah itu juga akan melindungi konstitusi yang telah disahkan Desember lalu.

Dia mengatakan bahwa pernyataan militer itu kelihatannya adalah sebuah tanda kudeta, tapi itu bisa dihindari jika presiden memutuskan untuk menggelar referendum tentang pemilihan presiden yang dipercepat.

ab/hp (afp,dpa,rtr)