1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Israel Balas Menyerang Iran di Suriah

10 Mei 2018

Aksi balasan atas penembakan roket Iran di wilayah Israel dijawab penyerangan “belasan“ fasilitas militer Iran di Suriah. Konfrontasi kedua negara itu disebut sebagai serangan terbesar sejak perang Timur Tengah 1967.

https://p.dw.com/p/2xTkz
Syrien Raketen über Damaskus
Foto: picture-alliance/AP Photo/Syrian Central Military Media

Pasukan Pertahanan Israel mengatakan telah menyerang "belasan" fasilitas militer Iran di Suriah sebagai jawaban atas sekitar 20 roket yang ditembakkan Garda Revolusi Iran ke Dataran Tinggi Golan, wilayah Israel yang direbut dari Suriah dalam perang Timur Tengah 1967. Fasilitas yang menjadi target Israel di antaranya tempat penyimpanan senjata, areal logistik dan pusat inteligen yang digunakan elit militer Iran di Suriah.

Kantor berita Suriah SANA mengabarkan misil-misil Israel menghantam pertahanan udara serta gudang senjata di provinsi Suweida, namun sebagian besar roket dapat digagalkan. Suara ledakan misil Israel dan tembakan serangan dari Suriah terdengar selama lebih dari lima jam dan berakhir Kamis subuh (10/05).

Serangan Israel tersebut tercatat sebagai aksi terbesar yang pernah terjadi di Suriah pasca perang sipil merebak tahun 2011. Televisi Iran menyebutkan serangan tersebut sebagai peristiwa yang ”belum pernah terjadi sebelumnya" sejak perang Timur Tengah tahun 1967. 

Ultimatum Israel

Menteri Pertahanan Israel, Avigdor Lieberman pada Konferensi Herzliya, pertemuan keamanan tahunan di utara Tel Aviv, menyebutkan akan merespon secara tegas setiap aksi Iran berikutnya.

"Kami tidak akan membiarkan Iran mengubah Suriah menjadi garda terdepan melawan Israel. Ini adalah kebijakan yang sangat jelas, dan kami bertindak berdasarkan kebijakan ini," ujar Lieberman. "Kami, tentu saja, menghancurkan hampir seluruh infrastruktur Iran di Suriah, dan mereka perlu mengingat keangkuhan mereka…Saya harap kami akan mengakhiri bab ini dan semua orang mengerti."

Beberapa bulan terakhir, Israel kerap memperingatkan tidak akan menerima kehadiran militer Iran secara permanen di Suriah. Israel khawatir bahwa ketika perang sipil di Suriah mulai berakhir, Iran dan puluhan ribu milisi Syiah akan mengalihkan fokus mereka ke Israel. Sejak konflik terjadi di Suriah, Iran mendukung Presiden Suriah Bashar Assad secara terang-terangan dengan mengirim ribuan pasukannya untuk mendukung rezim tersebut.  

Selama konflik Suriah terjadi, Israel selalu berada di sisi luar perbatasan dan mengaku tidak ingin terlibat langsung. Namun belakang mengakui, selama tujuh tahun terakhir telah melakukan lebih dari 100 serangan udara yang sebagian besar diarahkan untuk menyerang pengiriman senjata Iran yang diduga terkait dengan kelompok militan Hizbullah. Selama beberapa minggu terakhir Iran juga gencar menuduh Israel melakukan serangkaian serangan mematikan terhadap militer Iran di Suriah, dan bersumpah untuk membalas dendam. 

Akankah ketegangan memuncak di Timur Tengah?

Letnan Kolonel Jonatan Conricus, juru bicara militer, mwnyebutkan Israel tidak ingin meningkatkan ketegangan di Suriah, meski demikian seluruh pasukan bersiaga penuh di perbatasan. "Jika ada serangan berikutnya dari Iran, kami akan bersiap untuk itu," ungkapnya.

Sementara itu, serangan balik dari Iran tampaknya terbatas. Kekuatan militer Iran di Suriah tidak sebanding dengan pasukan Israel yang dilengkapi dengan senjata berteknologi tinggi. Iran saat ini perlu mewaspadai keterlibatan militer ketika di waktu yang sama berusaha untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir internasional.

Israel menganggap Iran sebagai musuh paling sengit, dengan mengutip retorika permusuhan Iran, yang mendukung kelompok militan anti-Israel dan pengembangan rudal jarak jauh. Keputusan Presiden Donal Trump untuk menarik diri dari perjanjian nuklir internasional dengan Iran, dengan dukungan dari Israel, semakin meningkatkan ketegangan.

ts/ (AP)