1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Penjualan Senjata Api Ringan Meningkat di Jerman

2 Februari 2018

Sebagian warga Jerman merasa situasinya kini kurang aman. Secara bersamaan, jumlah pembelian senjata api ringan bertambah. Pakar berpendapat, bertambahnya pemilik senjata justru cenderung berdampak negatif.

https://p.dw.com/p/2s0GB
Deutschland Kleiner Waffenschein
Foto: picture-alliance/dpa/J.-P. Kasper

Jumlah orang Jerman yang memperolehizin kepemilikan senjata meningkat dalam dua tahun terakhir. Pada bulan Januari 2016, hanya di bawah 301.000 orang memiliki izin semacam itu; Desember 2017 ada lebih dari 557.000.

Penjual senjata mengatakan bahwa senter khusus bela diri, stun gun, dan semprotan gas laku terjual. Kursus bela diri juga semakin populer.

Persepsi keselamatan

Hasil jajak pendapat Januari 2017 menunjukkan bahwa mayoritas warga Jerman merasa aman. Namun sekitar 25 persen dari populasi merasa adanya persepsi yang meningkat bahwa negara ini tidak aman lagi. Survei yang dilakukan oleh lembaga penelitian opini Infratest dimap, menunjukkan bahwa 23 persen orang Jerman merasa "cukup tidak aman" atau "sangat tidak aman." Sekitar 32 persen merasa "kurang aman" dibandingkan dua tahun sebelumnya. Lebih dari dua pertiga menyatakan bahwa "tidak banyak yang berubah" bagi mereka.

Dina Hummelsheim-Doss, seorang peneliti sosiolog dan kriminologi, menduga bahwa kebanyakan orang tidak memperhatikan adanya perubahan dalam persepsi keselamatan di Jerman. "Dalam hal kekerasan misalnya, hanya sedikit orang Jerman yang merasa terancam dalam kehidupan sehari-hari," katanya pada DW. "Hampir tidak ada penelitian yang ilmiah tentang hal ini. Namun, salah satu studi awal menunjukkan bahwa perasaan tidak aman di Jerman telah meningkat sedikit."

Meski demikian, survei Infratest dimap menunjukkan bahwa banyak warga sudah mengambil sejumlah tindakan pencegahan. Sepertiga dari responden polling tersebut mengatakan bahwa mereka menghindari jalan-jalan tertentu di malam hari. Hampir dua pertiga mengatakan bahwa mereka memiliki sejenis senjata untuk melindungi diri mereka sendiri.

Peran media

Bertambahnya minat membeli senjata ringan bersamaan dengan masa Jerman mulai menerima lebih banyak pengungsi. Saat ditanya oleh Infratest dimap kelompok mana yang paling mereka takuti, hampir sepertiga responden mengatakan "orang asing dan pengungsi." Kelompok kedua yang paling ditakuti, "neo-Nazi dan ekstremis sayap kanan," tertinggal 13 persen.

Meskipun demikian, Hummelsheim-Doss menekankan bahwa masih belum jelas apa dampak imigrasi terhadap rasa aman masyarakat. "Perkembangan ini kebanyakan disampaikan di media," katanya. "Biasanya, masyarakat mendapat informasi dari media tanpa bisa menilai sendiri masalah apa yang dihadapi Jerman secara keseluruhan. Tapi tentu saja tidak dapat dikesampingkan bahwa perkembangan sosial - seperti imigran - menyebabkan ketakutan. Apakah ini dapat dibenarkan adalah masalah yang sama sekali berbeda. "

Lebih banyak senjata, justru kurang aman?

Jadi apakah memiliki senjata menjamin tingkat keamanan yang lebih tinggi? Menurut ahli kriminologi dan pengacara Arthur Kreuzer, jawabannya adalah "tidak."

"Dalam situasi psikologis yang ekstrem, banyak orang menggunakan senjata api dan menembak diri mereka sendiri atau orang lain," katanya pada sebuah ceramah di Universitas Kepolisian Jerman bulan Juli 2017. "Jika tidak menggenggam senjata, beberapa kasus bunuh diri spontan atau pembunuhan tanpa disengaja dapat dihindari. . "

Apalagi, tambahnya, peningkatan kepemilikan senjata telah meracuni iklim koeksistensi. "Mentalitas senjata adalah menyebar ketidakpercayaan, ketakutan semakin meningkat, kepercayaan terhadap keamanan publik berkurang dan otoritas tunggal negara dalam memberlakukan perintah," kata Kreuzer.

Itulah sebabnya Hummelsheim-Doss percaya bahwa sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa orang Jerman merasa tidak aman. Ini biasanya terkait dengan kejahatan itu sendiri. "Kami tahu bahwa ketakutan akan kejahatan selalu sangat terkait dengan ketakutan lainnya," katanya. "Kejahatan selalu merupakan proyeksi masalah sosial, oleh karena itu kebijakan kejahatan harus lebih fokus pada masalah sosial masyarakat."

Kersten Knipp (vlz/ap)