1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menjaga Rumah Gorilla

20 September 2011

Bila di negara-negara lain sibuk setengah mati mengatasi pembalakan dan pencurian hasil hutan, maka di Kongo dikembangkan pengelolaan regenerasi hutan yang bertanggungjawab. Bagaimana polanya?

https://p.dw.com/p/12csg
Gorilla di KongoFoto: AP

Melewati lebatnya hutan di Kongo, setengah  jam lamanya waktu yang diperlukan Ambroise untuk mencapai lokasi kerjanya. Bersama dua rekannya ia berhadapan dengan hutan raksasa yang menjadi habitat kayu-kayu merah yang kokoh.

Urwald Kongos
Hutan KongoFoto: picture-alliance/dpa

Sembilan tahun lamanya, Ambroise bekerja sebagai penebang kayu di bawah naungan IFO, atau Industri Perkayuan Kongo Utara.

Ambroise menjabarkan cara kerjanya „Ketika kami tiba di kaki pohon ini, pertama-tama kami memotong-motong dahan dan rantingnya. Kami ingin mengetahui dulu, bagaimana dan kemana batang akan tumbang. Kami berdiskusi dan ketika kami bisa mengarahkan kemana jatuhnya pohon, kawan saya membuka jalan dengan menebas belukar. Baru kemudian saya mulai menumbangkan pohonnya.“

Regenwald im Kongo
Regenwald im KongoFoto: dpa

Aturan penebangan dipatuhi oleh Ambroise sebagai bagian dari rencana pengelolaan yang digariskan oleh hukum di Kongo. Rencana pengelolaan itu, meliputi dimana dan bagaimana produk hutan yang boleh diambil. Tujuannya, agar penebang pohon tidak mengambil kayu yang masih bisa tumbuh. Sehingga kelestarian hutan tetap terpelihara.

Salah satunya dengan program  “Pengurangan Dampak Penebangan Pohon”.  Jean-Philippe Spitaels mendidik para penebang pohon: “Konsepnya adalah sebaik mungkin dalam memilih pohon yang akan ditebang.  Kita harus mengurangi dampak kerusakan hutan dan menghindari bahaya. Dengan bantuan spesialis teknik penebangan pohon kami mencoba untuk seminimal mungkin menghambur-hamburkan kayu.  Penebangan direncanakan seksama. Pepohonan, yang bibit-bibitnya penting bagi hutan, kami biarkan tidak boleh ditebang. Sedangkan pepohonan yang ditebang, arah jatuhnya kami sesuaikan. Kami letakkan di sungai, lahan basah dan zona penynagga.  Kesemuanya kami lakukan demi keberlanjutan masa depan hutan.”

Gorillas im Lefini Nationalpark Republik Kongo
Gorilla di Taman Nasional Republik KongoFoto: UNESCO/Ian Redmond

Hanya 0,5 hingga 0,6 pohon per hektar yang boleh ditebang.  Itu artinya hanya satu pohon yang boleh ditebang dalam zona dua kali luas lapangan bola. Konsesi hutan IFO secra keseluruhan – lebih dari 1,1 juta hektas – dibagi dalam 30 zona.  Setiap tahunnya hanya dari satu zona ini yang boleh ditebang. Dengan sistem tebang kolektif dan terawasi ini, maka kerusakan hutan dapat dibatasi.

Konsep sistem tebang pilih ini baik bagi fauna yang terancam punah keberadaannya. Diperkirakan di hutan ini terdapat sekitar 36 ribu gorila yang hidup di kawasan konsesi IFO.  Jumlah ini merupakan sepertiga dari  seluruh gorila yang ada di Afrika Tengah.  Jumlah gorilla ini dapat tetap stabil sepanjang penebangan hutan dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab.

BdT Kongo Berggorilla Mutter und Baby
Ibu dan anak gorilaFoto: AP

Gervais  Itsoua Madzous yang bekerja untuk organisasi lingkungan WWF Kongo mengatakan: „Kami harus mengakui bahwa kenyataannya, IFO yang terletak di taman nasional ini, yakni disamping Taman Odzala Koukoua – telah berkembang ke arah yang menguntungkan.  Perusahaan kayu memastikan perlindungan satwa.  Waktu di sini belum ada IFO, kelompok-kelompok pemburu mencari gading gajah dan satwa yang terancam punah keberadaannya.  Mungkin malah taman nasional ini tidak lagi ada. Berkat IFO langkah-langkah penting dilakukan. Sebuah patroli anti pemburu yang dikenal dengan sebutan Ecogards diluncurkan. Mereka benar-benar  dapat membuat takut pemburu.“

Kongo Gorillas
Damai di rumahnya, hutan di KongoFoto: DW

Meski demikian, pecinta lingkungan juga mengetahui bahwa apa yang dilakukan perusahaan kayu juga menimbulkan masalah mendasar. Misalnya mereka membangun jalanan-jakanan di wilayah yang dulunya sukar terjangkau, sebagai sarana transportasi kayu. Di lain pihak, jalanan-jalanan inipun dimanfaatkan oleh kaum pemburu.

Namun demikian, sistem tebang yang bertanggungjawab sebaik mungkin dilakukan. Perusahaan kayu besar membuka jalan bagi perekonomian. Sebagaimana Ambroise, terdapat sekitar 1000 penebang kayu di bawah naungan IFO.  Di kota kecil Ngombe, warga hidup secara langsung maupun tidak langsung dari bisnis kehutanan. Dan hal itu tak buruk.  Mereka bisa memperoleh pemasukan tiga kali lipat dari upah minimum regional. Perusahaan kayu juga membangun rumah sakit dan sekolah – sekolah.  Ambroise menyerukan agar konsumen kayu Eropa, membeli kayu dengan memperhatikan label serifikasi FSC. Slogannya ‚saya tahu apa yang saya lakukan', demikian ditekankannya: „Kami melindungi hutan. Meskipun kayu ditebang, mereka masih bisa beregenasi dengan baik. Dan bila kita usai mengerjakannya, pohon-pohon itu masih terus tumbuh.“

Carine Debrabandère / Ayu Purwaningsih

Editor : Dyan Kostermans