1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menghindari Kewajiban Bersekolah, Keluarga Jerman Ajukan Suaka Politik

28 Januari 2010

Keluarga Romeike tidak ingin anaknya mendapatkan pendidikan di sekolah umum, melainkan di rumah. Namun hal tersebut dilarang di Jerman. Oleh sebab itu keluarga Romeike mengajukan permohonan suaka politik ke AS.

https://p.dw.com/p/Lj16
Keluarga Romeike
Keluarga RomeikeFoto: AP

Damaris, Christian, Joshua, Lydia, dan Daniel memulai hari sekolah mereka dengan membaca Alkitab, berbahasa Inggris. Kelima anak Romeike, berusia antara tiga hingga 11 tahun duduk di depan meja kayu di ruangan makan rumah mereka yang kini berubah fungsi sebagai kelas.

Daniel dan Lydia sempat menghabiskan beberapa tahun di sekolah umum di kota Bissingen, negara bagian Baden Württemberg, Jerman. Namun dalam beberapa tahun tersebut, perangai mereka berubah, demikian dijelaskan sang ibu, Hannelore Romeike. Kedua anaknya berubah menjadi pendiam dan pemalu. Ternyata, ada anak laki-laki di sekolah yang berbuat kasar pada mereka.

"Dia juga melempar dengan batu, dan juga melempar Daniel dengan batu, kena hidungnya dan berdarah. Tapi ada juga anak-anak lain, tidak hanya dia, dan mereka berkelahi sedemikian rupa sehingga gigi yang tidak goyah pun ikut lepas," ungkap Lydia, menceritakan kejadian di sekolahnya.

Hannelore dan Uwe Romeike kemudian sepakat untuk mengajar anak-anaknya di rumah. Lydia mengaku, kini dirinya senang karena tidak perlu takut terhadap anak-anak lain.

Keluarga Romeike juga punya banyak alasan lain mengapa mereka tidak mengirimkan anak-anaknya ke sekolah umum. Di rumah, suami istri Romeike dapat menyesuaikan bahan pelajaran dengan kecepatan pemahaman dan kemampuan anak-anaknya. Selain itu, keluarga Romeike ingin anak-anaknya dibesarkan dalam nilai-nilai kekristenan. Pasangan Romeike ingin isi Alkitab menjadi pedoman di setiap pengajaran mata pelajaran.

Namun keputusan itu berakibat fatal. Kepala keluarga Romeike, Uwe, bercerita, "Pada suatu pagi kami bangun agak telat dan praktis dibangunkan oleh polisi. Awalnya saya tidak membukakan pintu. Saya pikir, mereka akhirnya pergi, namun mereka terus mengetuk pintu. Mereka juga mengancam akan membobol pintu. Mereka akhirnya memang menjebol pintu, mengambil tas sekolah dan membawa anak-anak saya ke sekolah. Istri saya kemudian menjemput mereka pada jam istirahat. Itulah hari sekolah mereka."

Ketakutan keluarga Romeike memuncak. Hannelore Romeike menunjukkan surat yang diterima saudara perempuannya dari pemerintah Jerman. Saudara perempuan Hannelore diancam denda 50 ribu Euro dan pencabutan hak asuh anak-anaknya jika dia tetap mengajarkan anak-anaknya di rumah.

Akhirnya, pada Agustus 2008 keluarga Romeike mengepak koper dan berangkat ke Amerika Serikat. Di sana, mereka mendapatkan dukungan dari HSLDA, sebuah lembaga bantuan hukum yang menangani keluarga yang memberikan pendidikan formal anak-anak di rumahnya.

Di Amerika Serikat, orangtua diizinkan melakukan kegiatan mengajar dan belajar di rumah. HSLDA juga punya pengacara pembela dan mengajukan permohonan suaka politik untuk keluarga Romeike.

Ahli hukum HSLDA Mike Donnelly menjelaskan, "Kami meyakini bahwa keluarga Romeike dari Jerman tergolong dalam kelompok masyarakat khusus. Dan mereka merasa ketakutan karena diancam hukuman denda 50 ribu Euro, diancam hak asuh mereka atas anak-anaknya akan dicabut dan diancam hukuman penjara."

Hakim Lawrence Burman di pengadilan kota Memphis, Tennessee, beberapa hari lalu mengabulkan permohonan suaka politik keluarga Romeike.

Alasan hakim adalah, “Orang-orang yang ingin memberikan pendidikan formal anak-anaknya di rumah, merupakan kelompok sosial khusus, yang berusaha ditekan pemerintah Jerman. Keluarga ini punya ketakutan yang logis karena diancam hukuman. Makanya mereka mengajukan permohonan suaka politik dan pengadilan mengabulkan permohonan mereka.“

Christina Bergmann/Luky Setyarini

Editor: Asril Ridwan