1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Memburu Antik Cina di Eropa

12 Juli 2011

Barang-barang antik yang menarik asli dari Cina kini dilelang di Eropa. Warga Cina pun harus terbang sekitar 10 jam untuk mendapatkannya.

https://p.dw.com/p/11thc
Foto: Gemeentemuseum Den Haag

Juru lelang menyebut harga tawar barang mulai dari 700 naik ke 750 dan terdengar ketukan palu sebagai persetujuan pada harga 750. Henrik Hanstein, sang juru lelang mensahkan pembelian sebuah lukisan bertinta Cina dengan gambar ranting berbunga dan selada seharga 750 Euro kepada seorang perempuan asal Shanghai.

Lukisan hitam putih bertinta Cina dari dinasti Tang, mangkuk-mangkuk perak berukir, piring-piring berumur 300 tahun memenuhi ruang lelang yang terang seolah menunggu pemilik baru. Wajah-wajah Asia yang hampir setengah dari jumlah pengunjung di rumah lelang itu nampak mendiskusikan kualitas barang-barang seni yang dilelang.

Suasana itu bisa membuat pengunjung lain berpikir, mereka berada di sebuah rumah lelang di Bangkok atau Hongkong. Hanya juru lelang yang berbahasa Jerman dan nama rumah lelang itu Lempertz yang mengingatkan bahwa lelang itu berlangsung di Jerman.

Asiatische Kunstauktion Lempertz
Rumah Lelang LempertzFoto: DW

Sekali dalam setahun, Henrik Hanstein, pimpinan rumah lelang Lempertz menyenggarakan lelang barang-barang seni dari Asia. Hampir 95 persen barang-barang yang dilelang dibeli oleh orang Cina.

Henrik Hanstein menjelaskan, 'Cina adalah salah satu bangsa yang memiliki budaya tua yang luar biasa. Pada masa Mao banyak dari barang-barang antik seni produksi negara itu sendiri yang rusak atau dibawa keluar Cina lebih dari 100 dan 200 tahun lalu . Masyarakat Cina sekarang punya banyak uang dan mereka terbang ke Eropa untuk membeli kembali barang-barang antik itu. Di Cina, barang-barang berharga itu banyak dipalsukan dan nampak sangat mirip. Jadi bila orang membelinya di Eropa, barang itu bisa dibuktikan keasliannya dan mereka merasa punya jaminan akan keasliannya.'

Karenanya, pria bernama Meng, sengaja terbang dari Beijing ke kota Köln. Dia ingin mendapatkan lukisan karya pelukis bernama Huang Zhou dan membawanya pulang. Lukisan bergambar keledai dari pelukis itu sangat masyhur.

Tuang Meng bercerita, '.... Pemilik lukisan-lukisan ini orang Jerman yang pernah dua kali melakukan perjalanan budaya ke Cina. Dalam kunjungannya, dia berkenalan dengan banyak pelukis dan membawa pulang ke Eropa beberapa karya lukis. Dari situ orang bisa yakin, sumbernya cukup meyakinkan. Saya tahu pasar barang antik di Cina dan tahu berapa harga lukisan itu dijual di Cina. Jadi bila lukisan itu saya beli di negara lain, saya siap membayar lebih mahal daripada masyarakat di negara itu.'

Namun Meng bukan calon pembeli tunggal karya lukis Huang Zhou yang bergambar dua gadis dan seekor keledai itu. Sebelum mengetukkan palu, Henrik Hanstein mengulang pertanyaannya, '180 ribu. Ya saya tahu, dia hanya bisa bahasa Cina. Tapi anda, anda bisa bahasa Jerman? Baguslah, dia bisa bahasa Jerman. 180 ribu, 190 ribu, kesempatan terakhir.' Palu diketuk.

Chinesische Stauetten
Foto: AP

'Milikku!' Terdengar suara pelan namun senang dari seorang perempuan muda di ruangan itu. Bagai tanpa pikir panjang perempuan muda itu membeli lukisan bertinta Cina dengan ukuran satu meter kuadrat seharga 190 ribu Euro. Diiringi senyum puas perempuan muda itu mengucapkan selamat melalui telepon genggam kepada pembeli lukisan itu yang ternyata tidak berada di ruangan saat pelelangan berlangsung.

Perempuan muda itu berfungsi sebagai makelar yang mendapatkan komisi jika berhasil mendapatkan barang yang diinginkan pembeli sebenarnya. Kini kian banyak pembeli perantara yang mengikuti pelelangan. Demikian dikatakan Meng. Orang-orang kaya Cina biasanya tidak punya waktu atau tidak ingin dikenal maka mereka mengirim pembeli perantara yang bisa berbahasa Inggris ke pelelangan-pelelangan seperti di London, Paris atau di kota Köln. Akibatnya makin sulit membeli karya seni dengan harga murah, lanjut Meng.

Ditambahkannya, '.....Kondisi aktual perekonomian di Cina saat ini tidak stabil. Mata uang Yuan layaknya kertas tak berharga. Semakin banyak orang kaya Cina menginvestasi uang mereka dalam bentuk porselan antik atau lukisan. Karya seni berharga bagi mereka tidak hanya sebagai koleksi melainkan seperti simpanan, mata uang baru.'

Pelelangan berjalan terus. '70.000......', ketukan palu kembali terdengar. Sekali lagi begitulah suasana pelelangan yang menyebut harga 70 ribu. Harga yang harus dibayar Meng yang kurang beruntung mendapatkan lukisan. Namun pada ketukan 70 ribu Euro, Meng paling tidak berhasil membawa pulang sebuah vas bunga antik. Vas bunga itu dikatakannya telah lebih dari 200 tahun berada di negara asing dan kini kembali tidur di rumahnya, di Beijing.

Shenjun Liu/Rara Tauchmann
Editor: Edith Koesoemawiria