1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Flüchtlingslager EU

5 Februari 2009

Angan-angan yang berubah menjadi mimpi buruk - migran gelap yang mencoba masuk Eropa kerap bernasib sial. Hari Kamis (05/02) Parlemen Eropa di Strassburg meluncurkan resolusi mengenai kamp penampungan pendatang ilegal.

https://p.dw.com/p/GnoH
Penghuni kamp di Lampedusa unjuk rasaFoto: picture-alliance / dpa

Jorok, tidak ada layanan kesehatan dan status pendampingan hukum yang rancu - situasi ini kerap ditemui di kamp penampungan bagi migran gelap yang mencoba masuk Eropa. Wakil Ketua Parlemen Eropa Martine Roure secara khusus menyoroti situasi psikis para penghuni kamp:

"Sering kali tidak ada layanan psikologis. Ini adalah masalah serius, orang-orang ini melewati penderitaan hebat dan jiwanya labil. Tak hanya itu, sepertiga negara anggota tak dapat memberikan layanan medis yang memadai bagi mereka."

Resolusi Parlemen Eropa mengenai kamp penampungan tidak merujuk langsung pada negara tertentu. Karena inti resolusi ini bukan untuk saling menuding, demikian ditandaskan wakil ketua parlemen Eropa. Kenyataannya, negara-negara di Eropa Selatan dan Timurlah yang harus menahan arus warga pendatang. ´

Contohnya Yunani. Karena letak geografisnya, negara ini sering menjadi tempat mendarat manusia perahu dari Asia. Kamp penampungan di Yunani sudah penuh melebihi kapasitasnya. Padahal, sebuah kamp penampungan modern baru saja dibuka di Pulau Samos, dua tahun lalu. Anggota Parlemen Eropa asal Yunani Ioannis Varvitsiotis

"Memang betul. Di masa lalu, kamp-kamp itu hampir tidak layak huni. Tapi kami mencoba untuk menangani masalah ini. Misalnya dengan membangun gedung baru yang dilengkapi sistem sanitasi. Selain itu, dengan merekrut dokter untuk para pendatang."

Negara Eropa lain yang juga dibanjiri pendatang gelap adalah Italia. 1.200 pengungsi berjejal di sebuah kamp di Pulau Lampesuda. Padahal, kamp ekstradisi ini hanya diperuntukkan bagi 800 orang. Pemerintah Italia memberlakukan keadaan darurat dan menyalahkan Uni Eropa karena kebuntuan situasi ini. Sebaliknya, Parlemen Eropa beranggapan pemerintah di Romalah yang memikul tanggung jawab terbesar. Anggota Parlemen dari kubu kiri Giuso Catania:

"Pemerintahlah yang menyebabkan situasi darurat ini. Pemerintah yang memutuskan untuk menahan semua pendatang ilegal di Lampedusa untuk memudahkan pemulangan mereka. Tapi itu hampir tidak mungkin karena 75 persen di antaranya mengajukan suaka."

Jaques Barrot, komisaris Uni Eropa yang bertanggung jawab untuk urusan migrasi menjanjikan dana bantuan bagi negara yang bersangkutan.

Namun, masalah pendatang ilegal dan pengungsi tak akan selesai dengan hanya mengandalkan uang. Parlemen Eropa mendesak dibentuknya 'instrumen solidaritas baru' untuk meringankan beban negara Eropa Selatan dan Timur. Wakil Ketua Parlemen Eropa Martine Roure mengusulkan peluncuran satu politik imigrasi untuk seluruh Eropa.

"Ini bukan soal uang saja. Masalah utamanya adalah menyebar para pengungsi yang mendarat di selatan dan timur Eropa ke seluruh anggota Uni Eropa. Walau Malta menerima lebih banyak dana dari Uni Eropa, tetap saja negara itu tak mampu menangani 2.000 pendatang dari negara lain. Karena itu saya kira satu kebijakan untuk seluruh Eropa jauh lebih penting daripada uang." (zer)