1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Marsinah Yang Hilang dan Terus Menghantui

8 Mei 2018

Kasus pembunuhan terhadap aktivis buruh, Marsinah, seperempat abad silam terancam menghilang dan dilupakan. Bahkan Istana Negara mengaku "sulit" mengungkap kasus pelanggaran HAM tersebut.

https://p.dw.com/p/2xMUu
Mehrere herablaufende Bluttropfen
Foto: picture-alliance/dpa/CHROMORANGE/M. Memminger

Selama 25 tahun kasus pembunuhan terhadap aktivis buruh, Marsinah, berada di jalur buntu tanpa jejak. Kini tragedi yang sempat membuat gempar Indonesia itu terancam dilupakan. Istana Negara sendiri mengakui bahwa kasus Marsinah "yang melewati berbagai zaman ini memang sulit," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kepada KBR.

"Pergantian-pergantian pemerintahan, bukan berarti ada sebuah perbedaan hukum. Intinya ya balik lagi, bahwa tidak mungkin presiden mengintervensi hukum," imbuhnya lagi.

Marsinah mati setelah memperjuangkan nasib teman-temannya yang menuntut kenaikan upah sesuai arahan Gubernur Jawa Timur. Saat itu ia giat memimpin unjuk rasa dan mengadvokasi rekan buruh di pabrik arloji milik PT Catur Putera Surya. Namun ketika pihak perusahaan setuju menaikkan upah, Marsinah justru menghilang diculik orang. Jenazahnya ditemukan pada 9 Mei 1993.

Menurut hasil autopsi Marsinah sempat mengalami penyiksaan berupa pemukulan dan pemerkosaan sebelum meregang nyawa.

Perempuan yang saat itu berusia 24 tahun tersebut terakhir kali tercatat membela 13 buruh PT CPS yang ditangkap di Komando Daerah Militer Sidoarjo. Kodim Sidoarjo pula yang kemudian menangkap dan menyiksa sembilan pegawai PT CPS yang menjadi tersangka pelaku pembunuhan agar menyetujui Berita Acara Pidana (BAP) yang telah disusun sebelumnya. 

"BAP itu dibuat dengan paksaan dan siksaan, sehingga saya tidak berdaya dan terpaksa menandatangani. Tapi sekali lagi saya tegaskan, bahwa itu tidak benar," kata salah seorang terdakwa, Suwono, seperti dilansir koran Kompas edisi Jumat 18 Februari 1994. Kuasa hukum Yudi Susanto, bekas Direktur PT CPS yang menjadi tersangka utama bahkan menuding adanya rekayasa aparat Kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.

Saat mencoba mendatangi Kodim Sidoarjo buat mencari informasi tambahan, wartawan harian Merdeka baru-baru ini mendapat jawaban datar, "mereka sudah tak ada lagi di sini. Sudah pensiun," kata anggota yang bertugas.

Perkara serupa dihadapi Komisi Nasional Hak Azasi Manusia. Meski telah menetapkan pembunuhannya sebagai pelanggaran HAM, Komnas mengaku masih harus menggali berkas lama untuk mempelajari ulang kasus Marsinah. Kepada Detik, Komisioner Muhammad Choirul Anam, mengaku akan mengundang organisasi Perempuan Mahardhika yang mengadvokasi kasus Marsinah.

"(Kita) perlu diskusi kembali untuk me-refresh kasus Marsinah seperti apa, sehingga kita bisa menilai unsur HAM-nya sekaligus aspek kepentingan publik," katanya.

rzn/yf (KBR, merdeka, liputan6, detik)