1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Manipulasi Citra Anggota Tubuh dalam Otak

1 April 2011

Terdapat semacam peta dalam bagian tertentu otak yang mengenali seluruh organ tubuh. Menurut penelitian, peta dalam otak ini juga dapat direkayasa.

https://p.dw.com/p/10m8T
Gambar simbol labirin otakFoto: ktsdesign/Fotolia

Secara sederhana peta di kawasan otak mengenali, bahwa seseorang memiliki dua tangan, dua kaki, sebuah kepala dan seterusnya. Namun dengan melakukan manipulasi psikologis, otak untuk sementara juga dapat memasukkan benda mati ke dalam peta bagian tubuh manusia. Seperti misalnya jika kita memakai topi atau memegang raket tenis.

Para peneliti kini mengetahui, bahwa jumlah anggota tubuh sebetulnya tidak ditetapkan dengan pasti secara biologis dalam citra otak. Pakar ilmu saraf dan kemampuan belajar dari Swedia, Prof. Henrik Ehrsson dalam rangkaian ujicoba yang dilakukannya dapat membuktikan hal ini.

Dengan melakukan sejumlah rekayasa dan manipulasi, Henrik Ehrsson dari Institut Karolinska di Stockholm dapat menciptakan ilusi, bahwa kita memiliki tangan ke-tiga. Ehrsson menjelaskan, bagaimana rasanya seolah-olah memiliki tiga tangan, WIni perasaan yang amat menarik, luar biasa dan nyaman. Tentu saja saya mengetahui, bahwa tangan ke-tiga itu tidak nyata. Bahwa saya hanya memiliki satu tangan kanan, tapi saya dapat membayangkan, bahwa saya memiliki dua tangan kanan."

Ilusi mengenai tangan kanan yang ke dua dibangkitkan dengan uji coba yang amat sederhana. Peneliti memanfaatkan sebuah tangan kanan buatan dari karet. Sebanyak 150 relawan yang ikut serta dalam riset diperintahkan meletakkan tangannya di atas meja. Disampingnya juga diletakan tangan buatan dari karet. Kemudian jari tangannya berkali-kali dielus menggunakan sikat halus. Elusan selalu dilakukan secara sinkron dalam waktu yang sama pada jari yang sama baik pada tangan manusia maupun pada tangan buatan dari karet.

Henrik Ehrsson mengungkapkan efeknya, "Kami menanamkan ilusi pada otak relawan mengenai dua buah tangan yang serupa. Dengan itu, kami memaksa otak untuk memutuskan, tangan yang mana yang asli milik saya? Yang mengejutkan, otak tidak mengambil keputusan, melainkan menerima kedua tangan kanan itu sebagai bagian tubuhnya. Jadi keseluruhan kita punya tiga tangan."

Dalam uji coba lainnya terbukti, otak tidak menerima tongkat kayu, mouse komputer atau kaki dari karet sebagai tangan yang dicitrakan dalam otak. Artinya, tangan buatan dari karet bentuknya harus mirip dengan tangan alami. Dengan itu, para relawan secara sekilas tidak dapat membedakan mana tangan dari karet dan mana tangannya yang asli.

Para ilmuwan lewat pemeriksaan menggunakan tomografi resonansi magnetik menyimpulkan, bahwa untuk tangan ke-tiga itu tidak diperlukan sel-sel saraf tambahan di otak. Yang terjadi adalah, sebagian saraf yang bertanggung jawab untuk fungsi di tangan kanan dialihkan ke saluran baru. Dengan itu berarti kini jaringan saraf tersebut bertanggung jawab untuk dua tangan kanan dan jari jemarinya.

Pembuktian, bahwa otak menganggap tangan artifisial dari karet itu sebagai bagian tubuhnya, berhasil dilakukan oleh tim periset di bawah pimpinan Henrik Ersson dalam sebuah uji coba stress. "Kami mengancam tangan itu dengan pisau, dengan menggerakkannya dengan cepat menuju tangan. Dengan elektroda kami mengukur reaksi stress pada kulit relawan. Dan ternyata pembentukan keringat pada kulit meningkat, sama seperti pada tangan asli, jika kami mendekatkan pisau atau jarum ke tangan dari karet."

Tentu saja dipertanyakan, apa tujuan dari penelitian mengenai tangan ke-tiga ini? Henrik Ehrsson menjelaskan, pada pasien yang mengalami amputasi bagian tubuh, seringkali muncul masalah dengan bagian tubuh buatan atau prothesa yang dipasang. Selama ini para dokter selalu menyarankan kepada para pasien untuk menerima prothesa itu sebagai pengganti bagian tubuh yang diamputasi. Dengan menciptakan ilusi di otak, bahwa prothesa itu benar-benar tangan yang asli, masalah secara bertahap dapat dikurangi.

Juga para penderita stroke seringali mengalami masalah besar akibat tangannya tidak bisa digerakkan lagi. Dengan merekayasa peta anggota tubuh di otak, prothesa tangan yang dipasang dapat menjadi alat bantu yang berguna. Sementara tangan yang lumpuh oleh otak tetap dianggap bagian tubuh yang eksis.

Bahkan diharapkan, rekayasa rangsangan seperti pada tangan ke-tiga akan mampu mengaktifkan lagi sel-sel saraf ke tangan yang lumpuh tersebut. Peneliti dari Institut Karolinska di Stockholm, Henrik Ehrsson, bahkan memikirkan pemanfaatan berikutnya dari hasil risetnya itu. "Jika kita dapat merekayasa otak, juga sebuah tangan robot dapat diterima sebagai anggota tubuh manusia. Hal seperti itu amat berguna untuk mengangkat beban berat atau mendukung pemanfaatan kedua tangan alami untuk kebutuhan lain."

Dalam beberapa tahun mendatang, diharapkaan penggunaan tangan ke-tiga sudah menjadi kelaziman. Peluang untuk itu paling tidak telah ditunjukkan dalam riset-riset otak selama ini. Otak manusia terbukti dengan mudah dan tanpa masalah dapat dimanipulasi dan menyesuaikan diri dengan keberadaan tangan ke-tiga serta mengaktifkan sel-sel sarafnya untuk merespons rangsangan dari luar.

Michael Lange/Agus Setiawan

Editor: Carissa Paramita