1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kriminalitas

Loly Candy di Facebook Terungkap, Pedofil Masih Jadi Ancaman

17 Maret 2017

Kepolisan telah mengungkap jaringan pornografi anak di bawah umur di Facebook. Namun ‘momok‘ kejahatan seksual anak-anak di Indonesia masih mengintai.

https://p.dw.com/p/2ZNj1
Symbolbild Kindermissbrauch
Foto: imago/R. Kremming

Melalui grup fanspage di jejaring sosial Facebok dengan akun:  'Official Loly Candy's 18+',  para pelaku menyebarkan konten-konten pornografi dengan objek anak-anak di bawah umur. Grup itu dikelola oleh empat  pelaku yang saat ini sudah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka. Mereka  di antaranya M. Bachrul Ulum ( Wawan alias Snorlax), DF (T-Day), Dede dan SH.

Dikutip dari situs Detik.com, Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Wahyu Hadiningrat menjelaskan arti nama dalam grup facebook dengan nama Loly Candy: "Itu adalah bahasa pedofil. Loly itu itu adalah permen yang identik dengan anak-anak. Mereka menyebut anak-anak sebagai 'loli'." 

Dalam aksi kejahatannya, pelaku bukan hanya membagikan postingan foto dan video dengan muatan pornografi, tetapi juga melakukan kekerasan seksual terhadap belasan jumlah korban. Tidak hanya melakukan kekerasan seksual, para tersangka juga merekam video saat melakukan aksinya itu lalu membagikannya kepada para anggota fanspage. Penyidik meyakini masih ada korban lainnya yang belum teridentifikasi dan pelaku lain yang berkeliaran.

Mereka juga tergabung dengan grup pedofil jaringan internasional, yang saling bertukar muatan  pornografi anak-anak di bawah umur.

Penyidik masih mengidentifikasi konten pornografi yang berasal dari grup Facebook maupun Whatsapp bernama Loly Candy. Dari sana identitas lengkap seluruh pelaku dan korban bisa diketahui. 

Sebelumnya, polisi meng-identifikasi ada 12 jaringan pelaku pedofilia. Sebelas di antaranya terkait jaringan internasional, satu merupakan jaringan nasional. Para tersangka ialah admin dari grup Whatsapp dan Facebook bernama Loly Candy.

Grup Facebook tersebut memiliki lebih dari 7000 anggota dan grup Whatsapp dengan lebih dari 150 anggota. Demikian dikutip dari Media Indonesia. Kepala Subdirektorat Kejahatan Cyber Roberto Pasaribu mengatakan pihaknya tengah memblokir konten-konten yang ditemukan dari grup tersebut.

Pola kejahatan di Facebook

Di Facebook, Kelompok Candy Group ini terbatas hanya anggota saja dan diperlukan orang-orang yang ingin bergabung untuk menunggah tautan  ke video pornografi anak. Setelah mereka bergabung di fanspage,  anggota diminta untuk secara teratur mengunggah tautan pornografi anak dengan korban yang berbeda, sehingga meningkatkan jumlah anak-anak yang mengalami pelecehan seksual. Beberapa video bahkan dibuat oleh anggota sendiri. Demikain dikutip dari Jakarta Post.

Orang-orang yang mengunggah materi pornografi  mendapat imbalan 15.000  rupiah yang ditransfer ke akun PayPal mereka, untuk setiap klik pada link video tersebut. Laman di FB itu kini  telah diblokir oleh Facebook. Tercatat, ada sekitar 500 video dan 100 gambar yang mengandung konten pornografi anak.

Kejahatan seksual terhadap anak tersebar di Indonesia

Mengingat kejadian itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah meminta orang tua untuk mendidik anak-anak mereka tentang seksualitas, guna mencegah mereka menjadi korban kejahatan. "Biarkan anak-anak belajar tentang tubuh mereka sendiri. Mereka harus tahu bahwa mereka memiliki bagian-bagian pribadi yang tibdak boleh dilihat atau disentuh orang lain," ujar wakil menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu, saat konferensi pers.

Penyalahgunaan dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur merajalela di Indonesia, Di Jakarta saja, lebih dari 2.000 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak, terjadi setiap tahun. Sebagian besar yang diklasifikasikan sebagai pelecehan seksual. Dikutip dari Jakarta Post, ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Arist Merdeka Sirait, menyebt insiden kali ini merupakan peringatan bagi negara. "Orang-orang harus melihat bahwa tindakan represif saja tidak akan cukup dalam menanggulangi kekerasan seksual terhadap anak. pemerintah harus mengatasi masalah ini dari akarnya," tandas Arist mengutip kasus serupa yang terjadi pada bulan Agustus 2016, ketika polisi menangkap seorang pria  berusia 41 tahun di Jakarta Timur, yang menjadi mucikari pelacuran anak.

Komisi tersebut, bersama dengan divisi polisi, cyber kejahatan juga memetakan beberapa lokasi potensi sindikat prostitusi anak di seluruh negeri untuk mencari tahu jaringan antar mereka. Menurut Arist, Indonesia berpotensi buruk menjadi surga baru bagi prostitusi anak. "Kami telah menemukan rekaman pornografi anak yang tersebar di seluruh di lokasi dan yang paling mengejutkan, seperti desa-desa terpencil. Kemudahan akses untuk pedofil untuk menyalurkan kejahatan mereka adalah melalui internet menjadi salah satu faktor, imbuhnya.

ap/as (jakartapost/mediaindonesia/detik.com)