1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Libya - Negara Terkaya Afrika

18 Februari 2011

Di Libya, protes terhadap sang pemimpin negara, Ghaddafi, telah meluas. Secara nasional, ribuan penentang rejim mengikuti seruan kaum oposisi untuk melakukan protes dalam “Hari Kemarahan”.

https://p.dw.com/p/10K7U
Foto: DW

Jika dilihat dari pendapatan per kapitanya, Libya adalah negara terkaya di Afrika. Menurut statistik, setiap penduduk yang berjumlah total hampir 6,4 juta, memiliki pendapatan setidaknya 11.000 US Dollar. Namun kenyataannya tidaklah secerah itu. Di Libya, kesenjangan yang signifikan antara yang kaya dan miskin tirlehat sejak bertahun-tahun lalu.

Seperti negara tetangganya, Mesir dan Tunisia, Libya memiliki populasi yang sangat muda. Tiga perempat dari penduduknya berusia lebih muda dari 30 tahun. Meskipun memiliki pendapatan yang tinggi dari penjualan minyak dan gas, namun dalam beberapa tahun terakhir negara di Afrika Utara ini telah gagal dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup. Tingkat pengangguran di kalangan muda secara tidak resmi mencapai 20 sampai 25 persen.

Orang kuat Libya, Muammar Ghaddafi, telah memimpin revolusi selama 41 tahun. Dalam doktrin kenegaraannya, Ghaddafi menolak keras demokrasi parlementer ala barat yang dianggap sebagai distorsi dari kehendak rakyat yang sebenarnya. Di Libya, Kongres Rakyat Lokal mengirimkan perwakilannya menghadiri pertemuan tahunan Kongres Umum Rakyat Nasional. Kongres umum ini kemudian memilih kabinet pemerintahan, yang hasilnya setiap saat dapat diterima atau direvisi oleh “Saudara Tertinggi”, Sang Pemimpin Revolusi Ghaddafi.

Secara resmi Libya mengganti namanya menjadi Republik Rakyat, di mana seharusnya massa atau rakyat sangat menentukan dalam sistem politik. Namun kenyataannya, negara itu adalah negara diktator, yang telah mengabaikan kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia secara menyedihkan selama bertahun-tahun.

Selain Aljazair, Libya adalah pemasok utama minyak dan gas bagi Eropa. Untuk Jerman, Libya adalah pemasok energi ke tiga yang terpenting. Selain itu, Libya juga memiliki arti penting lainnya bagi Eropa. Negara Afrika Utara tersebut adalah batu loncatan utama bagi para pengungsi yang ingin menuju ke Eropa.

Diperkirakan sekitar 1,5 juta imigran gelap dari sub-Sahara Afrika tinggal di Libya. Setiap tahunnya, ribuan dari mereka meresikokan keselamatan diri dengan melakukan penyeberangan berbahaya melewati Laut Tengah demi mencari pekerjaan di negara Uni Eropa. Tahun 2010, Uni Eropa dan Libya telah sepakat untuk bekerja sama dalam hal migrasi. Uni Eropa mentransfer sekitar 50 juta Euro ke Tripoli untuk perawatan pengungsi di Libya dan untuk kontrol yang lebih ketat di perbatasannya.

Reinhard Baumgarten/Veve Hitipeuw

Editor: Yuniman Farid