1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Libanon Tiga Tahun Setelah Perang

14 Agustus 2009

Setelah perang 2006 lalu, keadaan di Libanon stabil. Pemilu Juni dinilai bebas dan cukup demokratis oleh pengamat internasional. Tetapi krisis masih ada di negara itu, dan tidak ada yang mau membicarakannya.

https://p.dw.com/p/JBOT
Tentara di LibanonFoto: Birgit Kaspar

Di sebuah klub olah raga di ibukota Libanon, Beirut, "Sporting Beach Club" kolam renang dipenuhi orang-orang. Jalan-jalan ibukota Libanon sesak. Negara itu mengalami "boom" di bidang pariwisata. Departemen pariwisata memperkirakan, sebelum musim panas berakhir jumlah pengunjung akan mencapai lebih dari dua juta orang, dan berarti melewati rekor, padahal Libanon sendiri hanya memiliki penduduk sekitar empat juta.

Menikmati Hidup

Walaupun ancaman dari Israel datang hampir tiap hari, menejer klub "Sporting Beach Club" Marwan Abu Nussar tidak ingin memikirkan perang baru. Ia mengatakan, jika terlalu kuatir, bisnis akan terbengkalai. Apapun yang akan terjadi, orang Libanon selalu memandang ke depan dan pasti akan membangun kembali.

Urlaub im Libanon
Berlibur di Libanon (Agustus 2009)Foto: Birgit Kaspar

Sebagian besar wisatawan di Libanon lahir di negara itu. Mereka bekerja di luar negeri dan mengunjungi keluarganya di musim panas. Atau mereka adalah wisatawan dari negara-negara teluk, yang menghindar dari suhu yang lebih panas lagi di negara mereka. Menikmati hidup selama situasi tenang, itulah semboyan yang berlaku, tiga tahun setelah terjadinya perang Juli 2006. Karena tidak bisa dipastikan, bahwa masalah antara Israel dan milisi Syiah Hisbullah telah terselesaikan, walaupun pasukan perdamaian PBB berhasil mengurangi dengan drastis ketegangan di daerah perbatasan, yang hanya sekitar 70 km di selatan Beirut.

Pasukan Helm Biru

Patroli pasukan Helm Biru UNIFIL dapat ditemukan di selatan sungai Litani baik siang maupun malam. Pasukan perdamaian beranggotakan lebih dari 12.000 orang itu membantu militer Libanon untuk menjaga daerah perbatasan dengan Israel. Mereka juga harus mengusahakan agar di daerah itu tidak ada senjata lagi, kecuali yang telah diijinkan oleh pemerintah.

Namun gudang senjata tua miliki Hisbullah yang tidak digunakan lagi tetap bisa ditemukan. Pertengahan Juli lalu gudang senjata yang diduga masih aktif meledak. Ini adalah pelanggaran besar terhadap resolusi PBB no. 1701. Pada saat bersamaan PBB menuduh Israel tetap menduduki bagian desa Ghajar di perbatasan, yang menjadi milik Libanon. PBB juga menuduh Israel melanggar batas-batas udara Libanon setiap harinya.

UNIFIL Bekerja dengan Baik

Paul Salem dari "Yayasan Carnegie untuk Perdamaian Internasional" mengatakan, UNIFIL melakukan pekerjaan dengan baik di dalam ruang geraknya yang terbatas. Tetapi, Israel dan Hisbullah tetap siap berperang. UNIFIL mendirikan daerah penyangga yang cukup tenang. Tetapi itu juga hanya karena kedua negara ingin ketenangan. Demikian pendapat Paul Salem.

Bekaa Ebene im Libanon
Dataran Tinggi Bekaa di LibanonFoto: picture alliance / Godong

Milisi Syiah, Hisbullah menyembunyikan diri di utara sungai Litani di dataran Bekaa, setelah perang tahun 2006 lalu. Tetapi pendukung Hisbullah juga banyak yang berada di wilayah UNIFIL, karena di sini mereka hidup di desa-desa asal mereka. Hisbullah tidak menyangkal, bahwa mereka semakin mempersenjatai diri. Diskusi tentang pelucutan senjata tidak ada lagi.

Hanya Menakut-Nakuti

Paul Salem mengatakan, "Saya tidak percaya, bahwa Hisbullah merencanakan serangan terhadap Israel. Mereka ingin menakut-nakuti dan jika diserang, mereka melawan. Sebaliknya dalam dua tahun mendatang, Israel mungkin tertarik untuk berperang dan mereka akan berusaha untuk menang."

Hampir tiap hari pemerintah Israel mengancam, bahwa Hisbullah akan menerima balasan sepadan. Tetapi itu tidak mencegah wisatawan untuk berbondong-bondong datang ke Beirut.

Birgit Kaspar / Marjory Linardy

Editor: Hendra Pasuhuk