1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ledakan Bom di Tel Aviv Persulit Upaya Diplomasi

21 November 2012

Sebuah bom yang meledak di salah satu bus kota di Tel Aviv melukai sedikitnya 10 orang. Peristiwa tersebut meredam harapan akan gencatan senjata. Sebaliknya Hamas merayakan pemboman itu dan menyebutnya aksi kepahlawanan

https://p.dw.com/p/16nHd
Israeli rescue workers and paramedics carry an injured woman from the site of a bombing in Tel Aviv, Israel, Wednesday, Nov. 21, 2012. A bomb ripped through an Israeli bus near the nation's military headquarters in Tel Aviv on Wednesday, wounding several people, Israeli officials said. The blast came amid a weeklong Israeli offensive against Palestinian militants in Gaza that has killed more than 130 Palestinians. (Foto:Oded Balilty/AP/dapd)
Gazakonflikt Anschlag auf Bus in Tel AvivFoto: dapd

Ledakan bom bus kota yang mengguncang Tel Aviv hari rabu (21/11) melukai upaya diplomasi menuju kesepakatan gencatan senjata yang saat ini sedang dupayakan melalui mediasi Mesir. Hingga berita ini duturunkan kedua belah pihak masih berunding di Kairo. Meski belum bisa dipastikan siapa dalang di balik pemboman tersbsebut, animo masyarakat di Israel cendrung menuding fraksi Palestina di Jalur Gaza sebagai biang keladi dan mendukung kelanjutan operasi militer.

Menurut berbagai laporan media, sedikitnya 17 orang mengalami luka-luka. Sebagian besar korban menderita luka bakar. Ledakan itu terjadi di Boulevard Shaul Hamelech yang terletak di dekat Kementrian Pertahanan. Seorang saksi mata mengatakan, bus tersebut terbakar akibat ledakan.

Sebuah stasiun radio Israel mengabarkan, aksi tersebut adalah sebuah aksi bom bunuh diri kelompok garis keras Palestina. Kemungkinan pelaku sempat melarikan diri sebelum ledakan terjadi. Aparat keamanan menurunkan puluhan personil ke lokasi kejadian.

Kepolisian sementara ini yakin, aksi tersebut didalangi oleh kelompok teror. "Perundingan gencatan senjata dengan Hamas cuma akan menyebabkan aksi teror lanjutan," kata Yohanan Danino, salah seorang komisaris polisi kepada harian Haaretz.

Sebaliknya kelompok radikal Islam, Hamas merayakan aksi tersebut. "Kami mengucapkan selamat kepada rakyat Palestina atas tindakan yang mulia ini."

Clinton di Yerusalem dan Kairo

Sebuah stasiun televisi milik kelompok garis keras tersebut melaporkan, aksi bom bunuh diri itu merupakan "reaksi alami" atas pembunuhan terhadap warga sipil oleh angkatan udara Israel. Sejauh ini sekitar 140 penduduk di Jalur Gaza tewas akibat serangan udara Israel, sebagian diidentifikasi sebagai warga sipil.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton hari Rabu (22/11) tiba di Kairo setelah sebelumnya bertemu dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Yerusalem untuk mendesak pemberlakuan gencatan senjata dan mencegah serangan darat.

Kehadiran Clinton bersamaan dengan Sekjend PBB Ban Ki Moon yang dijadwalkan bertemu dengan Presiden Mesir, Muhammad Mursi.

Selasa malam (20/11) lalu kedua belah pihak nyaris menyepakati gencatan senjata. Clinton sempat mengatakan, solusi damai dapat tercapai "dalam beberapa hari kedepan." Namun setelah perkembangan terbaru ini, optimisme Clinton tampaknya menemui jalan buntu.

Israel sendiri menjawab ledakan bom tersebut dengan menggelar serangan udara lanjutan di Jalur Gaza. Sedikitnya terdapat 30 sasaran pemboman di Palestina, yakni kantor-kantor kementrian, terowongan penyeludupan, sebuah rumah kosong milik seorang bankir dan kantor humas milik Hamas.

Israel Kesulitan Membiayai Perang

Sementara itu sebuah harian melaporkan, operasi militer di Jalur Gaza sejauh ini telah menelan biaya sebesar tiga milyar Shekel atau sekitar tujuh trilyun Rupiah. Kondisi kas negara menjadi pertimbangan utama dalam memutuskan serangan darat yang sejatinya sudah di rencanakan.

Harian ekonomi Israel "The Marker" melaporkan, pemerintah berencana menaikkan pajak pertambahan nilai menjadi 18 persen untuk membiayai perang di Jalur Gaza.

Pemerintah Israel sendiri hingga saat ini belum menyepakati anggaran belanja untuk tahun depan. Salah satu alasannya adalah pemilu yang dimajukan pada tanggal 22 Januari mendatang. Anggaran belanja tahun depan diyakini akan mengalami pemotongan sebesar delapan trilyun Rupiah. "The Marker" menulis, pembiayaan perang di Gaza akan menjadi masalah pemerintah baru.

RZN/VLZ (rtr, ap)