1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan Soal Teror Buddha Sulut Kemarahan Myanmar

25 Juni 2013

Presiden Myanmar Thein Sein mengecam laporan utama majalah TIME tentang “Teror Buddha” yang dianggap merusak usaha untuk meredakan ketegangan sektarian di Negara itu.

https://p.dw.com/p/18v6r
Foto: dapd

Melalui sebuah perrnyataan, Thein Sein mengatakan bahwa artikel utama TIME soal “Wajah Teror Umat Buddha”, yang menampilkan biksu ektrimis Wirathu, bisa “merugikan upaya membangun kepercayaan antar pemeluk agama di Myanmar, dan merusak citra Buddha yang merupakan agama utama di Myanmar selama ribuan tahun.

Presiden membela Wirathu sebagai anggota Sangha, yang setara dengan pendeta Buddha.

“Para pendeta Buddha, yang dikenal sebagai Sangha, adalah orang-orang mulia yang menjaga 227 ajaran atau aturan moral, dan berusaha melalui jalan damai bagi kesejahteraan Buddha,” kata presiden Thein Sein dalam pernyataannya.

Laporan TIME dianggap “menciptakan kesalahpahaman atas Buddhisme yang telah ada sejak ribuan tahun dan merupakan agama mayoritas masyarakat kami,” kata Thein Sein melalui situs kepresidenan.

“Pemerintah saat ini sedang berjuang dengan para pemimpin agama, partai politik, media dan rakyat untuk membersihkan Myanmar dari konflik yang tak diinginkan,” kata presiden, sambil menambahkan bahwa isu itu seharusnya ditangani oleh media dengan sikap penuh hormat.

Menghina Buddha

Para pengguna sosial media di Myanmar juga menyuarakan kekecewaan atas halaman depan majalah Amerika edisi Juli itu, yang menampilkan foto kontroversial Wirathu, seorang pendeta Mandalay yang dikenal anti-Muslim.

Para pengguna Facebook menuduh TIME memperdalam perpecahan dan memfitnah agama utama di Myanmar itu.

“Menghina biksu Wirathu, seeorang anak Buddha, adalah sama dengan menghina agama Buddha,” kata seorang pengguna Facebook yang menggunakan nama Wai Phyo.

“Apa yang sedang dilakukan Wirathu saat ini adalah untuk melindungi bangsa dan agama kita,“ kata pengguna Facebook lainnya yang juga menyerukan agar TIME meminta maaf.

“Jelas penulis ini tidak memahami Myanmar dan juga Buddhisme,” kata warga lainnya.

Petisi online yang mulai diedarkan di Myanmar akhir pekan lalu, mengutuk majalah TIME telah ditandatangani oleh hampir 40 ribu nama.

Penggunaan kata-kata “Buddhis” dan “Teror” membuat marah para pengikut keyakinan itu, yang dikenal mencintai kedamaian, dan bukan teroris,” demikian antara lain kutipan dari petisi tersebut.

Para saksi mata kekerasan yang meledak Maret lalu di Myanmar bagian tengah mengatakan, orang-orang yang mengenakan jubah biksu terlibat dalam kerusuhan yang meninggalkan korban tewas yang sebagain besar adalah Muslim.

Tokoh Anti-Muslim

Wirathu dituduh memicu sentimen anti-Muslim melalui 969 langkahnya, yang diluncurkan pada Februari lalu, yang menyerukan umat Buddha untuk memboikot toko-toko dan bisnis yang dijalankan muslim.

Baru-baru ini, ia meluncurkan sebuah kampanye untuk meloloskan undang-undang perkawinan, yang mengatur perkawinan antara perempuan Buddhis dengan laki-laki Muslim yang mensyaratkan perempuan agar mendapat izin terlebih dahulu dari orang tua mereka dan pihak pemerintah. Sementara sang laki-laki disyaratkan untuk pindah terlebih dulu ke agama Buddha.

Rancangan itu dikritik oleh tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi yang menggambarkan aturan itu bersifat diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia.

Wirathu yang tinggal di Mandalay, selama ini dikenal tidak asing dengan kontroversi. Pada tahun 2003, ia dipenjara 25 tahun karena menyebarkan kebencian anti-Muslim. Ia dibebaskan tahun lalu melalui program pengampunan umum atau amnesti.

Meningkatnya kekerasan sektarian merupakan tantangan terbesar bagi Thein Sein, yang naik ke kekuasaan sejak Maret 2011, dan sejak itu mendorong reformasi ekonomi dan politik.

ab/hp (afp,dpa,ap)