1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan HRW 2010: Kekerasan terhadap Aktivis HAM Meningkat

21 Januari 2010

Laporan tahunan HRW, setebal lebih dari 600 halaman, menitikberatkan pada meningkatnya jumlah kekerasan yang menimpa para aktivis HAM, mulai dari Rusia hingga Cina. Terdapat pula teknik baru pembungkaman aktivis.

https://p.dw.com/p/Lcj3

Beberapa pemerintahan di dunia bertanggungjawab atas pelanggaran HAM serius yang menimpa para pegiat HAM di berbagai negara. Demikian titik berat kesimpulan Human Rights Watch dalam Laporan Dunia 2010, yang prihatin atas peningkatan angka kekerasan terhadap kerja-kerja pegiat HAM di dunia. Cina kembali dikritik atas penahanan sejumlah aktivis lewat operasi rahasia dengan cara diciduk di jalanan. Di Birma, sejumlah tokoh HAM dan biksu, tidak ketinggalan wartawan dan budayawan kritis ditahan tanpa proses pengadilan yang jelas.

Serangan yang dilakukan terhadap para pemantau HAM tidak hanya terbatas pada pemerintahan seperti di Birma dan Cina, yang menjadi langganan soal pelanggaran HAM, namun juga di negara-negara yang menghadapi pemberontakan bersenjata, terjadi peningkatan angka kekerasan terhadap pemantau HAM. Meskipun konflik di Chechnya telah menurun, tercatat terjadi serangkaian pembunuhan dan ancaman yang menimpa para pengacara dan aktivis yang menentang impunitas di Kaukasus Utara. Sementara penculikan dan pembunuhan aktivis, seperti yang menimpa Natalia Estemirova, menjadi sorotan penting laporan HRW kali ini. Estemirova sebelumnya menyelidiki penculikan, penyiksaan dan eksekusi ilegal yang kebanyakan diduga dilakukan oleh Rusia dan Chechnya.

Iran dan Uzbekistan dituding kerap secara terbuka melecehkan dan menahan sejumlah pekerja HAM. Kolombia dan Venezuela, serta Nikaragua, para aktivisnya juga kerap menerima ancaman. Sementara para pekerja HAM di Kongo dan Sri Lanka kerap menghadapi tindak kekerasan.

Dalam bagian pembukaan di laporan tahunannya, sebagai tambahan atas laporan pelanggaran HAM Rusia dan Sri Lanka, dilaporkan pula terjadi pembunuhan terhadap para pegiat HAM di Kenya, Burundi dan Afghanistan. Direktur Eksekutif HRW Kenneth Roth menjelaskan, kebanyakan pemerintah menggunakan teknik lama dalam membungkam aktivis.

Namun teknik baru untuk menghalangi aktivis HAM dalam melaksanakan tugasnya kini banyak dilakukan dengan melegalkan aturan yang menyulitkan kerja LSM HAM. Marianne Heuwagen dari HRW di kantornya di Berlin menjabarkan, "Dimulai dari Rusia yang mengeluarkan peraturan resmi tentang LSM, yang membatasi kegiatan LSM. Kini juga terjadi di Ethiopia, Mesir dan banyak negara lain, seperti khususnya di Cina, juga negara-negara lain, tidak membiarkan organisasi-organisasi non pemerintah bisa bergerak menjalankan fungsinya dalam menegakan HAM, seperti yang terjadi di Korea Utara dan Turkmenistan.“

Di luar itu, kelompok HAM baik lokal maupun internasional yang bertugas di Israel mengalami sikap permusuhan, setelah mendokumentasikan kekerasan yang dilakukan pemerintah Israel maupun kelompok Hamas sepanjang Desember 2008 hingga Januari 2009 saat kedua kelompok tersebut berseteru di Jalur Gaza, yang diikuti blokade oleh Israel di kawasan itu.

Zimbabwe juga mendapat kritikan HRW atas kekerasan rezim Robert Mugabe terhadap lawan politiknya. Hal serupa terjadi di Guinea, dimana dilaporkan terjadi pembunuhan dan kekerasan seksual yang juga menimpa lawan politik penguasa. Di Libya kebebasan berpendapat dibatasi.

Amerika Serikat pun tidak lolos dari pantauan HRW. Meskipun Presiden AS Barack Obama menjanjikan penutupan penjara Guantanamo sekaligus mengakhiri interogasi dengan cara penyiksaan, pemerintahan di Washington masih mempertahankan komisi militer bagi beberapa tersangka teroris, serta melanjutkan penahanan para tersangka tanpa kejelasan kapan mereka akan diadili.

HRW juga menggarisbawahi laporannya tentang kekerasan dan penindasan yang menimpa perempuan di berbagai negara, misalnya dalam hal tingginya angka kematian saat melahirkan dan dampak peperangan terhadap perempuan.

Ayu Purwaningsih

Editor: Hendra Pasuhuk