1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Langkah Tegas Eropa Terkait Corona Selamatkan 59.000 Nyawa

2 April 2020

Intervensi tegas 11 negara Eropa dalam krisis wabah virus corona, seperti lockdown, karantina dan pembatasan kontak sosial, selamatkan sedikitnya 59.000 nyawa. Demikian hasil riset Imperial College London.

https://p.dw.com/p/3aKrq
UN-Klimagipfel in Glasgow wird verschoben
Lockdown di InggrisFoto: Getty Images/J. Mitchell

Tanpa tindakan tegas, wabah virus corona SARS-CoV-2 di 11 negara Eropa bisa menginfeksi lebih 43 juta orang. Tapi intervensi dengan lockdown, karantina, pembatasan pergerakan dan social distancing mampu memperlambat laju pandemi. Dengan itu, sedikitnya bisa dicegah 59.000 kasus kematian di 11 negara Eropa.

Para ilmuwan meliputi pakar epidemi dan ahli statistik dari Imperial College di London melaporkan hasil risetnya belum lama ini. Estimasi berbasis pada laporan kasus kematian pasien Covid-19 akibat radang paru-paru akut yang dilaporkan European Centre of Disease Control (ECDC). Datanya kemudian dimasukkan ke dalam model matematika, untuk melacak laju reproduksi dan penyebaran virus SARS-CoV-2.

Kalkulasi dari saat mulai terinfeksi hingga kematian para pasien dengan model matematika itu menunjukkan hasil, antara 21.000 hingga 120.000 nyawa bisa terselamatkan hingga Senin 31 Maret.

“Model matematika teranyar menunjukkan, intervensi diduga kuat memiliki impak yang signifikan“, demikian klaim dalam hasil penelitian Imperial College, merujuk pada melambatnya laju kematian di Italia dikaitkan dengan intervensi.

Banyak negara yang terlambat bereaksi
Penelitian dilakukan para ilmuwan dari Imperial College di 11 negara Eropa yang melakukan intervensi tegas, yakni Italia, Austria, Belgia, Denmark, Prancis, Jerman, Norwegia, Spanyol, Swedia, Swis dan Inggris.

“Banyak kematian bisa dihindarkan dengan memastikan bahwa intervensi pemerintah tetap dijalankan hingga penularan turun ke level rendah. Penelitian itu juga merujuk pada langkah menutup sekolah, kantor dan pelarang acara yang melibatkan banyak orang. 

Tapi juga diakui banyak negara lambat bereaksi dan baru melakukan intervensi belakangan, demikian diingatkan oleh Dr. Seth Flaxman yang mengetuai tim penulis laporan. Karena itu, tanggal “lockdown“ ditetapkan 11 Maret.

“Menimbang adanya rentang waktu antara mulai terinfeksi dan saat pasien meninggal, kemugkinan perlu waktu lebih lama, dari hitungan hari sampai minggu, untuk merefleksikan efek ini dalam angka kematian setiap hari,“ ujar Flaxman menambahkan.

Langkah tepat hindari ambruknya sistem kesehatan

Langkah pemerintah di 11 negara Eropa itu dipuji Dr. Samir Bhatt, salah satu tim penulis hasi riset. “Pemerintah telah mengambil langkah signifikan untuk menjamin bahwa sistem kesehatan tidak kewalahan“, ujar dosen senior di School of Public Health Imperial College London itu.

“Kami meyakini banyak nyawa diselamatkan. Tapi juga terlalu dini untuk mengatakan, apakah kita sudah berhasil mengendalikan sepenuhnya epidemi ini. Keputusan yang lebih sulit masih perlu diambil pekan-pekan mendatang“, ujar Bhatt lebih lanjut.

Tapi dosen senior sekolah kedokteran itu menambahkan, kebijakan yang sudah diambil kelihatannya membuahkan hasil dan membuat kurva penularan mendatar. 

Italiadisusul Spanyol sejauh ini menjadi negara di Eropa yang populasinya paling banyak terinfeksi Covid-19. Sementara Norwegia dan Jerman menjadi yang paling rendah kasus infeksinya. Walau begitu para peneliti memperingatkan, bahwa angka itu kemungkinan merupakan stadium relatif dari pandemi.

as/vlz (dpa, AFP)