1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

040711 Demokratiebewegung Ägypten

4 Juli 2011

Di Mesir tidak hanya warga Muslim yang bergabung dalam organisasi seperti Ikhwanul Muslimin dan membentuk partai baru. Di kubu kiripun semakin banyak partai baru yang dibentuk.

https://p.dw.com/p/11oo8
Aksi protes di MesirFoto: picture-alliance/dpa

Empat bulan sudah berlalu, sejak Hosni Mubarak digulingkan dari tahtanya. Namun revolusi di Mesir belum berakhir. Kubu Demokrat masih berjuang agar dilibatkan dalam proses politik, demi terwujudnya sebuah masyarakat yang terbuka serta ditegakkanya keadilan sosial. Namun awal untuk memulai sesuatu yang baru sangatlah sulit, tutur aktivis politik Mamdouh Habashi dari Kairo, "dalam hanya 18 hari kami berhasil menggulingkan kepala rezim. Tetapi, rezimnya masih saja memerintah dan tidak ada tanda-tanda akan melepaskan kekuasaan. Di perusahaan, universitas, rumah sakit dan kementerian-kementerian masih saja ada anggota rezim. Simbol-simbol rezim lama harus disingkirkan, tetapi hal itu tidak mudah dilakukan. Karena berkaitan dengan perjuangan keras.“

Habashi adalah salah satu pendiri partai Sosialis Mesir yang baru dibentuk beberapa pekan lalu di Kairo. Ia menekankan, bahwa partainya sosialis dan bukan demokratis sosialis. Partainya berhaluan kiri dan menentang kepentingan neoliberal, tetapi mendukung demokrasi. Habashi menuturkan, "demokrasi bagi kami bukan sasaran yang harus dicapai. Demokrasi adalah proses yang tidak akan berakhir.“

Habashi menambahkan, bahwa proses demokrasi tidak mungkin dibatasi empat atau lima tahun saja dalam rangka menggelar pemilu. Proses demokrasi berlangsung setiap hari dan di setiap sektor masyarakat. Begitu juga di perusahaan-perusahaan, dimana pegawai diberikan hak untuk ikut menentukan. Habashi mengatakan, "orang-orang itu harus selalu dilibatkan dan setiap saat. Mereka harus ikut memutuskan, apakah itu di perusahaan, rumah sakit, sekolah atau dimanapun juga, di sektor swasta atau negeri. Dan itu, tidak hanya sekali dalam empat atau lima tahun. Orang-orang harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan.“

Bersama wakil-wakil kelompok kiri lainnya, Habashi mengunjungi Berlin atas undangan partai Jerman „Die Linke“ untuk membicarakan situasi di tanah airnya. Orientasi delegasi Mesir itu tidak hanya Jerman atau Eropa, akan tetapi juga negara-negara di selatan, ungkap Hala Shukrallah, direktur Development Support Centers di Kairo. "Kami saling belajar. Ada banyak sekali pengalaman yang telah dialami negara-negara lain. Afrika Selatan misalnya, setelah revolusi negara itu mengumpulkan banyak pengalaman. Atau di Amerika Latin seperti di Brasil, Chile dan negara-negara lainnya yang mengkudeta rezim fasisnya, berhasil menegakkan demokrasi di negerinya. Kami belajar banyak dari mereka. Dan sekarang perhatian dunia mengarah ke kawasan kami. Pengalaman apa yang akan kami alami dan model apa saja yang bakal tercipta.“

Habashi dan Shukrallah menyalahkan barat membiarkan sendirian demokrat Mesir mengatasi situasinya. Karena takut ketidakstabilan di kawasan tersebut dapat mengancam kepentingan ekonominya, barat bahkan dengan diam-diam mengandalkan bantuan dari ikhawnul muslimin. Karena kelompok itu berjanji, tidak akan menyalahgunakan kepentingan barat. Eropa dan Amerika Serikat belum dapat menilai ke mana gerakan demokrasi di Mesir akan mengarah.

Bettina Marx/Andriani Nangoy Editor: Hendra Pasuhuk