1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kritik Iringi Kepemimpinan Myanmar di ASEAN

10 Oktober 2013

Myanmar menerima tongkat estafet kepemimpinan Asosiasi negara-negara Asia Tenggara. Sejumlah kalangan mengkritik keputusan ASEAN, mengingat masih ada banyak problem HAM di negara itu.

https://p.dw.com/p/19xU5
Foto: Nicolas Asfouri/AFP/Getty Images

Negara yang tiga perempat rakyatnya tidak punya akses atas listrik dan pelayanan teleponnya tambal sulam itu kini punya tugas baru memimpin kawasan, seiring perubahan politik pemerintahan kuasi sipil yang sejak dua tahun lalu mengejutkan dunia lewat sejumlah perubahan dramatis di negeri yang 49 tahun berada di bawah junta militer.

Tahun depan Negara ini akan menjadi tuan rumah sekitar 1.100 pertemuan bersamaan dengan peran barunya sebagai pemimpin ASEAN. Mereka harus berjuang untuk memfasilitasi itu karena hingga kini masih banyak kantor pemerintahan yang kekurangan tenaga ahli. Dan banyak gedung pemerintah yang tidak punya perlengkapan dasar seperti komputer.

Kritik

“Tak akan sempurna, tapi juga tidak akan jadi bencana,“ kata Tin Maung Maung Than, seorang sarjana Birma yang merupakan peneliti senior di Institute of Southeast Asian Studies yang berbasis di Singapura.

Reformasi demokratik yang dilakukan Presiden Thein Sein telah mendapatkan pujian tapi ia juga dikritik karena gagal membendung kekerasan sektarian yang menewaskan paling sedikit 240 orang dan memaksa 140.000 orang lainnya mengungsi, sejak Juni 2012, di negara berpenduduk mayoritas Buddha tersebut.

“Birma bahkan tidak bisa menegakkan hak asasi manusianya sendiri, bagaimana bisa diharapkan memimpin kawasan dalam soal HAM?“ kata Phil Robertson, wakil direktur Asia organisasi Human Rights Watch.

Kebijakan mirip Apartheid di negara bagian Rakhine telah memisahkan komunitas pemeluk Buddha dengan Muslim Rohingnya yang tidak punya status kewarganegaraan, dan membuat mereka terlantar di berbagai kamp primitif dengan sedikit harapan akan ditempatkan di lokasi yang layak. Puluhan ribu Rohingya telah meninggalkan negara itu dengan menggunakan perahu, menuju Thailand, Malaysia dan Indonesia.

Rangkaian pelanggaran HAM, bagaimanapun, tidak menghentikan negara itu untuk memimpin ASEAN.

Tidak akan menjadi perjuangan

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon mengatakan kepemimpinan itu adalah sebuah “kesempatan baik” bagi Myanmar untuk membangun kemajuan sosio-ekonomi dan transisi demokrasi.

“Kami semua sepakat dan juga prihatin karena masih ada banyak tantangan, khususnya mengenai kekerasan komunal, yang dialami di negara bagian Rakhine atas kelompok minoritas Rohingya,” kata dia.

“Kami telah bekerja sangat keras… untuk mendorong pemerintah Myanmar melakukan dialog inklusif dan membuat kebijakan-kebijakan perdamaian.”

Para pejabat Myanmar berkeras bahwa mereka siap untuk mengambil peran ketua. Hotel tumbuh subur di kota perdagangan Naypyitaw, sebuah kota yang yang baru dibangun dari kerusakan tujuh tahun yang lalu.

Naypyitaw menjadi tuan tumah pertandingan olahraga ASEAN Sea Games pada Desember mendatang, sebuah latihan untuk menggelar pertemuan ASEAN tahun depan termasuk menggelar pertemuan puncak East Asia yang akan mengundang 18 pemimpin Negara termasuk Cina, Jepang dan Amerika Serikat.

“Kami telah menyiapkan diri untuk posisi ketua ini sejak cukup lama,” kata Menteri Luar Negeri Wunna Maung Lwin, sambil menambahkan: ”Itu tidak akan menjadi perjuangan (berat) bagi kami.”

ab/hp (afp,ap,rtr)