1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korea Utara Sulit Diperhitungkan

21 Mei 2010

Kapal perang Korea Selatan Cheonan tenggelam akhir Maret lalu setelah diserang dengan torpedo oleh Korea Utara. Demikian hasil penelitian tim internasional. Semua awak kapal Korea Selatan tewas dalm serangan itu.

https://p.dw.com/p/NUXJ
Badan kapal perang Cheonan diangkut dari dasar laut (24/04)Foto: AP

Harian Jerman Süddeutsche Zeitung menulis:

Perang Korea dimulai Juni 1950 dan sebenarnya belum berakhir sampai sekarang. Karena tidak ada perjanjian perdamaian antara kedua negara di semenanjung Korea. Juga tidak ada gencatan senjata yang sebenarnya, sekalipun kesepakatan semacam itu ada di atas kertas. Sulit membayangkan ada aturan atau perjanjian mengikat yang akan ditaati oleh Korea Utara. Negara itu ingin mempertahankan situasi perang karena rejimnya hanya bisa bertahan kalau ada ketakutan terhadap musuh-musuhnya. Jika rejim Korea utara mau menerima aturan hukum dan tata cara diplomasi internasional, mungkin negara itu sudah tidak ada lagi. Serangan terhadap kapal korvet Cheonan bukan sebuah kekeliruan. Dan ini bukan perkara kecil. Serangan terhadap sebuah kapal perang adalah tindakan perang.

Harian Inggris Times berkomentar:

Penembakan torpedo yang tidak beralasan terhadap sebuah kapal perang Korea Selatan adalah tindakan agresi. Tindakan ini memang cocok dengan pola terorisme negara dan kebencian terhadap luar negeri yang dikembangkan Korea Utara. Bagi dunia beradab, kemungkinan untuk melakukan langkah balasan memang terbatas. Karena sebuah rejim, yang sama sekali tidak peduli pada pandangan internasional maupun pada nasib rakyat yang ditindasnya, tidak bakal peduli pada berbagai resolusi dan sanksi. Sekalipun demikian, tetaplah penting bagi dunia internasional untuk mengeluarkan kecaman keras, secara luas dan dengan satu nada. Bisa ditebak, ini tidak punya dampak banyak pada pihak agresor. Tapi ini bisa mengingatkan, bahwa tak ada gunanya melakukan pendekatan kepada Pyongyang.

Harian Swiss Basler Zeitung menanggapi:

Pertanyaannya adalah, mengapa pihak Korea Utara melakukan serangan itu. Mungkin ada pihak yang ingin mencari perhatian di dalam negeri, sehubungan dengan mendekatnya pergantian kekuasaan karena sakitnya Kim Jong Il. Para Jendral yang belakangan makin kuat pengaruhnya akan merayakan penembakan terhadap Cheonan sebagai kemenangan dan memperkuat posisinya sebagai pewaris kekuasaan. Untuk menghindari kegilaan selanjutnya, para sekutu kedua Korea harus bertindak. Amerika Serikat harus menenangkan Korea Selatan, sedangkan China harus menekan Korea Utara.

Tema lain yang masih jadi sorotan pers di Eropa adalah krisis di Thailand. Harian Belanda Trouw menulis:

Yang paling bersalah dalam situasi ini adalah kelompok mapan di Thailand. Mereka tidak mau menerima, bahwa dalam sistem demokrasi, politisi yang naik ke tampuk kekuasaan tidak selalu politisi yang didukung oleh istana dan militer. Stabilitas memang baik, namun dalam sebuah sistem demokrasi harus ada perubahan. Raja Thailand harus menerima hal itu. Dalam berbagai aksi kudeta militer pada beberapa dekade belakangan, raja hampir tidak pernah melakukan intervensi. Yang dibutuhkan bukanlah para penembak jitu. Jalan terbaik adalah, jika Perdana Menteri Abhisit membentuk pemerintahan sementara yang melibatkan wakil-wakil gerakan protes. Ini bisa menenangkan situasi. Tapi yang terpenting adalah melaksanakan pemilihan umum secepat mungkin. Dan kelompok elit Thailand harus mau menerima hasil pemilu.