1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korea Utara dan Selatan Akan Bicarakan Masalah Militer

29 September 2010

Korea Utara dan Korea Selatan untuk pertama kalinya dalam dua tahun akan bertemu untuk membicarakan masalah bidang militer masing-masing negara. Demikian menurut seorang pejabat Kementrian Pertahanan di Seoul.

https://p.dw.com/p/PPmY
Gambar sibol, hubungan Korea Utara-Selatan yang dibayangi program nuklir KorutFoto: DW/AP

Pemerintah di Pyongyang pertama kali mengajukan permohonan pertemuan dua minggu yang lalu untuk membicarakan masalah perbatasan, termasuk langkah untuk mencegah konflik angkatan laut sepanjang perbatasan Laut Kuning dan aktivis Korea Selatan yang mengirimkan selebaran anti Pyongyang ke seberang perbatasan.

Korea Selatan merespon dengan pernyataan, bahwa pembicaraan harus berfokus pada peran Korea Utara dalam serangan terhadap kapal perang milik Korea Selatan, Maret lalu, dan meredakan ketegangan di perbatasan perairan. Kementrian Pertahanan Korea Selatan mengatakan, pertemuan akan digelar di desa Panmunjeom yang terletak di zona bebas militer antara kedua Korea tersebut. Pertemuan terakhir yang membahas masalah militer terjadi bulan Oktober 2008.

Hubungan kedua negara ini mulai melunak semenjak Korea Utara berjuang mengatasi bencana banjir yang memperburuk kondisi ekonomi dan munculnya kabar rencana pergantian kekuasaan. Bulan September ini, pertama kali dalam tiga tahun, Korea Selatan mengirimkan beras ke negara tetangganya. Selain itu Korea Utara dan Selatan sepakat untuk mulai kembali mempertemukan anggota keluarga yang terpisah oleh perang Korea 1950 hingga 1953.

Dulu Korea Selatan mengirim bantuan beras hingga 500 ribu ton dan 300 ribu ton pupuk. Tetapi bantuan tersebut terhenti setelah Presiden Lee Myung-bak mengambil alih kekuasaan di tahun 2008. Lee menuntut Pyongyang menghentikan program nuklir mereka terlebih dahulu jika pengiriman bantuan hendak dilanjutkan. Ini adalah awal dari ketegangan hubungan kedua negara.

Bulan Mei lalu, Lee memutuskan hampir semua hubungan perdangan dengan Pyongyang setelah laporan tim penyidikan menunjukkan bahwa Korea Utara bertanggung jawab atas tenggelamnya kapal perang Cheonan. Pemerintah di Seoul dengan dukungan Amerika Serikat menuduh Pyongyang melakukan serangan torpedo terhadap kapal perangnya bulan Maret lalu yang menewaskan 46 awak kapal. Namun, Korea Utara membantah tuduhan tersebut.

Menurut para pengamat politik, Korea Utara berusaha meredakan ketegangan dengan Korea Selatan untuk memastikan pergantian kekuasaan antara ayah dan anak di negara komunis tersebut bisa berjalan dengan mulus. Rezim di Pyongyang akan berfokus pada penanganan kekurangan bahan pangan, meningkatkan standar kehidupan dan membantah tuduhan yang bersifat anakronis.

Kim Jong Un, putera termuda dari pemimpin Korea Utara saat ini Kim Jong Il, mendapat posisi penting di partai pemerintah dalam pertemuan Selasa (28/09). Ini seakan menegaskan statusnya sebagai calon penerus penguasa negara miskin yang memiliki senjata atom. Pakar politik Koh Yu-Hwan dari Universitas Dongguk di Seoul berpendapat, Kim Jong Il merasa harus meluruskan hubungan dengan pihak-pihak yang bermasalah di saat ia masih ada dan menghindarkan beban bagi anaknya kelak.

Vidi Legowo-Zipperer/afp/dpa/rtr

Editor: Asril Ridwan