1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kontroversi Rancangan Konstitusi Morsi

Matthias Seiler3 Desember 2012

Demonstrasi massal, referendum konstitusi yang cepat dan pemblokiran pengadilan konstitusi. Kelompok islamis Mesir semakin ofensiv. Sepertinya kompromi tidak akan tercapai.

https://p.dw.com/p/16uqF
Foto: AFP/Getty Images

Perebutan kekuasaan kelompok Islamis dengan liberal dan kekuatan sekuler terus terjadi. Setelah dua demonstrasi besar dari kubu lawan Islamis, pendukung Ikhwanul Muslimin dan Salafis menunjukkan kekuataannya hari Sabtu lalu (01/12). Ratusan ribu mendukung Presiden Mohammed Morsi dan dekritnya yang menjadi perdebatan.

Banyak demonstran tidak datang dari Kairo, melainkan dibawa dari banyak provinsi ke ibukota. Ini terbukti dari banyaknya bus kosong yang parkir dengan pelat nomor mobil Kairo. Setelah aksi protes berakhir, demonstran juga menghilang dengan bus-bus tersebut.

Referendum konstitusi bagi rakyat yang terbelah

Sherif Abd El Wahab berusia 60 tahun dan berasal dari Alexandria. Ia menjelaskan posisinya sebagai demonstran pendukung Islamis. "Saya berada di sini untuk mendukung presiden terpilih. Mereka yang berdemonstrasi di lapangan Tahrir menginginkan pembubaran parlemen dan kini mereka ingin dewan konsitusi dibubarkan. Mereka ingin menghancurkan negara ini."

Ägypten Kairo Demonstration Mursi Anhänger
Sherif Abd el Wahab dukung MorsiFoto: Matthias Sailer

Sabtu malam (1/12), Presiden mengumumkan referendum konstitusi baru akan digelar 15 Desember. Usai pidato presiden, pendukung Islamis bersorak dan berpesta. Sementara di lapangan Tahrir, para demonstran mengacungkan sepatunya sebagai simbol pelecehan terhadap presiden dan konstitusi. Mesir terbelah dan kemungkinan mencapai kompromi sepertinya sulit.

Lidah bercabang sang presiden

Pidato Morsi memperjelas pertentangan antara omongannya dan perkembangan sesungguhnya. Dalam pidatonya ia misalnya menuntut "dialog nasional". Namun, cara kelompok Islamis bersikap hampir tidak ada hubungannya dengan dialog. Morsi juga menegaskan pentingnya posisi hukum. Tapi dekrit yang ia keluarkan memiliki pandangan yang berbeda. Ia menyatakan, bahwa konstitusi baru menjamin kebebasan berpendapat dan kebebasaan memeluk kepercayaan, padahal keduanya dibatasi dalam rancangan yang disahkan.

Apakah rancangan ini akan menjadi konstitusi baru Mesir atau tidak, akan diputuskan rakyat dua minggu lagi melalui referendum. Warga Mesir berada di posisi terjepit. Ikhwanul Muslimin berusaha meyakinkan warga dengan mengatakan: Jika rancangan disetujui, maka langkah maju menuju stabilitas tercapai dan kekuasaan diktator ala Morsi berakhir. Penolakan rancangan, berarti pemilihan langsung dewan konstitusi baru yang harus menyelesaikan rancangan konstitusi baru. Sehingga akan ada waktu berbulan-bulan dimana situasi tidak menentu dan Morsi sebagai presiden dengan kekuasaan penuh. Bagi warga Mesir yang sudah letih akan revolusi, ini bukan pilihan yang baik.

Mohammed Morsi Präsident von Ägypten
Presiden yang kontroversialFoto: dapd

Referendum tanpa hakim?

Bagaimana referendum bisa berjalan tanpa dukungan pihak kehakiman masih tidak jelas. Sebagian besar hakim mogok bekerja sebagai bentuk protes. Langkah ini diikuti pengadilan konstitusi. Pengadilan ini sebenarnya bisa membubarkan dewan konstitusi hari Minggu lalu (2/12). Kelompok Islamis mencegahnya dengan memblokir akses masuk gedung pengadilan. Perwakilan pengadilan konstitusi menyebutnya sebagai hari hitam bagi Mesir. Para hakim merasa tidak bisa lagi bekerja dengan kondisi seperti itu. Sehingga hampir tidak mungkin para hakim memenuhi keinginan Morsi dan mengawasi jalannya referendum.