1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

210910 Japan China

21 September 2010

Kecelakaan pelayaran yang berujung penahanan nelayan Cina oleh Jepang menimbulkan gejolak diplomatik panas. Cina membekukan kontak tingkat menteri dengan Jepang dibekukan dan menghentikan sejumlah program pertukaran.

https://p.dw.com/p/PI3Z
Demonstran anti Jepang di Hongkong memajang spanduk bertuliskan "Jepang, keluar dari Kepulauan Diaoyu/Senkaku"Foto: AP

Sengketa maritim antara Cina dan Jepang sebenarnya sangat rumit. Di satu pihak, Kepulauan Senkaku tak hanya diperebutkan oleh Cina dan Jepang, tapi juga Taiwan. Rentetan pulau tak berpenduduk ini merupakan titik terakhir kawasan pengaruh Amerika Serikat yang terbentang dari pulau utama Jepang ke Okinawa dan sampai ke Taiwan.

Amerika Serikat merupakan sekutu terpenting Jepang, tapi hubungan kedua negara makin tegang belakangan. Pemerintahan baru Jepang di bawah Partai Demokrat menginginkan kerja sama antara dua mitra yang sepadan. Di saat sama, Jepang berupaya untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan negara tetangganya di Asia.

"Saya mengusulkan agar kita menciptakan hubungan yang dilandasi rasa persaudaraan. Cina dan Jepang perlu meningkatkan rasa saling percaya yang tetap menghormati perbedaan masing-masing," demikian disampaikan bekas Perdana Menteri Jepang Hatoyama yang meletakkan jabatannya tiga bulan lalu.

Di masa pemerintahan Hatoyama, hubungan antara Cina dan Jepang terlihat membaik. Kedua negara bahkan menyepakati eksploitasi bersama ladang gas bumi dekat Kepulauan Senkaku. Tapi dua pekan lalu, ketegangan kembali memuncak antara Cina dan Jepang. Kapal patroli Jepang bertrabakan dengan kapal nelayan Cina. Pihak Jepang langsung menahan kapten kapal nelayan Cina yang sampai sekarang masih berada dalam tahanan. Tindakan inilah yang memicu kemarahan Cina yang bersikeras bahwa kawasan perairan sekitar Kepulauan Senkaku masih merupakan wilayah kedaulatan Cina.

Dan pemerintah Jepang sendiri mengklaim wilayah ini sebagai miliknya. "Kepulauan Senkaku adalah bagian perairan Jepang, tidak ada konflik teritorial terkait kepulauan ini. Pemerintah Jepang akan tetap tenang menghadapi situasi ini dan bertindak sesuai dengan perundangan di Jepang. "Demikian Seiji Maehara, menteri luar negeri Jepang yang baru diangkat beberapa waktu lalu. Ia melambangkan Jepang yang percaya diri. Dari kalangan perdana menteri yang baru, Naoto Kan, juga terdengar pernyataan senada, yaitu bahwa Jepang akan tetap berkepala dingin, tapi bila perlu, Jepang juga siap bereaksi.

Sementara Cina selangkah demi selangkah mempertajam protesnya. Kontak tingkat menteri antara Cina dan Jepang dibekukan dan sejumlah program pertukaran dihentikan. Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya kapal Cina atau Taiwan memasuki kawasan perairan yang oleh Jepang diklaim sebagai daerah ekonomi istimewanya. Tapi ini pertama kalinya insiden di perairan sekitar Kepulauan Senkaku berakhir dengan suatu penahanan. Cina belakangan semakin memperkuat militernya dan kapal perangnya bahkan beberapa kali menyeberangi garis pertahanan Okinawa di laut terbuka.

Dengan eskalasi ini, Cina seolah menguji Jepang. Apalagi mengingat Jepang tengah berupaya mendefinisikan ulang hubungannya dengan Amerika Serikat. Dan, baik Amerika Serikat maupun Jepang berupaya keras meredam pengaruh Cina. Militer AS baru saja menempatkan 20 pesawat tak berawak tipe Global Hawk di Guam. Pesawat pengintai ini dapat mencatat data dari ketinggian 20 kilometer dan meski langit berawan tebal sekalipun. Dengan demikian Amerika Serikat pun akan dengan seksama mengamati perkembangan di Cina.

Peter Kujath/Ziphora Robina
Editor: Yuniman Farid