1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kim Jong Un Sebut Trump ‘Gila’, Ancam Ujicoba Bom Baru

22 September 2017

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyebut Presiden AS Donald Trump "gila". Dia mengatakan, AS akan "membayar mahal" atas ancamannya.

https://p.dw.com/p/2kVbO
Kim Jong Un, Donald Trump
Foto: picture alliance/AP Photo

Kim Jong Un membuat pernyataan langsung yang ditujukan pada Presiden AS Donald Trump, suatu hal yang tidak biasanya dilakukan. Dalam pernyataan itu Kim Jong Un mengatakan, Trump "tidak layak untuk memegang hak prerogatif dari komando tertinggi sebuah negara". Pimpinan Korut itu menggambarkan Trump sebagai "seorang nakal dan gangster yang suka bermain api," demikian laporan Kantor Berita Pemerintah Korea Utara.

Pernyataan itu adalah tanggapan atas pidato Donald Trump di hadapan Sidang Umum PBB hari Selasa (19/9). Trump ketika itu mengancam Korea Utara dengan "kehancuran total", seandainya negara itu berani mengancam AS dan aliansinya. Trump juga menyebut pimpinan Korea Utara sebagai "The Rocket Man".

Kim Jong Un mengatakan, ucapan-ucapan Trump telah meyakinkannya "bahwa jalan yang saya pilih itu benar, dan bahwa inilah yang harus saya ikuti sampai akhir."

UN Generalversammlung in New York | Donald Trump, Präsident USA
Presiden AS Donald Trump di hadapan Sidang Umum PBB, 19 september 2017Foto: Getty Images/S. Platt

Sanksi terhadap Korea Utara diperketat

AS menerapkan sanksi baru terhadap Korea Utara, yang "akan memotong sumber pendapatan yang mendanai usaha Korea Utara untuk mengembangkan senjata mematikan yang pernah dikenal umat manusia," kata Trump hari Kamis (21/9).

Menunjuk pada program nuklir Korea Utara, Trump mengatakan "toleransi terhadap praktik tercela ini harus diakhiri sekarang."

Sanksi terbaru AS mengarah antara lain ke industri tekstil, perikanan, teknologi informasi, dan industri manufaktur Korea Utara. Namun sanksi baru ini tetap tidak mempengaruhi industri minyak Korea Utara.

Dalam sebuah wawancara dengan DW, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan bahwa pemerintahannya "secara tegas menyatakan tidak setuju dengan Presiden Trump dalam menangani kasus Korea Utara." Merkel menawarkan Jerman untuk menengahi konflik antara AS dan Korut demi "mencapai solusi diplomatik" dalam krisis berbahaya tersebut.

New York City UN Sicherheitsrat tagt zu Nordkorea
Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara awal September 2017Foto: Reuters/S. Keith

Ketegangan terlalu tinggi dan berbahaya

Sebelumnya mantan Sekjen PBB Ban Ki-Moon hari Kamis (21/9) menyerukan peredaan ketegangan dalam isu Korea Utara. Dia mengatakan, risiko perang dalam situasi ini sudah cukup tinggi.

"Situasi seputar masalah nuklir Korea Utara perlu dikelola secara stabil, sehingga ketegangan tidak menjadi terlalu intensif dan bentrokan militer, secara sengaja atau tidak sengaja, menghancurkan prospek perdamaian," kata Ban Ki Moon di hadapan Sidang Umum PBB.

Korea Selatan dan Korea Utara secara teknis masih berada dalam status perang, karena Perang Korea tahun 1950 sampai1953 berakhir hanya dengan gencatan senjata dan tidak ada sebuah perjanjian damai.

Ancaman bom hidrogen baru

Sementara itu, media Korea Selatan melaporkan Jumat (22/9), Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong menyatakan bahwa negaranya dapat melajukan ujicoba bom hidrogen lagi sesuai janji Kim Jong Un bahwa dia akan mengambil tindakan "tingkat tertinggi" terhadap AS. Menlu Korut itu melanjutkan, ujicoba itu dapat melibatkan rudal dengan "ledakan paling kuat dari sebuah bom hidrogen di kawasan Pasifik."

Namun belum jelas, kapan ujicoba akan dilakukan. "Kami tidak tahu kapan tindakan itu dilaksanakan, karena akan diperintahkan langsung oleh pemimpin Kim Jong Un," kata Menlu Korut Ri Yong.

hp/vlz (ap, afp, dpa)