1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ketika Nabi Kiri Datang ke Bonn

Andy Budiman18 Juni 2013

Noam Chomsky, tokoh kontroversial sekaligus intelektual paling berpengaruh menjadi magnet di Global Media Forum 2013.

https://p.dw.com/p/18rX8
Foto: DW/M. Magunia

Noam Chomsky adalah pengeritik nomor satu kapitalisme. Kritik yang tajam membuat ia sering dianggap anti barat, meski bagi kelompok lainnya bisa juga dilihat sebagai sebuah “kesadaran lain” barat.

Kita boleh menyebutnya dengan julukan apa saja: intelektual, aktivis, pengamat politik, filsuf, hingga linguis. Dengan gelar tertinggi sebagai Insitute Professor di Massachusetts Institute of Technology (MIT), ia menghantam kapitalisme dari dalam: dari jantungnya di Amerika Serikat. Itulah yang membuat Chomsky dijuluki pembangkang sekaligus dipuja sebagai salah seorang intelektual paling berpengaruh.

Tapi bukan hanya kapitalisme, sebelum runtuh, Chomsky juga melontarkan kritik keras atas politik luar negeri rezim komunis Uni Soviet yang ia sebut berada dalam tarikan nafas yang sama dengan imperialisme ala Amerika.

Nabi Kiri

Di tengah kelelahan merumuskan marxisme pasca jatuhnya blok Komunis, Chomsky menjadi semacam “nabi“ bagi sejumlah kalangan kiri. Pikiran-pikirannya banyak dikutip dan menjadi referensi.

Kumpulan pidatonya yang dibukukan dengan judul Occupy menjadi nama gerakan menuntut keadilan. Mendorong ratusan ribu orang di seluruh dunia, untuk menduduki pusat-pusat kekuasaan finansial yang menurut Chomsky telah menjadi sumber ketidakadilan.

Dari Wall Street di New York hingga Porto Alegre, gerakan Occupy bagai virus yang menyebar di hampir seratus kota di 82 negara dunia dengan slogan “Kami adalah 99%”, mewakili kelas bawah dan menengah yang menjadi “korban perbudakan upah” yang dilakukan oleh 1% kelas atas secara tidak bermoral.

Kaum Occupy mempersoalkan konsentrasi kekayaan 1% elit finansial yang punya pendapatan hampir tiga kali lipat lebih besar dibanding yang 99 %, selama tiga puluh tahun terakhir.

Gerakan Occupy terinspirasi Chomsky
Gerakan Occupy terinspirasi ChomskyFoto: AP

Ekonomi dunia yang dimotori pasar keuangan global pasca `70an dianggap telah menciptakan jurang yang semakin besar antara kelas atas dengan kelas di bawahnya. Gerakan Occupy ingin mengembalikan isu keadilan ke dalam diskursus publik: menuntut distribusi penghasilan yang lebih merata dan mengurangi jurang antar kelas.

Periode Moderasi

Noam Chomsky menjadi magnet dalam pembukaan Global Media Forum (GMF) yang diselenggarakan Deutsche Welle 2013 yang mengangkat isu: Masa Depan Pertumbuhan. Ia bicara tentang “Peta Jalan Dunia yang Adil: Rakyat Menghidupkan Kembali Demokrasi“. 

Chomsky datang ke Bonn pada periode “moderasi”. Ketika berpidato di hadapan ribuan demonstran “Occupy” Boston Oktober 2011,  seorang demonstran bertanya: ”Apakah kita harus melakukan revolusi atau mencoba cara lain?” yang dijawab oleh Chomsky: “Kita tidak berada di dekat batas untuk melakukan reformasi,” sambil bernostalgia memuji gerakan “Keynesian” lewat New Deal yang ia sebut telah membawa pertumbuhan “berkeadilan” sambil menyebutnya sebagai contoh “aktivisme popular dalam skala besar” yang mungkin dicapai.

Orang-orang terkejut, Chomsky yang memproklamirkan dirinya sebagai anarkis tiba-tiba memuji gerakan yang berawal dari gagasan John Maynard Keynes, ekonom terkenal dari tradisi liberal tengah.

Tiba-tiba Chomsky terlihat seperti seorang sosial demokrat. Meski sejumlah kritikus melihat pandangan Chomsky ini memperlihatkan “kegeraman yang waras” pada masa ketika sebagian besar pandangan dunia kaum Kiri dicengkeram oleh teori konspirasi.

Chomsky datang pada saat kota Bonn yang sebelumnya dingin dan basah oleh hujan dihampiri gelombang panas dari Afrika.

Ia bicara dengan nada pelan, pada beberapa bagian nyaris menggumam. Chomsky sejak dulu memang tak pernah menjadi orator ulung. Meski suaranya monoton dan membosankan, tapi isinya keras menusuk-nusuk praktik demokrasi liberal ala Amerika.

Kritik atas Demokrasi AS

Chomsky memulai dengan pertanyaan: apakah demokrasi selaras dengan kapitalisme?

Lebih dari 2.000 peserta GMF menyimak pidato Noam Chomsky.
Lebih dari 2.000 peserta GMF menyimak pidato Noam ChomskyFoto: DW/M. Magunia

Sejak awal, kita bisa menebak bahwa jawabannya adalah tidak. Demokrasi Amerika, telah berubah menjadi Plutokrasi: sistem pemerintahan yang dipengaruhi oleh orang-orang kaya dalam pengambilan keputusan, yang kata Chomsky jumlahnya hanya 10 sampai 1 persen saja. Sisanya? tidak punya akses terhadap kebijakan.

Amerika kata Chomsky adalah negara satu partai yakni Partai Pebisnis. Partai Demokrat bagi Chomsky tak lebih dari sekedar Partai Republik dalam bentuk yang moderat.

Demokrasi liberal biayanya mahal. Hanya orang kaya atau mereka yang mendapat dukungan dari penguasa finansial bisa masuk ke dalam panggung politik.

Ditopang oleh perusahaan Public Relation (PR), publik digiring untuk melihat politik hanya dalam aspek teknis: “Kegunaan industri PR adalah untuk menciptakan ketidaktahuan agar warga membuat pilihan-pilihan yang tidak rasional.“

Sambil mengutip data Businessweek tentang kondisi perbankan Amerika yang tidak pernah untung bahkan cenderung merugi, Chomsky menyindir bahwa lembaga keuangan itu “diselamatkan“ oleh bail out pemerintah dengan alasan “risiko sistemik“, yang menurut para ekonom perlu ditalangi, karena jika dibiarkan gagal maka akan berpengaruh menyeret yang lain ke jurang resesi. Risiko sistemik atau eksternalitas, bagi Chomsky adalah mitos.

Ini semua, dalam pandangan Chomsky adalah bagian dari pengaruh kekuatan lobi penguasa pasar finansial. Kelompok satu persen yang bekerja tanpa kontrol inilah yang membawa dunia ke dalam krisis.

Chomsky juga memberi contoh berbagai kesalahan dalam politik luar negeri Amerika dan kampanye perang melawan terorisme.

Yang Tersisa

Perlu energi ekstra menyimak pidato Chomsky yang pelan di tengah udara musim panas. Beberapa orang meninggalkan ruangan, tapi sebagian besar, mungkin mereka adalah bagian dari “kaum 99%“, memilih bertahan.

Banyak yang mengeluh: “Terlalu pelan“, yang lain menimpali “Apa yang kamu harapkan dari seseorang yang sudah berusia 85 tahun?“.  Pemuda lainnya melontarkan joke: “Mungkin Chomsky tak ingin kita semua betul-betul mengerti“.

Beberapa peserta lain mengeluh bahwa Chomsky hanya melontarkan kritik, tapi apa solusi yang ia tawarkan? Ini memang pertanyaan serius bagi kaum kiri yang mengalami kelelahan dalam merumuskan konsep ekonomi untuk menyaingi sistem pasar. 

Sesaat setelah Chomsky mengakhiri pidatonya, seorang peserta berambut gimbal rasta berdiri mengangkat tangan dan berteriak lantang: “Tolong, beri kesempatan untuk satu pertanyaan dari peserta…“

Moderator acara dengan manis tersenyum ke arah pemuda itu: “Tentu saja anda bisa bertanya langsung kepada pak Chomsky…“ katanya sambil menyapu pandangan ke seluruh peserta: “Buat anda semua, terima kasih sudah hadir, bye…“

Beberapa jam setelah itu, pada acara pesta di atas kapal, pemuda rasta itu aktif berjoget ke sana ke mari. Entah apakah ia ingat masih punya satu pertanyaan tersisa untuk pak Chomsky.