1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kesepakatan Rekonsiliasi Fatah-Hamas Ditandatangani

4 Mei 2011

Setelah empat tahun perseteruan, kelompok Palestina Fatah dan Hamas menandatangani kesepakatan rekonsiliasi. Perjanjian itu diresmikan di Kairo hari Rabu (4/5). Israel menolak kesepakatan itu.

https://p.dw.com/p/RM2k
Saat penandatanganan kesepakatan rekonsiliasi di Kairo (04/05)Foto: picture alliance/dpa

Pemimpin Hamas Khaled Mashaal dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, pemimpin Fatah, untuk pertama kalinya duduk seruangan sejak perang saudara berkobar antara kedua organisasi Palestina itu. Abbas mengatakan: „Empat tahun yang kelabu ini, telah meminta korban dari rakyat Palestina dan kehidupan mereka yang layak. Kini kami di sini sebagai suara yang berpadu. Kami membuka babak baru, yaitu dari perpecahan menuju kemajuan yang semakin cepat."

Kesepakatan rekonsiliasi yang ditandatangani di Kairo, Rabu (4/5) juga melibatkan lebih dari sepuluh kelompok sempalan Palestina. Di antaranya kelompok militan Jihad Islam. Pemimpin Hamas Meshaal mengutarakan: "Babak hitam berupa perpecahan telah berakhir. Atas nama Hamas dan kelompok lainnya saya mengatakan: Kami telah memutuskan untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk memungkinkan kesepakatan rekonsiliasi ini benar-benar menjadi kenyataan bagi semua orang."

Mahmud Abbas und Chaled Meschaal in Kairo Flash-Galerie
Mahmoud Abbas dan Khaled MashaalFoto: Picture-Alliance/dpa

Kritik dari Israel

Kesepakatan itu memuat rencana pemilu parlemen dan presiden dalam waktu satu tahun ke depan. Namun kesepakatan tentang militer bersama bagi Jalur Gaza dan Tepi Barat Yordan masih kabur. Rinciannya masih harus dirundingkan. Butir ini harus dirembukkan melalui mediasi kepala dinas rahasia Mesir Murad Muafi: "Kami harus melupakan perbedaan pendapat dan berupaya keras untuk mengatasi semua hambatan. Dan kami memang menduga akan ada hambatan. Tetapi dengan keinginan politik yang ditunjukkan di sini, kami yakin bahwa kami akan berhasil. Selama kami sepakat."

Sebelum penandatanganan kesepakatan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berulang kali memperingatkan Mahmoud Abbas, ia harus memilih antara perdamaian dengan Hamas atau dengan Israel. Pembentukan pemerintah Palestina dengan melibatkan Hamas berarti akhir dari proses perdamaian.

Abbas mengomentari pernyataan itu dengan mengatakan bahwa Netanyahu harus memilih antara pemukiman baru dan perdamaian. Selama ini Israel menolak perundingan perdamaian karena Palestina terpecah. Kini Tel Aviv tiba-tiba melihat kesepakatan itu sebagai suatu masalah. Menurut Presiden Palestina Abbas, pihaknya bersedia berunding bila tidak lagi dilakukan pembangunan permukiman baru. Ini adalah syaratnya dan pendudukan harus dihentikan. Demikian Abbas.

Khaled Mashaal
Pemimpin Hamas Khaled MashaalFoto: picture alliance/dpa

Israel tetap musuh Hamas

Penasehat Abbas sebelumnya mendesak kuartet Timur Tengah, yang terdiri dari AS, Uni Eropa, Rusia dan PBB untuk tidak lagi menuntut Hamas mengakui negara Israel. Hamas bersedia tidak melakukan kekerasan dan berminat pada perdamaian. Namun hal itu tidak ditegaskan pemimpin Hamas Meshaal di Kairo. Ia hanya mengutarakan bahwa Fatah dan Hamas tetap bersaudara dan Israel adalah musuh. Israel harus merasakan kekuatan diplomatik Palestina sepenuhnya, ujar Meshaal.

Meshaal juga kembali menuntut negara Palestina berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Dan untuk mencapai tujuan itu ia akan menggunakan semua sarana yang ada. Demikian pemimpin Hamas Khaled Meshaal.

Linda Staude/Christa Saloh

Editor: Dyan Kostermans