1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kesepakatan Pengalihan Kekuasaan di Yaman Kembali Gagal

23 Mei 2011

Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh untuk ketiga kalinya menggagalkan penandatanganan kesepakatan pengalihan kekuasaan dengan kelompok oposisi. Upaya penengahan di Yaman untuk sementara dihentikan.

https://p.dw.com/p/11Le1
Aksi Demonstrasi menentang Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh di SanaaFoto: DW

Rancangan kesepakatan yang diajukan Dewan Kerjasama Negara-negara Teluk, pada hari Minggu (22/5) tidak jadi ditanda tangani oleh presiden Ali Abdullah Saleh. Juru penengah dari Dewan Kerjasama Negara-negara Teluk, Abdellatif al Zayani langsung meninggalkan Yaman, sebagai pertanda bahwa kesabarannya telah habis.

Dewan Kerjasama Negara-negara Teluk – GCC mengumumkan, untuk sementara menghentikan upaya penengahan di Yaman. Penyebabnya adalah tidak adanya persyaratan yang diperlukan untuk itu. Demikian dilaporkan stasiun televisi Al Jazeera, seusai sidang darurat para menteri luar negeri GCC di ibukota Arab Saudi, Riyadh, Minggu malam (22/05).

Minggu (22/05) petang, ratusan pendukung Presiden Saleh dengan membawa senjata mengepung kedutaan Uni Emirat Arab di Sanaa, di mana juru runding Al Zayani dan duta besar sejumlah negara Barat, termasuk duta besar Amerika Serikat dan Inggris, menggelar perundingan membahas krisis di negara ini. Baru pada malam harinya pasukan keamanan Yaman membubarkan para pengepung, dan para diplomat dievakuasi menggunakan helikopter. Al Zayani dilaporkan diterbangkan ke bandara Sanaa dan langsung meninggalkan Yaman.

Rancangan kesepakatan dari dewan kerjasama negara-negara Teluk yang diolah bersama Amerika Serikat dan Uni Eropa itu, menetapkan pembentukan pemerintahan transisi serta pengunduran diri Presiden Saleh dalam jangka waktu satu bulan. Dalam waktu dua bulan harus digelar pemilihan presiden baru.

Hari Sabtu (21/05), perwakilan aliansi oposisi JMP, sudah memaraf kesepakatan tersebut. Juga dalam acara tayangan televisi ditunjukan, perwakilan partai pemerintah GPC menandatangani kesepakatan itu di istana presiden dengan disaksikan Al Zayani. Namun di menit-menit terakhir, Presiden Saleh kembali membatalkan penandatangan kesepakatan kompromi dari Dewan Kerjasama Negara-negara Teluk.

Menanggapi dibatalkannya kesepakatan kompromi oleh Presiden Saleh yang sudah terulang tiga kali, seorang demonstran penentang rezim menegaskan di Sanaa, "Kami tegaskan kepada Presiden Ali Abdullah Saleh dan seluruh warga Yaman, revolusi sudah datang. Kami akan bertahan di sini di lapangan Taghir, lapangan bagi reformasi. Kami akan menjadikan Sanaa sebagai sebuah lokasi reformasi."

Kesepakatan kompromi itu semula disiapkan untuk mengakhiri konflik yang sudah terjadi berbulan-bulan di Yaman. Untuk mengatur pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh, yang sudah memerintah selama 32 tahun, secara terhormat, rancangan kesepakatan itu menetapkan pengalihan kekuasaan sementara kepada wakil presiden. Saleh juga dijanjikan imunitas dari segala bentuk pengejaran hukum.

Para demonstran di Yaman menegaskan, mereka akan tetap menggelar aksi protes hingga Presiden Saleh mundur. Para penentang rezim, juga menuntut Amerika Serikat dan Arab Saudi untuk meningkatkan tekanannya. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menyatakan kecewa atas sikap Presiden Saleh yang menggagalkan kesepakatan kompromi ini. Sebaliknya Saleh dalam pidato televisi mengatakan, jika terjadi perang sudara dan pertumpahan darah di Yaman, itu adalah kesalahan para penentangnya.

Agus Setiawan/rtr/dpa/afp

Editor: Dyan Kostermans