1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kerusuhan Mengguncang London

10 Desember 2010

Unjuk rasa damai mahasiswa berakhir rusuh setelah parlemen Inggris, Kamis sore (09/12), menyetujui kenaikan uang kuliah. Pengunjuk rasa menyerang gedung-gedung pemerintah dan merusak mobil yang membawa Pangeran Charles.

https://p.dw.com/p/QVC8
Petugas polisi berusaha memadamkan api yang dilemparkan para demonstran, Kamis (09/12)Foto: AP

Sedikitnya 43 pengunjuk rasa dan 12 polisi terluka. Polisi menangkap 34 orang yang diduga menyulut kekerasan. Seorang fotografer Reuters terpaksa dilarikan ke rumah sakit setelah terkena lemparan batu.

Pengunjuk rasa berbekal tongkat, pagar besi dan batu, bentrok dengan polisi selama berjam-jam. Mereka membakar bangku-bangku kota serta pos jaga di dekat gedung parlemen. Sambil berusaha mendobrak gerbang menuju gedung parlemen, mereka berteriak, "Kembalikan uang kami." Pintu dan jendela di gedung Menteri Keuangan dan Mahkamah Agung juga dilempari. Bahkan, patung Winston Churchill habis dirusak. Etalase toko-toko di Jalan Oxford pun tak luput dari aksi lempar para mahasiswa.

Pengunjuk rasa juga menyerang mobil limosin yang mengangkut putra mahkota Inggris, Pangeran Charles dan istrinya Camilla. Mobil mereka dilempari cat dan kacanya dipukuli hingga retak. Pasangan kerajaan Inggris itu tidak terluka, namun insiden ini mendapat sorotan pemerintah yang meminta digelarnya investigasi.

Menurut salah satu koordinator unjuk rasa, Mark Bergfeld, aksi turun ke jalan menjadi cara mereka menekan pemerintah. "Kami memang tidak dapat membatalkan keputusan parlemen. Jadi hari ini kami berusaha menunjukkan bahwa kekuatan kami ada di jalanan, kekuatan kami berasal dari kekuatan kolektif orang awam," ujar Bergfeld.

Kerusuhan kali ini menjadi kekerasan politik terparah di London sejak kerusuhan tahun 1990 yang menggulingkan mantan Perdana Menteri Margaret Thatcher. Perdana Menteri David Cameron mengutuk kerusuhan yang terjadi. Menurutnya, unjuk rasa telah disusupi kelompok-kelompok radikal.

Protes mahasiswa bermula dari keputusan Parlemen Inggris untuk mengalihkan beban membayar tenaga pengajar universitas dari negara ke mahasiswa. Keputusan ini menjadi ujian pertama pemerintah koalisi Konservatif dan Liberal Demokrat untuk berhemat setelah Inggris mengalami defisit anggaran terbesar tahun 2010 ini. Pemerintah harus memotong anggaran belanja hingga 19 persen dalam 4 tahun mendatang.

Keputusan ini semakin memperbesar ketegangan antara Liberal Demokrat dan Partai Konservatif yang membentuk pemerintah koalisi pasca pemilu Mei lalu. Bahkan, dua orang asisten menteri Liberal Demokrat dan satu pejabat pemerintah dari partai Konservatif mengundurkan diri sebagai bentuk protes terhadap keputusan parlemen.

Dengan kenaikan ini, universitas-universitas di Inggris mulai tahun 2012 dapat menarik uang kuliah hingga 9 ribu Poundsterling atau sekitar 130 juta Rupiah dari seorang mahasiswa setiap tahunnya. Jumlah tersebut hampir tiga kali lipat dari uang kuliah saat ini.

Carissa Paramita/afp/rtr

Editor: Renata Permadi