1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Eksekusi Tengah Malam di Nusakambangan

Hendra Pasuhuk29 April 2015

Para terpidana mati di Nusakambangan menolak matanya ditutup. Dengan kepala tegak mereka hadapi regu tembak sambil menyanyi. Indonesia bersikukuh eksekusi mati harus dilakukan demi memerangi masalah narkoba.

https://p.dw.com/p/1FH18
Foto: R. Gacad/AFP/Getty Images

Tujuh terpidana mati warga asing dan satu warga Indonesia digiring berjalan menghadapi regu tembak yang sudah bersiap-siap dengan senjata laras panjang. Mereka menolak diikat matanya dan memilih berdiri tegak, sambil menyanyikan lagu Amazing Grace di tengah hutan lapangan tembak. Tak sampai satu jam lewat tengah malam, delapan orang itu serentak rubuh terkena peluru. Demikian cerita seorang saksi mata di lokasi eksekusi kepada kantor berita AFP.

"Ketika mereka dibawa keluar ke tiang kayu untuk dieksekusi, mereka terus menyanyi. Kami menunggu di tenda tidak jauh dari situ dan mencoba memberi dukungan moral kepada mereka," kata rohaniwan Charlie Burrows.

Sekelompok pendukung yang menunggu dari jauh menangis, sambil terus menyanyikan lagu-lagu pujian. Mereka memegang lilin-lilin besar dan berjaga dekat gerbang ke Penjara Nusakambangan. Anggota keluarga yang juga hadir terlihat menangis dan diantar pergi oleh kerabat dan teman-temannya. Nama-nama mereka yang dieksekusi dibacakan satu-persatu.

Menghibur dan memberi semangat

Owen Pomana, bekas tahanan yang kemudian menjadi rohaniwan, mencoba memberi semangat. "Jangan takut, mereka tidak perlu takut apa-apa," serunya.

Pendukung yang berkumpul mencoba menghibur kerabat yang menangis, yang sekarang harus merampungkan prosedur pengambilan jenazah dan upacara penguburan.

Indonesien Letzter Familienbesuch für Verurteilte in indonesischem Gefängnis
Ambulans disiapkan untuk mengangkut jenazah setelah penembakanFoto: Getty Images/U. Ifansasti

Angelita Muxfeldt, sepupu warga Brasil Rodrigo Gularte yang ditembak mati, digiring Charlie Burrows melewati kerumunan massa.

Tapi ada juga kelompok dan kerabat yang merayakan penuh kegembiraan ditundanya eksekusi Mary Jane Veloso, pembantu rumah tangga asal Filipina yang ditahan dan dijatuhi hukuman mati karena ditemukan 2,6 kg heroin di kopernya ketika mendarat di Yogyakarta tahun 2010.

Upaya penyelamatan Mary Jane

Para aktivis Migrant Care, Anis Hidayah dan Wahyu Susilo, adalah dua dari sekian orang yang bertemu langsung dengan Presiden Jokowi hari Selasa (28/04/15), untuk meminta penundaan eksekusi Mary Jane. Mereka didampingi wakil-wakil dari serikat buruh migran.

Para aktivis menerangkan bahwa Mary Jane kemungkinan besar menjadi korban penipuan sindikat narkoba. Beberapa TKI di luar negeri yang juga jadi korban penipuan dengan modus serupa dan kini terancam dihukum mati. Malah sekarang seorang perempuan yang disebut-sebut sebagai "perekrut" Mary Jane menyerahklan diri kepada polisi di Filipina dan akan disidangkan.

Indonesien Todesstrafe Drogenschmuggeler
Adik Mary Jane, Darling Veloso, bertemu pengacara di Cilacap setelah kembali dari NusakambanganFoto: R. GacadAFP/Getty Images

Presiden Filipina Benigno Aquino II juga mengimbau Presiden Jokowi untuk membatalkan perintah eksekusi terhadap Mary Jane. Sebab kesaksiannya justru dibutuhkan di Filipina untuk mengungkap jaringan sindikat narkoba. Akhirnya, eksekusi Mary Jane memang ditunda, menunggu proses pengadilan di Filipina.

Mary Jane Veloso sekarang telah kembali ke Penjara Wirogunan di Yogyakarta. Dia diberangkatkan Rabu pagi daru Nusakambangan. "Ini sebuah kejaiban," katanya ibunya di Filipina kepada wartawan.

Menyulut diskusi

Kepala LP Wirogunan Zaenal Arifin menerangkan kepada Tempo Interaktif, dia berada dalam kondisi baik. Mary Jane tampak lelah, namun merasa senang dan bahagia karena telah selamat dari eksekusi mati beberapa jam sebelumnya di di Nusakambangan.

Eksekusi tengah malam di Nusakambangan menyulut diskusi hangat tentang pro dan kontra pelaksanaan hukuman mati di Indonesia. Gereja Katolik Indonesia sebelumnya telah menyatakan dengan tegas menolak hukuman mati untuk segala jenis kejahatan.

Pegiat budaya, penyanyi, penulis banyak yang menyuarakan penentangan terhadap hukuman mati, antara lain anggota tim Jury Asia's Got Talent Anggun C. Sasmi serta penyair dan penulis roman Laksmi Pamuntjak.

hp/yf (afp, cnnindonesia, tempointeraktif)