1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

China Anerkennung

6 Agustus 2008

Carrefour di Cina diboikot, internet disensor. Apakah Cina sebenarnya rendah diri menghadapi kritik internasional?

https://p.dw.com/p/Erg3
Gambar simbol kebebasan pers CinaFoto: AP

Ketika demonstran di Prancis memprotes datangnya iringan obor api Olimpiade sebagai bentuk keprihatinan terhadap kekerasan di Tibet, pemuda di Cina mengecam protes Prancis tersebut. Di internet, mereka menyerukan untuk memboikot barang Prancis. Yang terutama merasakan dampak dari pemboikotan tersebut adalah hipermarket Prancis, Carrefour. Namun, aksi ini dianggap sebagai reaksi atas pelecehan nasionalisme yang berlebihan atau gengsi Cina yang tidak mau dikritik.

Rakyat Cina sudah terbiasa dengan berita bagus yang disebarkan media pemerintah. Seperti: "Cina aman", "perekonomian Cina berkembang pesat", "Udara Cina bersih", atau "Cina akan menggelar pesta Olimpiade paling meriah sepanjang masa". Oleh karena itu, kritik yang tersirat pun dianggap menyinggung, apalagi jika orang Barat yang menulisnya. Hal ini merupakan bagian dari budaya dan sejarah Cina, demikian ujar sejarawan Shanghai Zhu Xueqin.

"Setelah tahun 1949 Mao Tse Tung mengusir semua warga asing dari Cina. Pemerintah Cina begitu yakin, mereka adalah musuh Cina dan hanya mengejar target, menghancurkan Cina. Setelah kematian Mao, Deng Xiaoping memulai dengan politik reformasi. Cina membuka pasarnya terutama untuk investor asing dan teknologi. Akan tetapi tidak untuk norma-norma Barat. Padahal, hubungan Cina dengan negara Barat berbeda sekali dibandingkan di masa Mao. Namun, Cina masih saja curiga dengan Barat.

Kritik yang dilontarkan negara Barat teruatama tertuju pada soal hak asasi manusia. Yakni Tibet, sensor dan perilaku pemerintah Cina terhadap wartawan. Oleh pemerintah Cina negara Barat dijadikan alasan untuk mengintimidasi rakyatnya," tutur Zhu menjelaskan.

Oleh karena itu, pemerintah Cina merasa jengkel bila ada kritik dari negara Barat. Karena mereka tetap beranggapan, Barat hendak menghancurkan Cina.

Beberapa saat menjelang Olimpiade, keributan atas kritik Barat nampaknya mereda. Jika Anda menanyakan orang Cina, mengapa Cina selalu ingin menjadi nomor satu, Anda tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan jawaban. Seorang pejalan kaki menuturkan, "Seorang miskin ingin menjadi kaya. Seorang laki-laki yang bermain basket di Amerika Serikat, tentu ingin menjadi bintang NBA. Hanya orang yang bercita-cita dapat meraihnya."

Sementara yang lain mengatakan, "Saya ingin, setelah Olimpiade berakhir, orang asing mengerti, bahwa Cina adalah sebuah negara yang kuat dan sama bagusnya seperti negara lain."

Banyak orang asing di Cina merasa aneh, jika ditanya oleh orang atau reporter Cina tentang hal yang paling menyenangkan bagi mereka atau bagaimana pendapat mereka tentang perkembangan di Beijing. Tentu dalam situasi seperti itu jawaban yang diharapkan adalah pujian, pengakuan atas prestasi yang luar biasa, yang dicapai Cina dalam waktu yang cukup singkat. Kecanduan akan pengakuan yang menurut Zhu Xueqin dari Universitas Shanghai justru menunjukkan, bahwa Cina sebetulnya kurang percaya diri.

Zhu Xueqin mengatakan, "Seandainya orang cukup percaya diri, maka ia dapat menangani pujian maupun kritikan apapun. Ia tidak akan menutup telinganya dan hanya bersedia menerima sanjungan. Namun ia akan memikirkan, bagaimana hubungannya antara yang ia kerjakan dan penilaian orang luar. Akan tetapi, bila ia kurang percaya diri, ia akan selalu bertanya, apa yang kerap dibicarakan orang lain tentangnya. Burukkah atau baik? Begitu juga pemerintah. Bila pemerintah hanya menginginkan orang-orang berbicara baik, hari ini baik, besok baik dan lusa akan lebih baik, itu justru membuktikan kurang percaya."(an)