1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

071209 Kosovo den Haag

8 Desember 2009

Sejak tanggal 1 Desember, Mahkamah Internasional di Den Haag menggelar debat terbuka menyoal keabsahan proklamasi kemerdekaan Kosovo. Serbia tetap berkeras bahwa proklamasi kemerdekaan bekas provinsinya tidak legal.

https://p.dw.com/p/KxGo
Dengan mengibarkan benderanya, warga Kosovo merayakan kemerdekaan negara pecahan Yugoslavia iniFoto: picture-alliance/ dpa

Sampai tanggal 11 Desember, wakil dari Kosovo, Serbia serta 29 negara lainnya berpeluang menyampaikan argumen pro dan kontranya terkait kemerdekaan Kosovo.

"Persidangan dibuka" dengan kata-kata ini, Hisashi Owada, ketua Dewan beranggota 15 orang memulai proses persidangan di Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Ini mungkin merupakan tahap terakhir sengketa hukum terkait proklamasi kemerdekaan Kosovo.

Serbia menolak mengakui kemerdekaan bekas provinsinya. Di depan Mahkamah Internasional, Dusan Batakovic, ketua delegasi Serbia menegaskan bahwa proklamasi kemerdekaan Kosovo tanggal 17 Februari 2008 melanggar prinsip integritas dan kedaulatan teritorial Serbia dan Resolusi 1244 Dewan Keamanan PBB.

Sampai saat ini kemerdekaan Kosovo diakui 63 negara. Sebagian lagi negara masih menunggu keputusan Mahkamah Internasional. Menteri Luar Negeri Kosovo Skender Hyseni yakin, proklamasi kemerdekaan Kosovo sesuai dengan hukum internasional dan keputusan pengadilan di Den Haag akan selaras dengan itu. Pihak Kosovo menolak untuk kembali ke meja perundingan untuk membahas status bekas provinsi Serbia itu. Alasannya, meski Serbia dan Kosovo berunding selama dua tahun, tapi keduanya tetap gagal mencapai kesepakatan..

Jerman termasuk salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Kosovo. Argumen utama yang diajukan Wasum-Rainer, wakil Departemen Luar Negeri Jerman di depan pengadilan di Den Haag adalah, proklamasi kemerdekaan itu tidak melanggar hukum internasional karena merupakan bagian hak untuk menentukan nasib sendiri bangsa Kosovo. Selain itu, Kosovo yang merdeka turut mendukung keamanan dan stabilitas kawasan.

Tapi Wasum-Rainer juga menegaskan bahwa ini adalah kasus istimewa. "Kosovo bukan kasus preseden. Ini adalah kasus yang spesifik dan sangat khusus. Elemen terpenting kasus ini jelas: yang pertama, periode panjang kekerasan sistematis dan kejahatan terhadap minoritas Kosovo. Kedua, masa transisi di bawah PBB yang seharusnya memberi peluang untuk mencapai kompromi yang akhirnya gagal."

Argumen-argumen ini mendorong pakar hukum internasional Jerman untuk menyimpulkan bahwa proklamasi kemerdekaan Kosovo selaras dengan hukum internasional dan tidak melanggar integritas wilayah Serbia atau resolusi PBB 1244.

Meski begitu, Jerman memiliki hubungan baik dengan keduanya. Baik Kosovo dan Serbia memiliki tempat dalam Uni Eropa, tegas Wasum-Rainer:

Mahkamah Internasional di Den Haag menggelar dengar pendapat dan pernyataan bagi pihak yang mendukung dan menentang kemerdekaan Kosovo sampai 11 Desember mendatang. Musim semi tahun 2010 depan, pengadilan internasional Den Haag meluncurkan laporan evaluasi. Tapi karena evaluasi Mahkamah Internasional tidak bersifat mengikat, baik Kosovo maupun Serbia berharap laporan yang diluncurkan akan mendukung posisinya masing-masing

Bahri Cani/Ziphora Robina
Editor: Yuniman Farid