1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kemenangan Obama Berarti 'Status Quo' Timur Tengah

Daniella Cheslow15 November 2012

Pemilu AS diamati secara seksama di Timur Tengah. Kemenangan Obama adalah pukulan bagi PM Israel Benyamin Netanyahu dan mungkin tidak akan berpengaruh banyak bagi warga Palestina.

https://p.dw.com/p/16jFl
Foto: picture-alliance/dpa

Di Timur Tengah, warga Israel dan Palestina menyambut terpilih kembalinya Barack Obama dengan setengah hati. Perdana menteri Israel Benyamin Netanyahu berharap Mitt Romney yang menang, sementara warga Palestina walau mendukung Obama tidak yakin masa jabatan barunya akan membawa banyak perubahan di kawasan tersebut.

Netanyahu mencoba menanggapi kemenangan Obama secara positif. "Sekutu strategis antara Israel dan Amerika Serikat belum pernah sekuat ini. Saya akan terus bekerja sama dengan Presiden Obama dalam hal yang penting bagi keamanan warga Israel."

Namun, di balik pintu tertutup, suporter partai menyesalkan kekalahan Mitt Romney, sahabat lama Netanyahu. Kebijakan luar negeri Netanyahu dan pendekatan liberal masalah ekonomi dalam negeri lebih sesuai dengan pandangan kubu Republik AS dibandingkan Demokrat.

Netanyahu dan Obama kerap bentrok dalam upaya Obama untuk menghentikan pembangunan pemukiman di Tepi Barat yang diduduki Israel. Mereka juga tidak sepaham akan cara menangani program nuklir Iran. Iran mengatakan program nuklirnya untuk tujuan damai. Tapi Israel dan negara Barat ragu akan kebenarannya. PM Netanyahu mendesak Obama untuk menetapkan batas waktu kapan serangan militer bisa dilancarkan. Sementara Obama lebih mendukung penjatuhan sanksi bagi Iran.

Barack Obama mit Benjamin Netanyahu und Mahmoud Abbas Flash-Galerie
Barack Obama harus ubah strategi di masa jabatan keduaFoto: AP

Hubungan bersejarah

Pakar politik Gabriel Sheffer dari Universitas Ibrani Yerusalem mengatakan Obama tidak akan membahayakan hubungan bersejarah antara AS dan Israel.

"Obama mungkin mencoba menekan Israel, tetapi ia realistis dan tidak akan memutus hubungan antara Israel dan AS jika Israel tidak menerima pandangannya," ujar Sheffer kepada DW. "Ia mungkin akan membatasi suplai senjata agar tujuannya tercapai."

Terpilihnya Obama juga hanya akan sedikit berpengaruh dalam perdebatan Iran. Ini menurut pakar Iran Ali Nader dari RAND Corporation.

"Sepertinya Amerika Serikat akan meneruskan kebijakan setidaknya hingga beberapa bulan ke depan," ujar Nader kepada DW melalui e-mail. "Ini berarti menekan pemerintah Teheran melalui sanksi dan meneruskan diplomasi untuk mencapai solusi krisis nuklir. Tidak besar keinginan untuk konflik militer dan serangan militer Israel tidak produktif pada saat ini."

Benjamin Netanyahu
Netanyahu tuntut aksi militer, sementara Obama pilih sanksiFoto: Getty Images

Warga Palestina pesimis

Obama mendapat sambutan hangat di tahun 2008. Tapi empat tahun kemudian dukungan baginya berkurang. Warga Palestina kecewa dengan kegagalan Obama menghentikan pembangunan pemukiman Israel dan penolakan Obama untuk mendukung status keanggotaan Palestina di PBB tahun lalu.

Pakar politik Palestina Sameeh Hammoudeh dari Universitas Birzeit mengatakan, tidak banyak yang tercapai oleh Obama dalam hal Timur Tengah di masa jabatannya yang pertama. "Ia tidak melakuan apa-apa," kata Hammoudeh kepada DW. "Ia meminta Israel untuk menghentikan pembangunan, mereka tidak melakukannya dan ia membiarkannya. Ia mengatakan akan ada negara Palestina dan ia tidak melakukan apa-apa untuknya."

Flash-Galerie Obama Slideshow
Obama dan Israel tidak sepakat masalah Tepi BaratFoto: AP

Hammoudeh mengatakan ia berharap Obama bisa berfokus pada kebijakannya dan lebih menekan Israel. Namun, menurutnya AS hanya akan melakukannya jika ada kritikan tajam dari seluruh dunia Arab.

Para pemimpin Israel dan Iran juga menghadapi pemilu. Warga Israel akan memilih 22 Januari mendatang dan warga Iran Juni 2013.

Pekan lalu, mantan PM Israel Ehud Olmert memperkirakan dukungan Netanyahu kepada Romney akan merugikannya dalam pemilu tahun depan. "Mengingat apa yang dilakukan Netanyahu dalam beberapa bulan terakhir, pertanyaannya adalah : Apakah perdana menteri masih punya teman di Gedung Putih?" kata Olmert di New York. "Saya tidak yakin dan ini mungkin hal yang menentukan bagi kami di saat krisis ini."