1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kelompok Pemberontak Teruskan Pencarian Gaddafi

31 Agustus 2011

Libya merayakan Idul Fitri pertama dalam 42 tahun yang bebas dari penindasan rezim Muammar Gaddafi. Sementara 60 negara bersiap untuk mengikuti konferensi bantuan di Paris tentang masa depan pemerintahan baru Libya.

https://p.dw.com/p/12RHD
Foto: dapd

Puluhan ribu warga berkumpul di Lapangan Martir di Tripoli untuk merayakan dimulainya tiga hari libur nasional setelah berakhirnya bulan Ramadhan. Pria, perempuan dan anak-anak datang mengenakan pakaian terbaik mereka. Mereka berlutut dan berdoa. Sebagian menyuarakan kebahagiaan atas jatuhnya rezim Muammar Gaddafi. Seorang imam memberikan khotbah dan menyerukan agar semua warga Libya bersatu dan menyebut Gaddafi sebagai seorang tiran.

Gaddafi Belum Diketahui Keberadaannya

Sebagian besar wilayah Libya telah dikuasai kelompok pemberontak dengan dukungan NATO. Istri Gaddafi dan tiga orang anaknya juga telah diketahui mencari perlindungan di Aljazair. Namun, keberadaan Gaddafi sendiri masih belum diketahui. Omar Hariri, pimpinan urusan militer kelompok pemberontak mengatakan, informasi yang ia miliki hanyalah bahwa kemungkinan besar Gaddafi masih berada di Libya. Ia diduga bersembunyi di Bani Walid, yang berada di tenggara Tripoli atau di kota sekitar ibukota. Ahmed Darrad, penanggung jawab kementrian dalam negeri Libya hingga pemerintahan baru terbentuk bahkan menegaskan, bahwa mereka berhak untuk membunuh Gaddafi. Pemburuan Gaddafi menjadi tujuan utama kelompok pemberontak. Walaupun demikian, negosiasi masih berjalan bagi pendukung Gaddafi di Sirte yang ingin menyerahkan diri. Ketua dewan transisi nasional NTC, Mustafa Abdel Jalil, menginginkan Gaddafi ditangkap dalam keadaan hidup supaya ia bisa diadili.

Libya Tidak Ingin Keterlibatan Pasukan Asing Dalam Pemerintahan Baru

Libya yang membutuhkan bantuan NATO dalam revolusi melawan Gaddafi, tetap bersikap waspada dalam keterlibatan negara asing. Para pemimpin pemerintahan transisi menginginkan bantuan PBB dalam menyiapkan kesatuan polisi baru, tetapi mereka tidak melihat adanya tempat bagi pasukan perdamaian internasional atau pengamat, usai pemerintahan baru terbentuk. Sebelumnya, ketua NTC Mustafa Abdel Jalil menegaskan, bahwa warga Libya akan mampu menangani situasi di negaranya secara independen. Menurut Ian Martin, utusan khusus PBB masalah Libya, jelas sekali bahwa warga Libya tidak menginginkan penempatan militer PBB atau lainnya dalam bentuk apapun. "Mereka menginginkan saran PBB dalam bidang keadilan di masa transisi. Yakni masalah sulit yang akan mereka hadapi dalam menyeimbangkan pertanggungjawaban dalam hukum bagi mereka yang melakukan pelanggaran HAM dan kebutuhan akan adanya rekonsiliasi nasional." 

Persiapan Konferensi Libya di Paris

Sementara itu, Kamis ini (1/9) pemimpin sejumlah negara akan bertemu di Paris untuk membicarakan masa depan Libya. Perancis dan Inggris menjadi tuan rumah dengan harapan bisa menunjukkan bahwa kampanye militer yang mahal bisa mewujudkan transisi politik. Jelang konferensi tersebut, juru bicara kementrian luar negeri Jerman Andreas Peschke kembali menegaskan keterlibatan Jerman. "Kami siap mendukung dewan transisi nasional, khususnya dengan bantuan keuangan. Kami telah mengajukan permohonan kepada PBB untuk mencairkan sebagian kekayaan Libya di Jerman dan kami yakin permohonan ini akan segera dikabulkan." Konferensi pertama yang mengusung nama 'Friends of Libya' atau 'teman-teman Libya' digelar di hari yang seharusnya dirayakan oleh Gaddafi. 1 September 42 tahun yang lalu, Gaddafi mengangkat diri ke pucuk kekuasaan Libya setelah melakukan kudeta militer.  

dpa/afp/rtr/Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Marjory Linardy