1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Karzai Presiden Afghanistan Tanpa Legitimasi

3 November 2009

Politik di Afghanistan kini menjadi lelucon belaka. Penetapan Hamid Karzai sebagai pemenang pemilu presiden merupakan propaganda ampuh bagi Taliban.

https://p.dw.com/p/KMZ9


Proklamasi kemenangan Hamid Karzai tanpa melewati pemilu presiden putaran penentuan di Afghanistan, setelah mundurnya kandidat penantangnya Abdullah Abdullah menjadi tema komentar harian internasional.

Harian liberal kiri Spanyol El Pais yang terbit di Madrid dalam tajuknya berkomentar : Untuk meraih legitimasi yang tidak dimilikinya, Hamid Karzai harus mengubah secara radikal haluan politiknya. Dengan cara mengganti antek-anteknya dan mengakhiri korupsi. Akan tetapi sangat diragukan, bahwa presiden Afghanistan itu akan menjalankan sebuah reformasi, yang selama tujuh tahun masa pemerintahannya tidak pernah dipedulikan. Bagi Taliban dan Al Qaida pengukuhan kembali Karzai, menjadi senjata propaganda unggulan. Di mata kelompok radikal Afghanistan, proses demokratisasi yang mereka lawan habis-habisan, praktis sudah gagal.

Harian Inggris The Independent yang terbit di London berkomentar : Barat mengharapkan, lewat pemilu penentuan itu pemerintahan baru dapat mempertajam legitimasinya. Dengan susah payah presiden Hamid Karzai dapat dibujuk untuk menggelar pemilu penentuan. Sekarang, semuanya kembali ke titik awal. Persepsi yang kini meluas adalah, sebuah rezim penipu dikukuhkan kembali memimpin Afghanistan. Hal tsb membuat pertimbangan presiden AS Barack Obama, apakah ia akan mengirimkan tambahan 40.000 serdadu ke Afghanistan, semakin menjadi sebuah mimpi buruk.

Harian liberal kiri Italia La Repubblica yang terbit di Roma berkomentar : Hamid Karzai dikukuhkan untuk ketiga kalinya menjadi presiden Afghanistan. Kali ini menjadi seorang presiden yang tidak memiliki kandidat saingan, yang ditetapkan kembali untuk menghindari digelarnya pemilu babak penentuan. Berbeda dengan tahun 2001 lalu, ketika pimpinan suku Pashtun itu kembali ke negerinya dengan didukung pasukan elite AS, situasinya sekarang semakin sulit. Memang saat ini Taliban tidak lagi berkuasa. Akan tetapi kelompok santri ini mampu melancarkan serangan di seluruh Afghanistan, untuk semakin melemahkan pemerintahan Karzai. Karenanya, Hamid Karzai harus bekerjasama lebih erat dengan mantan saingan terberatnya, Abdullah Abdullah untuk mencegah agar negeri itu tidak ambruk ke dalam kekacauan.

Terakhir harian Swiss Tages Anzeiger yang terbit di Zürich berkomentar : Seorang presiden Afghanistan yang nyaris tidak memiliki legitimasi, mendapat sebuah amnesti dari Washington. Hanya sekitar 15 persen penduduk Afghanistan yang memilih Hamid Karzai dalam pemilu putaran pertama dan satu-satunya pemilu yang digelar. Sebagian besar pemilih tidak datang ke bilik pemilihan, karena takut serangan Taliban. Di negara lainnya, keikut sertaan pemilih yang minim semacam itu, sudah cukup untuk mengisolir sebuah pemerintahan. Tapi Afghanistan beda, karena di negeri ini tidak ada alternatif lainnya. Afghanistan tidak akan berkembang menjadi sebuah negara demokrasi seperti rancangan AS, hanya karena Washington menghendakinya. Keyakinan yang keliru tsb menyesatkan pemerintahan Bush. Tapi juga pemerintahan Barack Obama tidak menunjukkan perubahan politik mendasar di Afghanistan.

AS/AR/dpa/afpd