1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Juru Kamera Al Jazeera Tewas di Libya

14 Maret 2011

Juru kamera Al Jazeera tewas terbunuh Sabtu lalu (12/03) di kota Benghazi. Stasiun televisi tersebut mengatakan ini adalah serangan terarah dari rezim Gaddafi.

https://p.dw.com/p/10YlK
Jenazah Ali Hassan al Jaber tiba di DohaFoto: dapd

Pembaca berita stasiun televisi Al Jazeera tidak bisa menyembunyikan perasaannya, saat mengumumkan kematian koleganya Ali Hassan al Jaber. "Tim kami diserang di wilayah Hawari barat daya dari Benghazi. Ali Hassan al-Jaber berasal dari Qatar. Ia lahir tahun 1955. Ia menamatkan pendidikannya di fakultas sinematografi di akademi seni Kairo. Semoga Tuhan mengampuni dosa mendiang."

Hari Minggu pagi kemarin (13/03) digelar upacara berkabung bagi juru kamera Al Jazeera tersebut. Jenazahnya diarak oleh warga setempat keliling kota. Rencananya, jenazah al Jaber akan dibawa dari Mesir ke kampung halamannya Qatar untuk dikuburkan disana. Al Jaber adalah jurnalis asing pertama yang tewas sejak awal revolusi di Libya. Tiga peluru bersarang di tubuhnya. Koresponden Nasser al-Haddar juga mengalami luka-luka dalam serangan tersebut. Menurut keterangan saksi mata, mereka memang menjadi sasaran saat berada dalam perjalanan menuju demonstrasi anti Gaddafi di dekat Benghazi untuk mengambil gambar disana. Rekan sejawatnya melaporkan, bahwa mereka sudah sejak beberapa waktu merasa diamati dan diikuti.

Gaddafi menyalahkan Al Jazeera telah memanas-manasi para pemberontak untuk terus melawan rezimnya. Sinyal penerimaan stasiun berita Qatar ini pun telah mengalami gangguan. Program Arab hanya bisa diterima secara terbatas atau tidak sama sekali. Organisasi kemanusiaan internasional, seperti Reporter Lintas Batas dan Amnesty International telah mengecam kejadian tersebut dan memperingatkan akan kemungkinan adanya serangan lanjutan yang menjadikan wartawan sebagai target.

Tidak hanya media asing yang dipermasalahkan pihak Gaddafi, tetapi juga Liga Arab. Sabtu lalu (12/03), mereka menyetujui zona larangan terbang di Libya dan menuntut Dewan Keamanan PBB untuk menetapkan resolusi yang sesuai. Saif al Islam, putera Gaddafi, tampak tidak terpengaruh dengan keputusan Liga Arab. "Selain saudara-saudara kami yang medukung kami, saya tidak peduli apa yang diomongkan oleh orang Arab, Liga Arab dan media mereka."

Para pemberontak di Libya Timur saat ini seperti tidak memiliki harapan lagi. Stasiun televisi resmi pemerintahan Libya melaporkan, pasukan pemerintah telah menguasai kota Brega dan terus menuju Ajdabiya. Kota ini terletak di persilangan jalan yang penting. Dari sana ada sebuah jalan yang menuju pelabuhan minyak Tobruk di wilayah terluar sebelah timur laut negara ini. Para tentara pemerintahan bisa menghindari kota Benghazi dan mengambil alih kekuasaan di Tobruk. Maka, Benghazi akan terjebak dan tidak akan mendapat suplai kebutuhan pangan atau bisa diserang dari dua arah yang berbeda.

Bettina Marx / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Hendra Pasuhuk