1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kriminalitas

Joe Biden Bertekad Perketat Kepemilikan Senjata di AS

Jon Shelton
9 April 2021

Presiden AS Joe Biden menyebut kekerasan bersenjata sebagai "krisis kesehatan masyarakat" yang merugikan negara miliaran dolar. Dia mengatakan pemerintahannya "benar-benar bertekad membuat perubahan."

https://p.dw.com/p/3rkms
Presiden AS Joe Biden
Presiden AS Joe BidenFoto: Brendan Smialowski/AFP/Getty Images

Jengah dengan maraknya aksi kekerasan bersenjata di negaranya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Kamis (08/04) mengumumkan enam tindakan eksekutif yang akan diambil pemerintahannya untuk memerangi "epidemi" kekerasan bersenjata yang telah menggenggam negara itu dalam cengkeramannya selama beberapa dekade.

Biden menyebutkan bahwa kekerasan bersenjata sebegai "krisis kesehatan nasional" yang merugikan Amerika Serikat, karena telah merenggut banyak nyawa dan masa depan warganya. Kekerasan juga telah menyebabkan kerugian ekonomi sekitar $ 280 miliar (sekitar Rp 4 kuadriliun) setiap tahunnya.

"Ini adalah epidemi, demi Tuhan, dan harus dihentikan," kata Biden pada konferensi pers di Gedung Putih yang digelar di luar ruangan. Wakil Presiden Kamala Harris dan Jaksa Agung Merrick Garland juga berbicara pada kesempatan yang sama.

Biden berterima kasih kepada para korban dan keluarga korban kekerasan senjata yang hadir di sana atas keberanian yang mereka tunjukkan. Ia juga mengatakan bahwa tanggung jawabnya sebagai presiden mengharuskan dia untuk bertindak dan melakukan segala daya untuk mengatasi masalah ini, bahkan jika Kongres tidak mendukungnya. 

Hanya selang beberapa jam setelah pengumuman ini, kembali terjadi penembakan yang menewaskan satu orang dan mencederai sedikitnya lima lainnya di sebuah tempat usaha di Texas.

Tindakan eksekutif apa yang diumumkan Biden?

Presiden AS itu pun memperkenalkan daftar enam tindakan eksekutif yang akan segera dia tanda tangani, yang akan membahas hal-hal berikut:

1. Pendaftaran senjata rakitan. Biden akan meminta individu yang membeli kit senjata rakitan rumahan untuk menjalani pemeriksaan latar belakang serta meminta produsen untuk menandai komponen utama dengan nomor seri sehingga dapat dilacak. Saat ini, kedua hal itu tidak diwajibkan oleh hukum.

2. Terbitkan laporan tahunan perdagangan senjata kriminal. Terakhir kali laporan semacam itu disusun sekitar 20 tahun lalu.

Polisi mengamankan warga dari penembakan massal di wilayah industri di Bryan, Texas, 8 April 2021
Penembakan di Texas, Amerika Serikat, terjadi hanya beberapa jam setelah Presiden Joe Biden umumkan perketat izin kepemilikan senjata api, Kamis (08/04).Foto: Sam Craft/AFP

3. Aplikasi khusus untuk membeli alat modifikasi senjata. Individu yang membeli modifikasi untuk membuat senjata lebih mematikan - seperti penstabil untuk pistol yang digunakan dalam penembakan massal di Colorado minggu lalu, harus mendaftarkan nama kepada pihak berwenang sebelum diizinkan untuk membeli barang-barang tersebut.

4. Selain itu, akan ada juga 'Bendera Merah' atau Undang-Undang Perlindungan Risiko Ekstrem yang memungkinkan pengadilan untuk menyita senjata dari individu yang tidak stabil jika ada alasan yang jelas untuk melakukannya. Joe Biden mengatakan undang-undang tersebut akan membantu mencegah tindakan bunuh diri, melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga dan menghentikan penembakan massal.

5. Investasi bagi komunitas. Lebih lanjut, Biden mengatakan serangan bersenjata di komunitas kulit berwarna di perkotaan sebagai penyebab utama kematian anak laki-laki dan warga laki-laki kulit hitam antara usia 15-34 tahun di AS. Selain kerusakan psikologis pada komunitas-komunitas itu, dia juga menekankan adanya kerugian moneter yang cukup besar akibat kekerasan senjata untuk biaya rumah sakit, terapi fisik, konseling trauma, biaya proses pengadilan, biaya di penjara dan kerugian akibat hilangnya produktivitas. Semuanya akan lebih baik bila diinvestasikan untuk membangun komunitas setempat.

6. Biden juga mengumumkan bahwa ia akan mencalonkan pengacara pengawas senjata David Chipman sebagai Kepala Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak (ATF), yang sejak 2015 tidak memiliki direktur tetap. 

Cukup berdoanya, sekarang waktunya bertindak

Biden mengatakan aspek terpenting dari pekerjaannya sebagai presiden adalah "melindungi rakyat Amerika," dan dia meminta Kongres untuk membantunya melakukan hal itu. Namun, dia mengeluhkan kenyataan bahwa para politisi "telah banyak memberikan pikiran dan doa, tetapi gagal untuk memperkenalkan satu undang-undang untuk mengurangi kekerasan senjata."

Dia juga meminta Senat untuk bertindak dan menyetujui RUU yang dirancang untuk menutup celah yang ada pada pemeriksaan latar belakang untuk melakukan pertunjukan senjata atau pembelian online. Celah ini disebut celah Charleston dan memungkinkan dijualnya senjata kepada individu yang meski pemeriksaan latar belakang oleh FBI belum selesai. Nama Charleston mengacu pada kasus yang memungkinkan seorang supremasi kulit putih untuk membeli senjata yang digunakan untuk membunuh sembilan pengunjung gereja kulit hitam di Charleston, Carolina Selatan, pada 2015.

RUU ini juga dirancang untuk mengesahkan kembali Undang-Undang Kekerasan Terhadap Perempuan yang akan menyita senjata dari tangan pacar dan penguntit yang menurut pengadilan rawan melakukan tindakan kekerasan dan ancaman.

"Pemeriksaan latar belakang secara universal," kata Biden, "bukanlah masalah partisan." Ia menekankan bahwa pemeriksaan ini juga "didukung oleh sebagian besar orang Amerika dan sebagian besar pemilik senjata."

ae/ha (AFP)