1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jepang dan Mimpi Olympiade

Julian Ryall9 September 2013

Tokyo tenggelam dalam suka cita usai dipilih sebagai kota penyelenggara Olympiade 2020. Krisis Fukushima menyusul gempa bumi dan tsunami 2011 ikut memainkan peran dalam proses pemilihan.

https://p.dw.com/p/19eAt
Foto: Reuters

Ketegangan memuncak beberapa menit menjelang pengumuman kota penyelenggara Olympiade musim panas 2020. Hening dan senyap menguasai bar-bar dan restauran di Tokyo. Dan ketika Jaques Rogge, Presiden Komite Olympiade Internasional 8IOC) membuka amplop di Buenos Aires untuk mengumumkan kemenangan Tokyo, Jepang tenggelam dalam suka cita.

Layar lebar menampilkan ribuan warga Tokyo turun ke jalan dan berpesta. "Kita berhasil, kita berhasil," teriak sejumlah peserta. Ibukota Jepang itu mengalahkan Istanbul dengan 36 dari 60 suara. Sementara Madrid yang diunggulkan, secara mengejutkan tersisih di putaran pertama.

"Tokyo merasa terhormat dan dengan rendah hati menerima keputusan IOC untuk menggelar Olympiade dan Paralympiade 2020 di kota kami," kata ketua panitia Olympiade Tokyo, Tsunekazu Takeda. Ia berterimakasih kepada IOC atas kepercayaan terhadap "kota yang luar biasa. Kami tidak akan mengecewakan penonton dan menggelar turnamen yang tidak akan terlupakan," katanya terharu.

"Jantung saya berdetak keras"

Tekeda yang pernah mewakili Jepang pada Olympiade München 1974 dan Montreal 1978 itu mengutip jajak pendapat terakhir, bahwa "94 persen" penduduk mendukung Tokyo sebagai kota penyelenggara Olympiade. Tokyo 2020 akan menjadi event yang luar biasa di jantung kota yang sangat dinamis, ujarnya.

Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe tampil emosional usai pengumuman kemenangan Tokyo, "Jantung saya berdetak keras dan sekarang saya sangat bahagia. Kami akan memenuhi harapan semua orang dan menggelar Olympiade yang sukses," ia melanjutkan, "saya kira kami dapat menjanjikan turnamen yang aman." Selain itu delegasi Jepang juga menekankan, Olympiade di Tokyo akan menyuntikkan rasa bangga terhadap penduduk yang menjadi korban Tsunami 2011 lalu.

Plan des Olympiageländes in Tokio (eingestellt von nis/Joscha Weber)
Rancangan kompleks Olympiade di TokyoFoto: tokyo2020.jp

Pada presentasi di depan delegasi IOC, athlet Paralympiade, Mami Sato menegaskan arti penting kemenangan Tokyo untuk Jepang. Athlit loncat jauh yang kehilangan salah satu kakinya saat usia 19 tahun itu menggambarkan situasi pasca bencana alam.

Bantuan untuk korban bencana alam

Kota kelahirannya, Tohoku luluh lantak akibat gempa bumi dan Tsunami. Butuh beberapa hari hingga Sato bisa menemukan kembali keluarganya yang masih hidup. Bersama olahragawan lain, Sato membagi-bagikan bahan pangan dan obat-obatan kepada korban.

"Lebih dari 200 Athlet Jepang dan Internasional berulangkali mengunjungi kawasan-kawasan yang rusak akibat bencana alam dan membantu lebih dari 50.000 anak-anak," kata Sato di hadapan anggota IOC. "Saya menyaksikan sendiri kekuatan olahraga. Olahraga menciptakan mimpi baru, menyihir senyum, menabur harapan dan menyatukan mereka semua."

Pesta di Tokyo berlangsung hingga terbit matahari. Massa terutama berkumpul di persimpangan Shibuya. Setelah fase pendaftaran yang berlangsung dua setengah tahun itu, mereka yakin dapat mengatasi dampak krisis Fukushima. Jepang menanti masa depan yang lebih baik.