1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jemaah Islamiyah Bangkit di Bawah Bayang Islamic State

15 Februari 2016

Sepak terjang Islamic State yang menyedot perhatian kepolisian memberikan ruang buat Jemaah Islamiyah untuk kembali memperkuat diri. Kelompok teror tersebut diyakini sedang dalam "tahap persiapan."

https://p.dw.com/p/1HvSe
Indonesien Platina
Foto: picture-alliance/ANN

Ketika kepolisian sibuk memburu simpatisan Islamic State menyusul serangan teror di Jakarta, jaringan Jemaah Islamiyah (JI) mulai bergeliat dalam diam. Menurut kesaksian dua anggota aktifnya kepada kantor berita Reuters, kelompok pimpinan Abu Bakar Al-Basyir itu sedang dalam masa "persiapan."

"Mereka belum beroperasi tapi sedang merekrut anggota, memperkuat pengetahuan, pelatihan, jaringan dan keuangan," kata Nasir Abbas, bekas pimpinan JI asal Malaysia. "Saya tidak akan meremehkan mereka."

Analis keamanan Sidney Jones meyakini JI saat ini sudah berhasil mengumpulkan jumlah anggota seperti sebelum bom Bali 2002, yakni sekitar 2000 orang. Kebanyakan simpatisan aktif JI berasal dari Australia.

Sumber Keuangan Berlimpah

Berbeda dengan sel Islamic State di Indonesia, simpatisan Jemaah Islamiyah dinilai memiliki pelatihan yang jauh lebih matang ketimbang grup asal Suriah tersebut. Selain itu JI juga diyakini telah mengamankan sumber dana yang berlimpah.

Sejumlah pakar keamanan memperkirakan bahan peledak yang digunakan anggota teroris Islamic State dalam serangan teror di Jakarta bulan lalu bernilai sekitar satu juta Rupiah. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan bom Bali 2002 yang menelan biaya sekitar 50.000 US Dollar.

Menurut Nasir Abas, Jemaah Islamiyah masih diperkuat oleh pejuang-pejuang tua yang berpengalaman sebagai anggota Mujahiddin dalam perang gerilaya melawan Uni Sovyet di Afghanistan pada dekade 1980. Mereka tidak cuma memiliki kemampuan tempur, tetapi juga pengetahuan tentang pembuatan bom.

Mencari Dukungan Publik

Analis mencatat sejumlah perubahan pada strategi JI. Pertama kelompok teror tersebut tidak lagi berupaya melebarkan pengaruhnya ke Asa Tenggara, melainkan fokus pada Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.

Kedua JI kini banyak berkaca pada Hamas dan Ikhwanul Muslimin dalam mencari dukungan publik untuk ideologi dan ambisinya membangun kekhalifahan Islam. "Hingga titik tertentu kami harus bersikap damai," tutur Abu Rusydan yang dianggap sebagai dedengkot JI saat ini dalam wawancara telepon kepada Reuters. "Kalau tidak bagaimana kami akan mendapat dukungan publik?"

"Jika pemerintah Indonesia bisa memahami pesan kami lewat kata-kata, kami tidak perlu melancarkan serangan seperti bom Bali." Ketika ditanya kenapa Jemaah Islamiyah mengirimkan anggotanya ke Suriah, Abu Rusydah menjawab "untuk menyediakan layanan kemanusiaan."

rzn/as (rtr,ap)