1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KriminalitasJerman

Islamis di Jerman: Tenang, Namun Membahayakan

Marcel Fürstenau
1 Juli 2021

Serangan penusukan di kota Würzburg Jerman meningkatkan kekhawatiran terhadap ancaman ekstremisme Islam, bahkan saat motif penyerang masih belum jelas. Insiden ini kembali meningkatkan fokus Jerman terhadap ekstremisme.

https://p.dw.com/p/3vqYl
Serangan penusukan di Würzburg
Serangan penusukan di Würzburg mengejutkan warga Jerman Foto: Karl-Josef Hildenbrand/dpa/picture alliance

Sebuah serangan penusukan terjadi minggu lalu di kota Würzburg, Bayern, yang menyebabkan tiga orang tewas dan tujuh orang terluka - lima di antaranya luka serius. Tersangka adalah pria asal Somalia yang permohonan suakanya ditolak.

Polisi sedang menyelidiki motifnya, termasuk kemungkinan kaitannya dengan ekstremisme Islam. Sejauh ini yang bisa dikonfirmasi oleh pihak kepolisian adalah tersangka pernah menjalani terapi karena masalah psikologis.

Kekhawatiran terhadap naiknya ekstremisme, meningkatkan fokus Jerman tentang kekerasan bermotif agama dan politik. Kekerasan semacam ini mengingatkan warga pada serangan pasar Natal yang dilakukan oleh ekstremisme Islam di Berlin, yang menewaskan 12 orang dan lebih dari 60 terluka.

Juga serangan anggota radikal kanan di Halle dan Hanau masing-masing pada 2019 dan 2020, yang menargetkan orang-orang Yahudi dan orang-orang berlatar belakang Turki. Dalam serangan di Halle, dua orang tewas dan pada serangan di Hanau sembilan orang tewas, semua korban berlatar belakang migran. 

Korban tewas serangan di Halle
Jana L dan Kevin S tewas dalam serangan teror ekstremis kanan di Halle 9 Oktober lalu.Foto: DW/B. Knight

Walter Lübcke, seorang politisi konservatif regional, ditembak mati di depan rumahnya oleh seorang pengikut kelompok radikal kanan pada tahun 2019 karena sikapnya yang pro-pengungsi.

Dalam beberapa insiden ini, polisi dikritik karena gagal bertindak untuk mencegah kejahatan atau membantu para korban.

Laporan intelijen domestik terbaru Jerman yang dipresentasikan pada bulan Juni, memandang ekstremisme sayap kanan sebagai ancaman terbesar bagi masyarakat. Laporan ini juga memuat informasi tentang potensi kekerasan sayap kiri dan ekstremisme Islam.

Ancaman aksi teror seorang diri (lone wolf)

Pihak berwenang pada tahun 2020 mengkaitkan 409 kejahatan dengan "ideologi agama". Ini menandai peningkatan kasus 13% dari tahun sebelumnya. Lebih dari 90% kejahatan itu terkait dengan Islam, namun banyak juga yang tanpa kekerasan. Sebanyak 33 kejahatan yang mengakibatkan kematian menandai penurunan 20% dari angka tahun 2019.

Laporan tersebut mencatat bahwa serangan canggih yang direncanakan dari luar negeri "dapat dilaksanakan pada titik mana pun," tetapi tidak ada yang benar-benar terjadi. Serangan tunggal, terlepas dari motifnya, justru merupakan ancaman yang lebih besar.

Penyerang tunggal (lone wolf) mungkin tidak memiliki ikatan formal dengan kelompok atau gerakan mana pun, menurut laporan intelijen. Tetapi mungkin terinspirasi untuk menyerang target "lunak". Seperti yang "diduga kuat" jadi motif penyerangan terjadi di Dresden tahun lalu, ketika dua turis ditikam dengan motif homofobia, yang menyebabkan salah satu korban serangan meninggal.

Serangan lainnya terjadi di Berlin pada tahun 2020. Kali ini sebuah mobil yang "diduga sengaja" menabrak pengendara sepeda motor, menyebabkan enam orang terluka.

Serangan dengan motif yang sama di negara-negara tetangga Jerman, seperti Prancis dan Austria, membuat pihak berwenang khawatir tentang kejahatan serupa

Ancaman ekstremisme Islam yang sedang berlangsung

Hampir 700 orang diklasifikasikan sebagai pelaku potensial dan berada di bawah pengawasan di Jerman, menurut pernyataan pemerintah awal tahun ini. Sebagian besar dari mereka diduga berpotensi melakukan kejahatan karena faktor keagamaan mereka, sebagian besar bersifat Islamis.

Pada tahun 2020 pemerintah Jerman melaporkan mengetahui ada 240 Islamis yang buron dan berpotensi menimbulkan ancaman.

Sekitar 135 dari orang-orang ini dilaporkan memiliki kewarganegaraan Jerman, sementara sepertiga dari mereka memiliki kewarganegaraan lain, yakni 41 orang Suriah, 17 orang Rusia, 7 orang Irak, 7 orang Turki, dan orang-orang dari sekitar 20 negara lain. Kebangsaan tujuh orang Islamis disebut "tidak jelas", sementara tiga lainnya terdaftar tanpa kewarganegaraan.

Otoritas intelijen domestik Jerman juga telah menyatakan kekhawatiran tentang orang-orang yang teradikalisasi di luar negeri yang kembali ke negaranya. Sekitar 1.100 Islamis dilaporkan telah pergi ke Irak dan Suriah sejak 2012. Sepertiga dari mereka kembali ke Jerman, termasuk beberapa yang kemudian dijatuhi hukuman penjara karena berbagai kejahatan.

Baik penahanan maupun pembebasan mereka, menimbulkan "tantangan khusus" bagi aparat keamanan dan keadilan Jerman, papar laporan itu.

pkp/as