1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

ISIL Menuju Negara Islam Lintas Batas

11 Juni 2014

Sukses para jihadis merebut kota terbesar kedua Irak, Mosul, dan penguasaan di wilayah utara lainnya membawa para ekstrimis lebih dekat dengan tujuan mereka membangun negara Islam lintas batas.

https://p.dw.com/p/1CGYi
Foto: Radwan Mortada

Serangan besar oleh para jihadis, yang dipelopori kelompok Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL), adalah pukulan telak bagi pemerintah Irak sekaligus memperlihatkan kelemahan pasukan keamanan, yang kini berjuang untuk merebut kembali wilayah yang hilang.

Para militan menyerbu Mosul, dan mengambilalih kota itu pada hari Selasa setelah pasukan keamanan Irak meninggalkan seragam dan kendaraan untuk melarikan diri.

Para militan kemudian menyerbu provinsi sekitar Nineveh serta wilayah bagian tetangga provinsi Kirkuk dan Salaheddin.

“Kekalahan di provinsi Nineveh menciptakan sebuah koridor bagi para militan antara (provinsi) Anbar, Mosul dan perbatasan Suriah yang akan membuatnya menjadi lebih mudah untuk menyelundupkan senjata, uang dan para pejuang (militan) diantara front-front perang yang berbeda,” kata John Drake, seorang analis keamanan di AKE Group.

Anbar, di sebelah selatan Nineveh, adalah provinsi lain di mana kelompok militan anti pemerintah menguasai sejumlah wilayah termasuk satu kota yang dikuasai seluruhnya dan kota kedua hanya setengah dikuasai. Para jihadis juga menguasai teritorial penting di sebelah timur Suriah.

"ISIL… selalu ingin mengontrol wilayah dan menciptakan sebuah emirat Islam, di mana mereka bisa memberlakukan hukum (Islam) dan mendirikan pusat-pusat pelatihan dan merencanakan serangan untuk memelihara momentum perang,” kata Drake.

“Perang saudara di Suriah memberi para militan ini kesempatan untuk mengamankan wilayah seperti itu. Keberhasilan mereka dalam melakukannya kelihatannya akan memperbesar semangat para pendukungnya yang menyadari bahwa itu adalah target yang bisa tercapai.”

Negara Islam lintas batas

ISIL, kelompok militan paling kuat di Irak, juga adalah kekuatan kunci diantara para pemberontak yang memerangi Presiden Bashar al-Assad di negara tetangga, Suriah.

April lalu, mereka melancarkan operasi di provinsi Deir Ezzor Suriah, yang berbatasan dengan Nineveh, yang bertujuan untuk membentuk sebuah negara Islam.

Kelompok itu mengatakan mereka berada di balik serangan di Nineveh, dalam sejumlah pesan di Twitter, namun kelompok-kelompok lain mungkin juga terlibat dalam penyerbuan.

“Kelompok bersenjata ingin mendirikan sebuah negara Islam,” yang akan memasukkan Mosul, provinsi Salaheddin, Diyala dan Anbar, ditambah Deir Ezzor dan Raqqa di Suriah, kata Aziz Jabr, seorang profesor ahli politik di Baghdad's Mustansiriyah University.

Dia juga mencatat bahwa ”jatuhnya provinsi seperti Nineveh mencerminkan sebuah ancaman yang sangat berbahaya atas keamanan nasional Irak.”

Michael Knights, seorang pengajar di Washington Institute for Near East Policy, mengatakan para jihadis ”ingin membebaskan secara permanen wilayah di Irak sama seperti yang mereka lakukan atas Raqqa di Suriah,” katanya merujuk kepada sebuah kota bagian utara yang dikuasai para militan.

Moral runtuh

“Pergeserannya sekarang menjadi ke arah operasi-operasi penguasaan wilayah yang lebih ambisius, yang merupakan sebuah taktik beresiko tapi kini terbayar lunas. Operasi Mosul dan yang lainnya bulan ini tempaknya menjadi pembuka bagi serangan baru ISIL,” kata Knights.

Operasi-operasi itu menampilkan kekuatan ISIL, katanya.

“Untuk melakukan satu operasi luas pengambilalihan kota seperti Juni ini kelihatannya masih belum terpikirkan dua tahun lalu, kini mereka bisa melakukan beberapa operasi dalam waktu dekat secara simultan di seluruh Irak,“ kata dia.

Pasukan keamanan sejauh ini gagal memaksa para militan keluar dari kota seperti Falujjah dan beberapa bagian di ibukota provinsi Anbar, Ramadi, yang direbut kelompok anti pemerintah sejak awal tahun.

Mosul adalah kota yang jauh lebih besar, dan pengambilalihannya serta wilayah-wilayah lain yang baru-baru ini jatuh ke tangan jihadis merupakan sebuah tantangan besar bagi pasukan keamanan Irak, yang menghadapi masalah signifikan karena kekurangan latihan dan masalah disiplin.

Drake mencatat bahwa pengambilalihan oleh jihadis ini akan menjadi “sebuah pukulan besar bagi moral pasukan keamanan,” sementara Knights menyebutnya sebagai “bencana keruntuhan” dalam menghadapi serangan para militant.

“Baghdad kini akan takut bahwa ini bisa terjadi di mana saja,” kata Knights.

ab/hp (afp,ap,dpa)