1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Irak Sambut Baik Pernyataan Ulama Syiah Moqtada al-Sadr

30 Maret 2008

Lima hari setelah dimulainya pertempuran berdarah antara pasukan Irak dan milisi Syiah 'Tentara Mehdi', ulama pemimpinnya Moqtada al-Sadr hari Minggu (30/03) menyerukan kepada pengikutnya agar menghentikan pertempuran.

https://p.dw.com/p/DXVb
Basra setelah pertempuran antara pasukan Irak dan tentara MehdiFoto: AP

"Kami ingin, rakyat Irak mengakhiri pertumpahan darah dan menjaga stabilitas serta kedaulatan negara ini". Demikian bunyi pernyataan ulama Syiah Moqtada al-Sadr kepada pengikutnya. Semua warga bersenjata diminta untuk meninggalkan jalanan di Basra dan di provinsi lainnya. Selanjutnya al-Sadr mengatakan bahwa orang yang sekarang masih berkeliaran di jalan dengan senjata dan menyerang bangunan pemerintah, bukanlah pengikutnya.

Sejak awal pertempuran berdarah antara milisi Mehdi dan pasukan Irak di bawah pimpinan angkatan bersenjata Amerika Serikat di Basra, Irak selatan, hari Selasa (25/03), diperkirakan sedikitnya 270 orang tewas. Juru bicara pemerintah Irak Ali Al-Dabbagh menyambut baik pernyataan Moqtada al-Sadr untuk menarik orang-orangnya dari jalan-jalan dan sekaligus memperingatkan para pejuang Syiah untuk mentaati seruan tersebut:

"Siapa yang melanggar perintah Moqtada akan dikenakan hukuman yang berlaku bagi semua warga yang melanggar peraturan. Ini adalah wewenang pemerintah dan lembaga negara. Pemerintah adalah satu-satunya kekuatan yang berwenang untuk mengupayakan keamanan di seluruh Irak. Tanggung jawab dalam bidang keamanan hanya dipegang oleh pemerintah sendiri dan tidak dibagi dengan orang lain."

Seperti yang dilaporkan pemancar televisi Al Jazeera, pernyataan al-Sadr adalah bagian dari perjanjian yang disepakati antara ulama Syiah tersebut dengan pemerintah Irak hari Minggu (30/03), setelah perundingan pada hari-hari terakhir ini. Selanjutnya Al Jazeera melaporkan, sebagai imbalan pernyataan al-Sadr, pemerintah Irak menjanjikan untuk tidak menangkap dan menghukum anggota milisi yang telah bertempur. Tapi, dalam kesepakatan itu tampaknya tidak disebutkan bahwa Tentara Mehdi harus menyerahkan senjatanya. Padahal ini merupakan salah satu tuntutan pemerintah yang terpenting. Selain itu, masih belum diketahui apakah setiap anggota milisi Tentara Mehdi benar-benar akan mengikuti seruan pemimpinnya. Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, al-Sadr sendiri mengakui bahwa dia tidak lagi dapat menguasai milisi Mehdi sepenuhnya.

Hari Selasa (25/03) Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki memerintahkan untuk melancarkan serangan terhadap milisi-milisi di Basra untuk mengatasi kekacauan dan pelanggaran hukum yang amat parah di provinsi yang kaya minyak itu. Al-Maliki mengerahkan sekitar 30. 000 tentara dan polisi, sementara pasukan AS dan Inggris menyuplai informasi yang didapatkan lewat pesawat pengintainya.

Al-Maliki menetapkan batas waktu agar pejuang al-Sadr menyerahkan senjatanya. Tetapi, sejumlah pemancar televisi menayangkan gambar sejumlah polisi Irak yang menyerahkan senjatanya kepada Tentara Mehdi dan untuk imbalannya mendapatkan sebuah Al Quran dan setangkai zaitun dari seorang ulama.

Pada hari-hari terakhir ini pertempuran menjalar ke kota-kota lain. Tidak hanya di Basra, di tempat-tempat lain pun pasukan Amerika Serikat akhirnya ikut terlibat langsung dalam pertempuran.

Juru bicara militer Inggris Tom Holloway hari Minggu (30/03) mengatakan, atas permintaan Irak, pasukannya juga ikut terlibat dalam pertempuran di sebelah utara Basra.

"Artileri Inggris melancarkan serangan dari pangkalan kami di dekat bandara internasional Basra. Kami melakukan serangan untuk mendukung pasukan infanteri Irak. Mereka meminta bantuan kepada pasukan koalisi."

Yang patut dicatat dalam soal ini adalah perintah untuk melancarkan serangan militer dari Perdana Menteri Irak al-Maliki pada awal pekan ini. Basra dikuasai tidak hanya oleh Tentara Mehdi saja. Setidaknya dua milisi lain dan sejumlah kelompok bersenjata lainnya juga ikut membuat kekacauan di Basra. Namun, al-Maliki hanya memerintahkan untuk menyerang Tentara Mehdi, sementara sebuah milisi lainnya yang di Basra jauh lebih berpengaruh, yaitu yang disebut Brigade Badr, dibiarkan saja. Brigade Badr adalah milisi bersenjata yang merupakan sebuah sempalan dari "Dewan Tertinggi Islam di Irak" . Dan dewan ini adalah mitra koalisi yang penting bagi Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki. (cs)