1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Internasional Kritik Rencana Pemilu Myanmar

13 Agustus 2010

Ini merupakan pemilihan umum pertama di Myanmar sejak 20 tahun terakhir. Menjelang diumumkannya jadwal penyelenggaraan pemilu, bermunculan kritik yang menilai pemilihan ini tidak akan berlangsung dengan bebas dan jujur.

https://p.dw.com/p/OnDH
Poster Aung San Kyi yang diusung para pendukungnyaFoto: AP

Penguasa militer di Myanmar menetapkan tanggal 7 November mendatang sebagai jadwal penyelenggaraan pemilihan umum parlemen. Demikian dilaporkan media pemerintah.

Penguasa militer mendapat jatah seperempat anggota parlemen, serta memegang posisi kunci di pemerintahan. Sementara hak kelompok oposisi terus dibatasi dan dikekang. Di bulan belakangan, penguasa militer di Myanmar memutuskan undang-undang pemilihan umum baru, yang oleh pimpinan oposisi Aung San Kyi dan pengamat internasional dikritik sebagai tidak demokratis.

Dinilai Tidak Sah

Partai dari Aung San Suu Kyi, Liga Nasional Untuk Demokrasi NLD, menyatakan memboikot pelaksanaan pemilihan umum dan menolak untuk mendaftarkan diri sebagai kontestan pemilihan dengan undang-undang dan persyaratan baru yang ditetapkan penguasa militer. Akhirnya bulan Mei lalu, Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi NLD dibubarkan. Bagi Aung San Suu Kyi sendiri tertutup kemungkinan untuk ambil bagian dalam pemilihan umum, karena dalam undang-undang pemilu ditentukan, tak seorangpun anggota sebuah partai politik yang menjalani hukuman atau tahanan rumah yang diperbolehkan mengikutinya.

Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan sejumlah organisasi hak asasi menilai, pemilihan umum yang akan diselenggarakan penguasa militer Myanmar tidak sah, bila menolak keikutsertaan ribuan politisi oposisi yang saat ini meringkuk dalam tahanan, termasuk pemenang hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Dan pemilihan yang diselenggarakan dinilai hanya akan merupakan sebuah sandiwara untuk semakin mengokohkan kekuasaan rejim militer.

Kekuasaan Militer

Sementara itu kalangan diplomat menilai, para jenderal hendak memanfaatkan pelaksanaan pemilihan umum untuk memberikannya keabsahan dengan berlindung di balik pemerintahan sipil, disamping keinginan untuk ikut dalam kegiatan ekonomi global dan untuk menarik investasi. Untuk mencapainya para jenderal harus menyerahkan kekuasaannya. Tapi para jenderal di Myanmar masih tetap beranggapan, bahwa militer merupakan satu-satunya lembaga yang mampu untuk menjalankan kekuasaan.

Sampai sekarang dilaporkan tercatat 40 partai politik yang telah mendaftarkan diri pada Komisi Pemilihan Umum. Penguasa militer juga membentuk partai sendiri, yang dipimpin seorang menteri yang baru-baru ini dipensiunkan dari militer, agar sesuai dengan ketentuan undang-undang pemilihan umum. Partai yang dibentuk penguasa militer ini memiliki dana yang besar dan hubungan dengan pegawai pemerintahan dan kalangan bisnis. Sementara kekuatan oposisi berada dalam perpecahan.

Tanpa Pengawas Internasional

Sekjen PBB Ban Ki Moon beberapa kali melontarkan kritik terhadap persiapan pelaksanaan pemilihan umum di Myanmar. Ia menyampaikan kekecewaannya, karena penguasa militer Myanmar menolak semua tawaran bantuan agar pelaksanaan pemilihan umum berjalan dengan jujur, bebas dan demokratis.

Dalam pemilihan umum bebas terahir di Myanmar tahun 1990, Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi NLD yang dipimpin Aung San Suu Kyi memenangkan pemilihan. Para jenderal tidak mengakui kemenangannya. Beberapa bulan lalu, penguasa militer Myanmar secara resmi membatalkan kemenangan yang diraih Partai NLD tersebut.

Asril Ridwan/dpa/epd/rtr

Editor: Dyan Kostermans